P3DN Ala Empon-empon di Pasar Gede Harjonegoro

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

TULISAN ini akan mencoba melihat sisi lain dari pemberitaan harian Kompas terbitan, Minggu, 14 Juli 2014, berjudul Jamu untuk Rakyat, Omzetnya Mencapai Rp 13 Triliun. Sebagian dari masyarakat mungkin sudah banyak tahu mengenai P3DN, yaitu upaya yang dijalankan pemerintah untuk mengoptimalkan penggunaan barang buatan dalam negeri.

Empon-empon di antara kita juga barangkali tidak banyak yang tahu, yaitu adalah bahan-bahan herbal yang akan diolah menjadi jamu. Pasar Gede Harjonegoro adalah salah satu pasar di Solo, yang di dalamnya menyediakan kios-kios khusus untuk mendagangkan empon-empon yang sebagian sumber asalnya dari tanaman herbal lokal yang sengaja dikembangkan di sekitar wilayah eks Keresidenan Solo dan mungkin juga didatangkan dari daerah lain.

Secara sosial ekonomi, model P3DN ala jamu kita anggap berhasil, karena produksi jamu herbal meningkat tajam yang menghasilkan omzet Rp 13 triliun per tahun. Berdampak bagi pengembangan budidaya tanaman herbal yang pasti akan menyerap banyak tenaga kerja, karena dikerjakan oleh petani rakyat.

Kluster jamu menjadi tumbuh alami dan pasarnya juga nendang, karena gaya hidup sebagian masyarakat mulai tumbuh yang berdasarkan keyakinannya mulai menggeser kebutuhan untuk hidup sehat yang tidak lagi bergantung pada obat kimiawi, tetapi beralih ke penggunaan herbal.

Tren ini sudah mendunia dan secara tradisional dari sisi pasokan, kita mendapatkan saingan dari China dan Thailand di Asia Timur. Basis ekonomi jamu/herbal nasional harus diperkuat. Nasibnya jangan sampai sama seperti produksi rokok kretek, justru pelan-pelan akan dimatikan oleh regulasi yang dibuat oleh pemerintah sendiri dengan alasan kesehatan. Regulasi ini konon tidak murni menjadi kehendak pemerintah sendiri, karena kabarnya ada invisible hand yang bergerilya di balik itu yang tujuannya akan memperlemah posisi tawar produksi rokok kretek.

Nilai P3DN rokok kretek pasti tinggi, karena menggunakan banyak bahan lokal. Sumbangannya ke negara saja melalui cukai nilainya puluhan triliun rupiah. Tapi, sayangnya pemerintah mudah “menyerah” menyikapi fenomena ekonomi rokok kretek ini, yang ikonnya sangat Indonesia banget. Waktunya pemerintah membuka mata agar sektor jamu/herbal ini tidak bernasib sama seperti rokok kretek. Kita sangat berharap pemerintah memberikan dukungan penuh untuk masa depannya, baik di sisi penyediaan lahan untuk bahan-bahan herbal (empon-empon di Solo), juga di sisi produksi dan pemasarannya di dalam negeri atau di luar negeri.

Bukan Hal Rumit

Kita acungi jempol akan ikhtiar jamu Tolak Angin yang dengan keringatnya sendiri berjuang masuk pasar dunia, di Jerman, London, Australia, negara-negara ASEAN, sampai ke Timur Tengah. Local product dan local brand yang sudah berhasil go global. Ikhtiar kita untuk mem-P3DN-kan produk-produk lokal sebenarnya bukan hal yang rumit kalau kita serius menanganinya.Yang paling fundamental adalah mengembangkan produknya itu sendiri agar berdasarkan realitas pasar dapat diterima oleh masyarakat penggunanya di dalam negeri.

Menyediakan fasilitas untuk pengembangan mobil LCGC saja pemerintah mampu melakukannya. Membesarkan Unilever pemerintah juga cukup bertenaga. Pemerintah juga wajib membesarkan usaha nasional, seperti, jamu/herbal dan produk lokal lainnya.

Standaridisasi produk harus menjadi acuan utama untuk pengembangan industri jamu/herbal, karena menyangkut aspek kesehatan dan kebugaran tubuh. Begitu pula ruang publik berupa tempat-tempat promosi dan pemasaran produk lokal di tempat yang strategis dan nyaman sebaiknya dibangun oleh pemerintah melalui dukungan APBN/APBD.

Pada saat perekonomian global sedang kelelahan untuk terus tumbuh, maka sekarang saat yang tepat untuk menyehatkan pasar dalam negeri. Jangan sibuk mengundang dan memanjakan tamu asing, sementara tokoh-tokoh pejuang pengembang kewirausahawan nasional malah menggali kuburnya di negerinya sendiri.

Apa yang telah diraih oleh komunitas jamu/herbal hendaknya dapat menjadi penggugah semangat kita untuk mem-P3DN-kan produk lokal dengan membangun kebijakan dan program yang lebih afirmatif, pro-kepentingan nasional yang akan berkorelasi langsung dengan kebijakan dan program yang pro-growth, pro-poor, pro-job, dan pro-green.

Dalam kaitan ini program penelitian dan pengembangan harus mendapat perhatian, termasuk pusat-pusat inovasinya harus makin diperkuat. Pendidikan dan pelatihan harus ditangani dengan baik yang berorientasi menjawab apa yang dibutuhkan masyarakat, bukan untuk kepentingan proyek. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS