P3DN ”Quo Vadis“
Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz
EKONOMI Indonesia terus bertumbuh, tahun 2012 mencapai 6,23%. Apakah ada sumbangan P3DN menciptakan pertumbuhan tersebut? Alat ukurnya rasa-rasanya belum ada. Atau pemerintah memang belum melakukan perhitungan dengan menggunakan metode tertentu untuk mengukur efektifitasnya. Namun, secara makro dengan basis data tahun 2012, dapat kita catat bahwa pertumbuhan ekonomi 6,23% masih tetap didominasi oleh pengeluaran belanja konsumsi rumah tangga.
Dari total PDB sebesar Rp 8.241,9 triliun, 54,56% sumbangan dari pengeluaran belanja konsumsi rumah tangga. Sumbangan dari investasi fisik/PMTB 33,16%.Dua sisi aspek pengeluaran ini secara makro pada dasarnya adalah obJek pasar yang bisa digarap oleh progam nasional P3DN, yang total nilainya Rp 7.229,8 triliun.
Khusus untuk pengeluaran belanja konsumsi rumah tangga, tampak lebih berkorelasi positif dengan tingginya laju pertumbuhan sektor non – tradable (yang relatif tidak menyerap tenaga kerja), yaitu listrik, gas dan air bersih 6,40%; perdagangan, hotel dan restoran 8,11%; pengangkutan dan komunikasi 9,98%; keuangan, real estate, jasa perusahaan 7,15%; dan jasa-jasa 5,24%.
Dampak pengeluaran belanja konsumsi rumah tangga yang pada 2012 tumbuh 5,38% tidak memberikan dorongan tumbuhnya sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan dengan laju yang tinggi, karena sektor ini hanya tumbuh 3,97%. Sementara itu, sektor industri pengolahan hanya tumbuh 5,73%. Bandingkan dengan laju pertumbuhan sektor non-tradable yang tumbuh antara 6-9%.
Secara makro bisa diindikasikan bahwa pengaruh impor masih cukup besar untuk memenuhi kebutuhan belanja konsumsi domestik maupun belanja investasi fisik. Hal ini bisa dilihat bahwa dari sisi penggunaan, komponen impor masih cukup besar, yakni mencapai 25,81% dari total PDB atau sekitar Rp 2,127,2 triliun. Di sisi komponen ekspor sumbangannya lebih rendah yakni 24,26%. Rendahnya sumbangan ekspor sudah sama-sama kita tahu penyebabnya, yakni daya saing yang rendah untuk sebagian produk manufaktur kita dan ekspor berbasis komoditi primer yang sekarang harganya turun.
Efisiensi dan Produktivitas
Indonesia menghadapi persoalan serius dalam hal yang terkait dengan h efisiensi dan produktivitas. Dua hal ini yang harus bisa dipecahkan oleh pemerintah sekarang maupun yang akan datang. Total faktor produktivitas merupakan penjelasan utama atas “buruknya” kinerja ekonomi suatu negara, dan Indonesia menghadapi soal ini dalam kurun waktu yang relatif panjang. Buktinya, sejak Orba hingga sekarang kita belum berhasil membebaskan diri dari belenggu “ekonomi biaya tinggi”.
Menjawab pertanyaan “P3DN”- Quo vadis, tidak mudah, karena beberapa alasan, antara lain, pertama, daya saing rendah sehingga secara relatif harga produk dalam negeri lebih mahal dari impor (baik yang masuk secara resmi maupun ilegal). Kedua, struktur input dalam industri juga masih tinggi bergantung pada impor.
Ketiga, nasionalisme kalangan konsumen bangsa ini juga rendah, yang kuat malah nasionalisme globalnya, dan ini bisa dilihat begitu keranjingannya sebagian golongan menengah ke atas bangsa ini yang hobi berburu barang impor, tidak hanya di dalam negeri, tetapi sampai ke luar negeri. Jadi, kalau mau sukses, P3DN tidak cukup hanya digerakkan dengan Inpres dan sekadar imbauan, tapi harus dilakukan dengan upaya yang sistematis, dengan beragam policy dan progam berkelanjutan, antara lain, stimulus, promosi, edukasi, dan advokasi.Yang pasti, melaksanakan progam P3DN, ancaman dan tantangannya berat, meskipun peluangnya besar. ***