Penanggungjawab Tidak Bertanggung Jawab
Oleh: Fauzi Azis

SIAPA yang diberi tanggungjawab dalam satu organisasi, apakah itu organisasi publik, organisasi bisnis maupun organisasi nirlaba. Jawabannya mudah, yaitu para tokoh atau para figur yang dipandang cakap untuk memimpin organisasi-organisasi tersebut. Peran dan tanggung jawabnya juga sudah ditentukan dan dideskripsikan sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Mereka yang mendapatkan kepercayaan untuk menduduki jabatan penting dan strategis di ketiga kelompok organisasi tersebut, sejak pertama kalinya mereka mendapatkan pengukungan, di saat itu pula mereka telah diberi peran dan tanggungjawab untuk menjalankan roda organisasi sesuai dengan visi dan misi masing-masing organisasi bersangkutan.
Dengan kecakapannya tadi, mereka dituntut untuk bekerja keras melakukan kerja besar penuh dedikasi untuk menghasilkan karya-karya besar pula agar tujuan organisasi berdasarkan visi misi yang dibangun dapat tercapai. Setiap saat mereka harus mempertanggung jawabkan hasil kerjanya secara clear dan clean sesuai lingkup tugasnya.
Artinya yang bersangkutan harus bisa meyakinkan dengan obyektif berdasarkan kriteria tertentu bahwa keberhasilan atau kegagalan harus diakui secara obyektif dan jujur bahwa itu memang tanggung jawabnya dan segala sesuatu akibat atau dampak yang ditimbulkannya harus dipertanggung jawabkan dengan benar.
Contoh konkret adalah ketika harga sembako di setiap bulan Ramadhan naik, maka peran dan tanggungjawab Kemendag menjadi sangat sentral untuk menanganinya, sampai harga itu normal kembali.Kementerian Perdagangan harus bisa memastikan dengan clear dan clean bahwa naiknya harga-harga sembako disebabkan karena apa?
Kalau yang terjadi akibat pedagang melakukan penimbunan atas sembako sehingga harga naik, maka 100% ini menjadi tanggungjawab Kemendag untuk menyelesaikannya. Mendag dan seluruh jajarannya harus bertanggungjawab penuh. Berhasil atau gagal meredam naiknya harga akibat penimbunan oleh pedagang, tidak bisa dilimpahkan tanggungjawab penangannya kepada kementrian lain.
Kemendag harus berdaya upaya sesuai dengan instrumen kebijakan yang dikuasainya melakukan penindakan atas segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pedagang. Tanggungjawabnya bisa dishare kepada kementrian lain bilamana penyebab kenaikan harga disebabkan oleh faktor lain misal produksi gagal panen, transportasi lambat akibat jalan rusak berat.
Dalam situasi yang demikian, maka Kementrian Pertanian, Kementerian PU dan Kementerian Perhubungan secara clear and clean harus ikut bertanggungjawab dan mempertanggung jawabkan hasil kerjanya masing-masing.
Ini semua diperlukan agar siapapun yang diberi tanggung jawab tidak menimbulkan kesan negatif di masyarakat seolah-olah para pihak yang diberi tanggungjawab enggan bertanggung jawab. Di berbagai media diberitakan persediaan sembako untuk puasa dan lebaran dinyatakan cukup, tapi harganya koq naik.
Harga daging sapi diberitakan mencapai Rp 100.000/kg. Mau operasi pasar daging mana mungkin, sapinya dari mana? Naiknya harga sembako setiap jelang puasa dan lebaran dan juga hari-hari besar yang lain sebenarnya bukan fenomena musiman. Inflasi yang terjadi karena naiknya harga barang ini menunjukkan bahwa kementrian yang diberi tanggungjawab menanganinya “tidak diberi mandat” secara hukum, hak eksekusi untuk dapat bertindak atas nama institusinya mengatasi gejolak harga.
Harap maklum, kalau kemudian terkesan institusi lembaga publik tadi seperti tidak mau bertanggung jawab atas masalah yang timbul di lapangan. Alih-alih supaya tidak “dituduh” sebagai pihak yang tidak mau bertanggung jawab, maka sibuklah sang menteri turun gunung cek sana cek sini untuk mengkonfirmasi apakah betul harga sembako naik.
Remedinya paling banter Operasi Pasar (OP) dan Kementrian Perdagangan paling banter hanya tampil semacam even organizer saja karena yang melakukan OP adalah para produsen. Inipun paling banter OP minyak goreng, terigu dan gula. Belum pernah rasanya ada OP garam, cabe, bawang merah, daging, telor dan ikan asin karena Kemendag pasti pusing mencari siapa yang harus melakukan OP-nya.
Untuk pengendalian inflasi karena moneter, Bank Indonesia memiliki kewenangan sesuai amanat undang-undang. Para Kementrian yang bertanggungjawab di bidang produksi dan distribusi punyakah instrumen kebijakan yang melekat sebagai kewenangan pangkal dari Kementrian bersangkutan untuk bisa mengendalikan inflasi akibat naiknya harga komoditas?
Rasanya by law tidak ada kewenangan itu. Akibatnya sudah bisa ditebak yaitu seperti apa yang dimaksud dengan judul opini ini yakni, diberi tanggung jawab sepertinya tidak mau bertanggung jawab karena kewenangan yang seharusnya bisa dilakukanya (dalam kasus ini adalah soal kenaikan harga sembako) memang secara hukum” tidak pernah” diberikan kepada institusi publik yang bertanggung jawab di bidang produksi dan distribusi ketika harga-harga pada umumnya mengalami kenaikan baik saat jelang puasa dan lebaran maupun di bulan-bulan lainnya.
Dan jika hal yang demikian terjadi secara berulang adalah buah dari sibuk rapat sana rapat sini, sidak sana sidak sini, sambil basa-basi beli sekilo mentimun atau tomat dan keputusan yang paling banter keluar adalah OP.
Inilah kemudian kesan sepertinya tidak mau bertanggungjawab di kalangan masyarakat jika terjadi gejolak apapun bentuknya kepada pejabat publik muncul. Semoga fenomena musiman naiknya harga di bulan-bulan apapun, jangan lagi ditangani secara ad hoc,tapi harus sistemik dan by law dibenarkan.***