Laporan: Redaksi

Soehari Sargo
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Strategi pengembangan industri otomotif nasional perlu dikaji ulang dan tetapkan kebijakan yang berpihak pada Indonesia, dalam upaya memecahkan kendala berupa mahalnya harga bahan baku.
Demikian dikemukakan pengamat industri otomotif, Soehari Sargo, menjawab pertanyaan tubasmedia.com di Jakarta , Rabu (25/6). Juga diwawancarai Ketua Koperasi Industri Komponen Otomotif (KIKO) Indonesia, M. Kosasih. Sebelumnya, dalam seminar bertajuk “Prospek Industri Otomotif Nasional Menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015” di Jakarta, Senin (23/6), terungkap salah satu kendala dalam pengembangan industri otomotif nasional adalah mahalnya harga bahan baku.
Soehari Sargo mengatakan, secara garis besar industri bahan baku harus direstrukturisasi. Untuk itu, aturan penanaman modal, insentif, dan prioritas harus berpihak ke Indonesia. Hal-hal tersebut tidak terlepas dari faktor politik – pemerintah dan DPR -, lingkungan, sosial – politik, dan lain sebagainya. Faktor lain, infrastruktur, energi, etos kerja, produktivitas, dan lainnya harus ditingkatkan. Sedang menyangkut bea masuk bahan baku, menurutnya, tidak ada masalah, karena sudah nol persen.
Ia berpendapat, langkah-langkah itu diperlukan mengingat mata rantai struktur industri otomotif masih lemah. Baja khusus dan aluminium masih diimpor. Fitur dan software juga masih didatangkan dari negara lain. Selain itu, kemampuan desain masih dikuasai asing.
Sementara itu, Ketua KIKO, M. Kosasih, mengakui, pengadaan bahan baku atau material masih menjadi kendala dalam upaya pengembangan industri otomotif nasional, terutama yang dihadapi industri kecil dan menengah (IKM).
Dikemukakan, sekitar 60 persen unit komponen industri otomotif masih diimpor, termasuk steel plate. Ia berharap pemerintah memprioritaskan pembangunan pabrik steel plate, sehingga industri dalam negeri mampu mandiri. (ender)