Site icon TubasMedia.com

Pemprov DKI Harus Aktif Sosialisasikan Tata Ruang Kota

Loading

Oleh: Anthon P.Sinaga

ilustrasi

ilustrasi

PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta selama ini tidak aktif mensosiasialisasikan rencana tata ruang wilayah (RTRW) kota Jakarta, sehingga masyarakat tidak mengetahui peruntukan daerah mana yang tidak bisa dijadikan sebagai tempat usaha, atau daerah mana yang harus dipertahankan hanya tempat tinggal semata. Dengan adanya pelebaran jalan misalnya, membuat lalu lintas kendaran bertambah ramai, seolah-olah membuka peluang untuk berkembang menjadi tempat usaha. Sehingga, pemilik rumah hunian sebelumnya terdorong untuk menyesuaikan perkembangan, karena merasa tidak cocok lagi dipertahankan sebagai tempat tinggal.

Melihat peluang- peluang semacam ini, timbul niat warga masyarakat untuk mengubahnya menjadi tempat usaha dengan membangun rumah toko (ruko) atau rumah kantor (rukan). Tetapi sayangnya, setelah bangunan selesai diubah, tiba-tiba ada penertiban dan pembongkaran. Hal inilah yang terjadi di Kelurahan Ceger, Jakarta Timur baru-baru ini. Dua bangunan yang diubah dari tempat hunian menjadi tempat usaha, terpaksa dibongkar oleh petugas Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (Sudin P2B) Jakarta Timur, karena dianggap melanggar dan tidak sesuai dengan peruntukan yang ditetapkan dalam peraturan RTRW kota Jakarta.

Kepala Sudin P2B Jakarta Timur, Andor Relawan Siregar mengakui, banyak warga yang mengubah peruntukan izin bangunan dari tempat tinggal menjadi areal komersial, karena kurangnya sosialisasi tentang tata ruang kota. Selain itu, warga juga ingin memanfaatkan peluang dari perkembangan infrastruktur yang semakin meningkat di daerah permukiman padat penduduk. Misalnya. sejak pelebaran jalan dilakukan di berbagai kawasan hunian, banyak warga membuka ruko atau rukan, walaupun tidak sesuai peruntukannya, sehingga terpaksa dibongkar.

Namun, yang paling disayangkan, mengapa pembongkaran baru dilakukan setelah bangunan selesai atau mendekati selesai. Aparat pemerintah daerah (Pemda) seolah-olah ingin menjebak, menanti-nanti terwujud dulu kesalahan warga, baru ditindak. Padahal, sebagai aparatur pemerintah yang baik, adalah lebih bijak melakukan pencegahan sejak dini, sehingga tidak perlu warga telanjur rugi besar dengan mengeluarkan biaya pembangunan yang tidak sedikit.

Struktur aparat Pemda yang ada di tingkat kelurahan, seharusnya bisa melakukan pengawasan di lingkungannya, untuk mencegah sejak awal, bila ada warga yang terlihat melakukan pelanggaran. Andor mengakui, selama ini mungkin Dinas Tata Ruang Pemprov DKI Jakarta sudah melakukan sosialisasi tata ruang kota, melalui situsnya. Akan tetapi, ia pun mengakui, sosialisasi melalui situs internet, hanya diketahui oleh kalangan tertentu. Tidak semua warga membuka atau paham internet, sehingga praktis tidak mengetahui jalur hijau, kuning, merah, dll., sesuai kode-kode peruntukan kawasan dalam peraturan tata ruang kota.

Berdasarkan data Sudin P2B Jakarta Timur. sejak Januari hingga September tahun 2013 ini, pihaknya sudah membongkar 481 bangunan, karena melanggar perizinan. Coba dihitung, berapa ratus juta rupiah, atau bahkan miliaran rupiah warga rugi akibat pembongkaran itu. Belum lagi dihitung berapa kerugian warga lain sebagai dampak langsung dan tidak langsung akibat pelaksanaan pembongkaran tersebut, serta biaya petugas dan alat-alat pembongkaran yang harus dikeluarkan dari anggaran pendapatan daerah.

Harus Sosialisasi Terbuka

Untuk menegakkan pemerintahan daerah yang tertib, serta untuk menghindari kerugian besar dari warga masyarakat, Dinas Tata Ruang DKI Jakarta harus sudah mensosialisasikan tata ruang kota secara luas dan terbuka, tidak cukup hanya lewat situs internet. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2030 yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah, harus dapat diketahui warga masyarakat secara luas.

Mayoritas masyarakat belum memahami RTRW Jakarta, sehingga tidak heran jika masih terdapat banyak pelanggaran. Masyarakat sama sekali tidak mengetahui apakah bangunan yang mereka tempati benar-benar diperuntukkan bagi kawasan hunian, atau sudah dicadangkan untuk prasaran umum, bangunan umum atau komersial.

Kepala Dinas Tata Ruang DKI Jakarta, Gamal Sinurat kepada salah satu media Ibukota mengakui, sosialisasi RTRW selama ini hanya dilakukan melalui situs internet, belum melakukan sosialisasi terbuka kepada masyarakat. Alasannya, karena masih menyusun Rencana Terperinci yang merupakan penjabaran dari RTRW tersebut. Hal ini tidak bisa menjadi alasan, karena sudah banyak korban.

Sejalan dengan itu, Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) maupun Suku Dinas-Suku Dinasnya di wilayah kota, yang sama-sama aparat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, seharusnya ikut pula membantu penyebarluasan RTRW ini kepada masyarakat, jangan justru memanfaatkan ketidak tahuan masyarakat untuk mencari-cari kesalahan. ***

Exit mobile version