Site icon TubasMedia.com

Penyakit Buang Badan

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

ADA istilah BM (Buang Muka). Ada juga BAK (Buang Air Kecil) dan ada lagi istilah BAB (Buang Air Besar). BAK dan BAB erat kaitannya dengan kesehatan. Artinya, jika manusia mempunyai problem dengan BAK dan BAB pasti berabe.

Bisa repot dan beresiko karena di dalam tubuh manusia yang terkena gangguan BAK dan BAB pasti ada yang bermasalah alias yang bersangkutan mengidap gangguan penyakit. Tapi kalau manusia menderita gangguan kedua penyakit tersebut, petugas medis bisa memberikan solusinya.

Pengobatanya, yang pasti tidak dengan menyuruh BB (Buang Badan), tapi diberi obat yang tepat. Yang kita ketahui, “BB”, “BM”, “BAK” dan “BAB” adalah endemi penyakit. BB adalah penyakit yang diderita oleh manusia yang senantiasa berusaha untuk mengelak bertanggungjawab atas sikap dan tindakannya.

Mau berbuat tapi tak mau bertanggungjawab namun mau menikmati hasilnya kalau menguntungkan dan bila sebaliknya yang terjadi, manusia yang menderita gangguan BB akan berkata “tidak” dengan suara keras sekali.

Gangguan “kejiwaan” semacam ini dalam bahasa agama bisa disebut “munafik”. Rasanya dalam organisasi apapun, kalau dipimpin oleh komandan yang menderita penyakit “BB”, lebih baik dari awal kita tolak ramai-ramai daripada kalau ada kejadian di kemudian hari, anggota dari organisasi itu yang diminta bertanggungjawab.

Komandan seperti ini, mau nangkanya saja sementara anggota disuruh makan getahnya. Tidak fair dan munafik bangat orang seperti itu. Pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya dari cara berfikir dan bertindak selama kepemimpinannya.

Para koruptor atau yang diduga keras terlibat dalam “persekongkolan” pada perbuatan yang berpotensi koruptif, hampir semuanya mengidap penyakit BB. Kasihan sebenarnya mereka itu. Bukan apa-apa karena mereka yang senang BB itu adalah manusia-manusia terhormat karena pangkat dan jabatannya.

Mereka itu bukan manusia-manusia yang bodoh dan dungu, tapi adalah bagian dari manusia-manusia cerdas dan berilmu dengan gelar yang sangat panjang ditambah lagi kekuasaannya yang wah di republik ini. Sayang, mereka menderita penyakit yang memalukan dan memilukan. Para penderita “BB” pasti galau, resah dalam hidupnya karena kalau mau jujur para penderita penyakit “BB” tersebut mengakui dirinya memang telah melakukan perbuatan yang salah dan sesungguhnya dia “sakit”, tapi nggak mau diobati.

Obatnya memang pahit sekali dan menyengsarakan. Penderita BB, obatnya bisa dipenjara, bisa dibikin melarat seumur hidup atau sangat menakutkan kalau badannya benar-benar dibuang di tengah laut.

Agar tidak disembuhkan dengan cara seperti itu, maka para penderita “BB” yang sudah pada tingkat akut, akan mencari perlindungan kepada siapa saja. Senjata yang dipakainya hanya satu, dia akan berkata ‘’tidak tahu”, ‘’lupa’’ atau ada senjata lain yang digunakan yaitu mengajak orang lain agar ikut bertanggungjawab atas perbuatannya dengan mengatakan bahwa perbuatannya adalah meneruskan pendahulunya.

Inilah fenomena psikososial yang melanda negeri ini, mau berbuat tapi tidak mau bertanggungjawab. Kalah tanding dalam event-event olahraga pasti harus ada yang bertanggungjawab. Mundur dari jabatan formal dan non formal adalah bentuk pertanggungjawaban yang berperadaban seperti yang banyak dilakukan para pemimpin di beberapa negara.

Penegakan hukum tanpa pandang bulu adalah bentuk lain dari remedy bagi para manusia pengidap “BB”. Tugas para pemimpin dan para elit adalah pengabdian, pengayoman, memberikan perlindungan, memberikan contoh yang baik dan berbuat tanpa pamrih dan selalu berada di garis depan bukan ngumpet lalu Buang Badan tatkala akibat tindakannya beresiko secara politik maupun hukum.

Negeri ini sudah waktunya dipimpin para kesatria yang berjiwa besar dan patriotik dan bertanggungjawab serta rela mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Tuhan dan manusia, di setiap saat dan waktu. ***

Exit mobile version