PDIP “Menyentil” Jenderal Gatot Nurmantyo

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – PDIP ‘menyentil’ Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo usai membaca puisi “Tapi Bukan Kami yang Punya” yang dibacakan di Rapimnas Golkar.

Anggota Komisi I DPR Andreas Hugo Pareira mengatakan penyampaian kritik ala Panglima TNI bukanlah hal yang baru. Namun menurutnya lebih baik Panglima TNI berbicara tentang Trisakti dibanding hal yang disampaikan lewat puisi.

“Bung Karno sudah dari tahun 50-an mengingatkan kita tentang bahaya liberalisme-kapitalisme. Soal Exploitation d’lhome par lhome. Tentang penting Trisakti Berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam Kebudayaan,” kata Anderas kepada wartawan, Selasa (23/5/2017).

“Kalau panglima paham itu, seharusnya, jauh lebih berisi, dan bermakna jika panglima berbicara tentang Trisakti, tentang neokolonialisme-neoimperialisme ajaran Bung Karno. Jauh lebih baik untuk seorang kesatria TNI, apalagi Panglima,” sambung Ketua DPP PDIP ini.

Seharusnya Panglima TNI menyadari sebagai bagian dari pemerintahan. Mengkritik Pemerintah lewat puisi sama seperti mengkritik kekurangan diri sendiri.

“Kalau Panglima bermaksud dengan puisi ini untuk kritik pemerintahan Jokowi, salah alamat deh. Jangan-jangan ibarat menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri,” tutur Andreas.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membacakan sebuah puisi di acara Rapimnas Golkar yang dihelat di Balikpapan, Kalimantan Timur. Gatot mengatakan isi puisi tersebut bercerita soal tangisan di suatu wilayah Indonesia.

“Ini tangisan suatu wilayah, dulu dihuni Melayu, di Singapura, sekarang menjadi seperti ini (sambil memperlihatan slide tentang pengungsi). Kalau kita tak waspada, suatu saat bapak ibu sekalian, anak cucunya tidak lagi tinggal di sini. Gampangnya, kita ke Jakarta semua teratur rapi, punya Betawi di sana?” sebut Gatot.


Berikut puisi lengkap ‘Tapi Bukan Kami Punya’ yang dibacakan Jenderal Gatot:

Sungguh Jaka tak mengerti
Mengapa ia dipanggil ke sini.
Dilihatnya Garuda Pancasila
Tertempel di dinding dengan gagah.

Dari mata burung Garuda
Ia melihat dirinya
Dari dada burung Garuda
Ia melihat desa

Dari kaki burung Garuda
Ia melihat kota
Dari kepala burung Garuda
Ia melihat Indonesia

Lihatlah hidup di desa
Sangat subur tanahnya
Sangat luas sawahnya
Tapi bukan kami punya

Lihat padi menguning
Menghiasi bumi sekeliling
Desa yang kaya raya
Tapi bukan kami punya

Lihatlah hidup di kota
Pasar swalayan tertata
Ramai pasarnya
Tapi bukan kami punya

Lihatlah aneka barang
Dijual belikan orang
Oh makmurnya
Tapi bukan kami punya .(red)

CATEGORIES
TAGS