Penegak Hukum Jangan Ikut Korupsi
Laporan: Redaksi

Ilustrasi
JAKARTA, (Tubas) – Kunci utama menjadikan negeri ini bersih dari jarahan koruptor, semua pihak khususnya penegak hukum jangan pula ikut-ikutan menjadi koruptor. Pasalnya, penegak hukum itu ibarat sapu, harus bersih agar sapu itu bisa dipakai membersihkan yang kotor-kotor. Tapi kalau sapunya kotor malah belepotan lumpur, bagaimana bisa membersihkan yang kotor, malah sebaliknya akan semakin kotor.
Demikian Staf Khusus Menteri Perindustrian Benny Soetrisno mengomentari temuan bahwa Indonesia masih merupakan salah satu dari kelompok negara terkorup di dunia, seperti yang ditunjukkan Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index/CPI) 2011 dan dirilis Transparency International di Berlin, Kamis pekan silam.
‘’Kita sangat berharap agar penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim jangan ikut-ikutan jadi koruptor. Kalaupun para koruptor melakukan aksinya, tapi kalau penegak hukum tegak, pasti koruptor itu jera apalagi kalau dihukum berat,’’ katanya saat dihubungi di Jakarta Jumat pagi.
Selain Benny, tubasmedia.com juga menghubungi Staf Ahli Menteri Perindustrian bidang P3DN, Fauzi Azis dan tokoh pendidik Sekretaris Umum Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Pusat, Jerry Sirait.
Sesungguhnya, kata Jerry, penilaian tersebut bukanlah berita baru, tapi sudah lama berlangsung. Ketidakmampuan mengurangi hutang negara, paling tidak menahan diri untuk tidak berhutang, itulah yang membuat kita prihatin. Mestinya pemerintah terus mencari-temukan dana yang dirampas koruptor untuk kemudian dengan dana itu dapat mencicil hutang atau memenuhi kebutuhan negara. Tapi apakah pemerintahan kita sekarang benar-benar serius memberantas korupsi.
‘’Tampaknya ungkapan-ungkapan memberantas korupsi itu hanya bahasa politik. Buktinya, isu kasus-kasus korupsi yang melibatkan pembantu atau orang-orang dekat Presiden SBY tidak diapa-apain alias tidak diusut tuntas,’’ katanya.
Sementara itu, Fauzi Azis menyebut korupsi itu sebuah penyakit. Kalau mau sehat, penyakit tersebut harus disembuhkan dan diberikan obat yang tepat. Untuk menjadi pemenang atau ingin menjadi bangsa yang berprestasi, diperlukan sistem politik, sistem hukum dan sistem sosial yang sehat agar mekanisme politik, hukum dan sosial dapat berfungsi dengan baik.
Pilihannya kata Fauzi hanya dua, mau jadi bangsa yang sehat atau mau tetap bangsa yang sakit. Jawabnya, berdasarkan akal dan nalar sehat sebagai bangsa, pasti akan memilih menjadi bangsa yang sehat. “Karena itu, kalau kita percaya bahwa korupsi itu sebuah penyakit atau wabah yang merusak, maka wabah tersebut harus dimatikan. Soal ranking atau nomor berapapun, jadikanlah perankingan itu sebagai dasar untuk melakukan pengobatan dan penyembuhan atas wabah korupsi,’’ katanya.
Korupsi Mewabah
Seperti diberitakan, dalam survei CPI yang dilakukan terhadap 183 negara di dunia, Indonesia menempati peringkat ke-100 dengan skor 3,0 poin bersama 11 negara lainnya yakni Argentina, Benin, Burkina Faso, Djobouti, Gabon, Madagaskar, Malawi, Meksiko, Sao Tome & Principe, Suriname dan Tanzania.
Indeks skor 183 negara mulai dari 0 (sangat korup) sampai 10 (sangat bersih) berdasarkan tingkat persepsi korupsi sektor publik. CPI mengukur persepsi korupsi yang dilakukan politisi dan pejabat publik dihasilkan dari penggabunganl 17 survei lembaga-lembaga internasional yang melihat faktor-faktor seperti penegakan hukum anti-korupsi, akses terhadap informasi dan konflik kepentingan. (sabar)