Penyelamatan Industri
Oleh: Fauzi Azziz
PERTAMA, jika judul tersebut kita jadikan sebuah pertanyaan, maka sejak pandemi covid 19 yang memicu perekonomian global dan nasional lesu, apakah sektor industri terkena dampak berat pada level sektor dan/atau at company level? Kalau dilihat data BPS tahun 2020, sektor industri pengolahan terkena pukulan berat karena pertumbuhannya menjadi negatif (- 2,93%). Namun, dari data BPS tersebut dikatakan bahwa 63,66% PDB tahun 2020 berasal dari industri, pertanian, perdagangan , konstruksi dan pertambangan .
Jika PDB tahun 2020 sekitar Rp 14.978,7 triliun, maka berarti sumbangan sektor-sektor tersebut total adalah Rp 9.535,4 triliun. Jika industri pengolahan non migas nyumbang 20% berarti dari Rp 9.535,4 triliun tersebut, industri non migas berkontribusi Rp 1.907,1 triliun pada tahun 2020.
KEDUA, pengaruh eksternal yaitu pendemi covid 19 dan tekanan berat dalam pertumbuhan permintaan agregat, telah mempengaruhi kinerja produksi. Situasi yang sekarang dihadapi , secara makro jelas bahwa industri menghadapi tekanan berat untuk tumbuh dan dampaknya secara relatif terhadap kinerja at company level pasti terjadi. Contoh, produksi mobil minus 46,37%, penjualan pada tingkat wholesale minus 48,38%.Apa ada tindakan penyelamatan yang dilakukan. Jawabannya ada, yaitu PPnBM untuk kendaraan roda 4 CC 1500 – 2500 dibebaskan.
Sepeda motor produksi minus 40,21%, penjualan minus 43,57% , tapi kok tidak ada bantuan untuk perusahaan sepeda motor yang serupa, boleh jadi pembebasan PPN misalnya? .Wallahu alam, bisa saja perusahaan sepeda motor kondisinya dianggap baik-baik saja,
KETIGA, tapi di luar itu sebenarnya ada pula progam restrukturisasi utang yang diberikan kepada perusahaan industri dan non industri, tapi sayangnya tidak ada data yang dirilis oleh OJK karena mungkin dilaksanakan secara B to B antara kreditur dengan debitur. Khusus untuk UMKM melalui skema statutory guarantee on liabilities and other obligation, mereka menikmati credit support fund yang risikonya dijamin pemerintah.
Begitu pula BUMN telah mendapatkan suntikan dana PMN, dana talangan dan pencairan utang pemerintah yang diberikan kepada Pertamina, PLN, Pupuk Indonesia, KAI, Bulog dan Kimia Farma. Dana talangan diberikan kepada Garuda, KAI, Perumnas, Krakatau Steel dan Perkebunan Nusantara. Yang menerima PMN adalah Hutama Karya, PT PNM, BPUI dan ITDC. Jumlahnya berapa dan realisasinya seperti apa tentu kita harapkan semua telah menerima dananya sesuai yang pemerintah putuskan.
KEEMPAT, itulah kira-kira tindakan penyelamatan ekonomi dan industri yang dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Sekarang ini pandemi covid 19 dan perekonomian yang lesu sudah berjalan setahun. Kini memasuki fase pemulihan. Apakah tindakan penyelamatan sudah cukup. Pasti belum cukup.
Buktinya sekarang muncul ada problem kesulitan cash flow pada sejumlah BUMN Karya yang perlu “diselamatkan”. Pemerintah hampir pasti akan membantu mereka agar tidak bangkrut. Salah satu skema yang telah menjadi aksi korporasi adalah jual aset ( jalan tol) yang dimiliki Waskita Karya. Ada yang ditawarkan ke Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dan mungkin ada yang ditawarkan melalui strategic sale kepada mitra bisnisnya, atau boleh jadi ada yang melalui IPO.
Dalam berita muncul kabar bahwa ada rencana bahwa pemerintah akan membantu badan usaha atas sebagian beban utang mereka untuk dihapuskan, utamanya pinjaman pada bank-bank himbara milik pemerintah. Penghapusan utang ini bisa saja utang BUMN atau badan usaha swasta.
Melunasi Utang
KELIMA, penyelamatan industri adalah penyelamatan ekonomi. Begitu juga pemulihan ekonomi pada dasarnya adalah penyelamatan industri agar bisa tumbuh dan bisnisnya kembali berputar dan meraih laba yang maksimal agar bisa belanja bahan baku, bayar upah buruh dan THR, membayar iuran BPJS ketenagakerjaan, mampu membayar pajak yang terutang dan yang pasti harus bisa melunasi utangnya. Sebab itu diperlukan kurva V untuk mencapai pemulihan ekonomi yang maksimal.
Tahun 2021 belum tentu akan terjadi pemulihan yang ideal karena hantu ketidakpastian pemulihan ekonomi global masih tetap menjadi ancaman. Apalagi setelah ada laporan dari WEF yang berjudul The Global Risk 2021. Dalam berita dikabarkan bahwa pemulihan ekonomi setelah pandemi covid 19 harus menempuh jalan terjal. Belum juga pulih seperti sediakala. Ancaman besar bagi perekonomian global sudah ada di depan mata. IMF sudah merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,8%. Ketika ditanya awak media, ibu menteri keuangan kelihatannya kesal, biar saja IMF merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia, pemerintah akan fokus pada progam PEN dengan terus melakukan structural adjudment.
KEENAM, dunia memang sedang kerepotan menghadapi pandemi covid 19. Pengembangan vaksin yang tidak pernah terjadinya sebelumnya membuat pelaku pasar bulish terhadap prospek pemulihan ekonomi. Sekarang harga komoditas anjlok seperti batubara dan CPO karena pembeli terbesarnya seperti China dan India mengurangi pembelian dalam jumlah besar. Ini pasti akan diikuti penurunan harga sahamnya di bursa . Dimana komoditas dan saham disebut sebagai aset berisiko.
Akhir dari tulisan ini muncul satu pertanyaan apakah selain kendaraan bermotor roda 4 dan roda 2 ada perusahaan lain yang mengalami penurunan produksi dan penjualan seperti mereka. Atau apakah ada juga yang menghadapi kesulitan likuiditas pada at company level. Lebih dari itu adakah proyek-proyek industri strategis yang proyeknya sudah under construction mengalami hambatan sehingga mereka butuh penyelamatan ? Yang bisa memberikan postur rincinya hanya Sistem Informasi Industri Nasional ( SIINAS) yang bisa membedahnya.
Kita percaya bahwa pada saatnya situasi normal baru akan terjadi. Kita bisa bersikap optimis, tapi harus tetap ada catatan bahwa optimisme itu berada di tengah sejumlah masalah besar. Pemulihan akan bisa terjadi lebih cepat bila permintaan agregat global, regional dan nasional pulih lebih cepat. Situasi normal baru butuh strategi baru dan harus bisa meninggalkan kegiatan ysng bersifat business as usual.
Pertumbuhan permintaan agregat yang cepat akan mendorong aktivitas perdagangan antar negara . Dari situ awal pemulihan akan mengawali kebangkitan ekonomi dalam suasana normal baru. Khusus untuk mendongkrak investasi, maka faktor pencapaian sumber pembiayaan investasi akan bertumpu pada : 1) kredit perbankan. 2) pasar modal untuk IPO , Right Issue, corporate bonds. 3) Capex BUMN. 4) PMDN/PMA.5) Investasi Pemerintah melalui LPI. Penulis berharap proyek pembangunan EV batery Indonesia dibiayai dari dana LPI, begitu juga proyek industri kimia hulu yang prospektus bisnisnya menjanjikan di masa depan. Salam sehat. (penulis adalah pemerhati ekonomi dan industr, tinggal di Jakarta)