Pemerintah, NGO dan Bisnis
Oleh: Fauzi Azis
PEMERINTAH (Government), NGO (Non Government Office) dan bisnis adalah tiga kekuatan institusional yang memiliki peran dan fungsinya masing-masing, tetapi pada dasarnya adalah melaksanakan misi yang sama, yaitu menciptakan kesejehteraan dan kemakmuran bersama bagi sebuah negara dan bangsa.
Tiga pilar sistem institusional tersebut eksistensinya selalu ada dan diakui, baik dalam suatu negara yang menganut sistem politik yang demokratis maupun otoriter. Pemerintah tugas utamanya yang paling pokok adalah membuat kebijakan publik dan memberikan pelayanan publik. NGO tugas utamanya adalah menjalankan fungsi yang pada dasarnya fungsi tersebut tidak dijalankan oleh pemerintah (atau paling tidak bisa disebut memperkaya/memperkuat fungsi yang dijalankan pemerintah atau memberikan kritik dan saran kepada pemerintah dalam rangka check and balance.
Sementara itu, lembaga bisnis pada dasarnya menjalankan misi utamanya sebagai para pelaku usaha yang berfungsi sebagai pencipta nilai tambah ekonomi dan juga profit. Jadi, pemerintah, NGO dan bisnis dalam satu negara yang merdeka dan berdaulat, semuanya adalah keluarga besar sekandung yang hidup dalam suatu rumah gadang yang kita sebut sebagai sebuah negara dan bangsa. Hanya saja perannya berbeda-beda tapi hakekatnya mereka itu menjalankan misinya untuk mencapai tujuan besar bernegara, yaitu menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran.
Sistem kelembagaan seperti itu, kalau kita ibaratkan dalam satu tim kesebelasan sepak bola, mereka seharusnya merupakan sebuah tim yang kompak dan selalu dapat bekerjasama untuk memenangkan pertandingan. Mereka harus menjadi tim Indonesia Incorporation yang kostumnya hanya satu, yaitu Merah Putih dan tidak ada kostum lain. Dengan semangat Indonesia Incorporation tersebut kita harapkan negara Indonesia memilki kekuatan yang tangguh dan bersaing.
Secara sederhana dapat pula dikatakan bahwa pemerintah adalah pembuat regulasi dan juga berperan sebagai fasilitator, sementara itu NGO dan lembaga bisnis pada dasarnya adalah para aktor pembangunan di bidangnya masing-masing. Dalam rangka mewujudkan negara dan bangsa yang kuat, tangguh dan bersaing, maka institusi pemerintah, NGO dan bisnis, kerangka kelembagaanya juga harus diperkuat, kalau tidak, kita tidak akan pernah memiliki tim yang kuat dan tangguh dan akibatnya kita sulit untuk menjadi bangsa yang digdaya, bermartabat dan beradab.
Menuju Indonesia yang lebih baik, kerangka kelembagaan dan kerangka kerja yang harus dibangun dan dikembangkan seyogyanya berpedoman kepada prespektif pemikiran seperti itu. Kalau tidak kita akan terus-terusan udreg (bahasa jawa) dan berdebat tentang berbagai permasalahan dan isu yang sepertinya tak berujung pangkal. Karya-karya besar, ide-ide cemerlang dari para ahli di ketiga institusi tersebut adalah merupakan sumber daya produktif untuk didedikasikan menjadi faktor stimulus pembangunan di segala bidang yang akan menghasilkan kesejahteraan dan kemakmuran.
Pemerintah, NGO dan bisnis bersama sama melakukan transformasi di bidang ekonomi maupun di bidang yang lain untuk menghasilkan kemandirian yang kuat. Proses transformasinya harus dapat berjalan sedemikian rupa dengan mengakomodasi nilai agama, budaya, intelektualitas dan profesionalisme. Kerjasama yang harmonis antara pemerintah, NGO dan bisnis menjadi sebuah kebutuhan dan tidak boleh terbelah oleh rivalitas politik yang jorok, konyol yang dapat berpotensi mengganggu stabilitas dan pertumbuhan. Dengan cara ini kedaulatan ekonomi akan terwujud dan cita-cita kita bersama untuk menjadi tuan di negeri sendiri akhirnya akan dapat kita raih.Pikiran semacam ini harus terkelola dengan baik.
Kita harus bersyukur dan pandai bersyukur hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis dan melaksanakan desentralisasi. Dengan demikian kita dijamin untuk dapat mengembangkan inovasi dan kreatifitas dalam hal berfikir dan bertindak sebagai modal sosial dan modal intelektual untuk melakukan perubahan dan pembaharuan. Pada saatnya kita semua harus sampai kepada tahap kedewasaan dalam berpolitik, bermasyarakat, bernegara dan berbangsa. Juga dewasa dalam berekonomi dan berbudaya.
Kedewasaan itu tidak boleh ditunggu dalam kurun waktu yang panjang, tetapi harus sesegera mungkin karena dinamika kehidupan yang akan kita lewati mengalami perubahan yang cepat. Kemitraan yang kokoh dalam bentuk public private partership sudah waktunya harus dilakukan dalam segala aspek kehidupan, bukan hanya di bidang ekonomi saja. Pemerintah dengan kebijakan fiskalnya, secara bertahap harus sudah mulai memberikan kepercayaan kepada NGO untuk menjadi aktor/pelaksana pembangunan di bidang-bidang yang menurut pemerintah tidak harus dikerjakannya sendiri, misal bidang pendidikan, kesehatan dan lingkungan hidup, serta progam-program pemberdayaan masyarakat.
Konsekwensinya, harus ada perubahan yang mendasar dalam sistem regulasinya agar desentralisasi fiskal tidak dilakukan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah saja, tetapi bisa langsung ditransfer ke NGO-NGO0 yang dinilai proper dan kredibel. Dalam hubungan ini peran pemerintah cukup hanya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaanya saja. Pengawasan dan audit bisa dijalankan oleh BPK maupun aparat pengawas intern pemerintah. Konsep pemikiran ini ingin merespon suatu kondisi idial yang harus dapat kita capai, yaitu bahwa desentralisasi pada akhirnya harus berujud pada beralihnya fungsi pembangunan yang dalam beberapa hal masih diurus dan dikerjakan oleh pemerintah sendiri, kemudian diserahkan atau didelegasikan kepada NGO.
Inilah bentuk reformasi yang harus kita siapkan dan dilaksanakan. Kalau reformasi yang semacam ini bisa dimufakati, maka konsekwensinya seluruh atau sebagian dari aturan main yang ada harus diubah dan ditata kembali. Apapun konsekwensinya yang harus kita pikul, yang pasti kita sudah merindukan bagaimana agar pemerintah dapat bekerjasama secara efektif dengan NGO dan lembaga bisnis. Kartel antara pemerintah, NGO dan lembaga bisnis adalah alat yang ampuh untuk membangun Indonesia yang lebih baik di zaman globalisasi.***