“Overpromise”, “Under Deliver”
Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi
DALAM iklim keterbukaan dan sistem demokratis, struktur kekuasaan politik di lingkungan pemerintahan dan lembaga legislatif harus kuat, kredibel, profesional, dan kompeten. Syarat ini penting dan harus bisa dipenuhi kalau mereka ingin dipercaya oleh rakyatnya. Pemerintah dan lembaga legislatif harus mampu menjawab apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya. Mampu memecahkan berbagai masalah yang dihadapi oleh bangsa dan negaranya, baik di dalam negeri maupun dalam rangka hubungan internasional.
Perjalanan selama ini, baik pemerintah maupun lembaga legislatif, dinilai malah hanya menambah beban masalah, bukan berhasil menjadi problem solver yang efektif. Penyelenggaraan negara dengan gaya kerja yang lebih banyak memberikan janji angin surga (overpromise), tetapi miskin karya yang bisa menghasilkan perubahan yang bermanfaat (under deliver), menyebabkan posisi pemerintah dan lembaga legislatif pasti akan selalu berada di bawah tekanan hebat (under pressure) di sepanjang masa baktinya. Gaya kepemimpinan politik yang overpromise dan under deliver tidak cocok untuk memimpin Indonesia ke depan karena seperti yang sudah banyak dibahas, mereka itu bukan tokoh negarawan yang selalu siap menjadi problem solver.
Indonesia ke depan tidak bisa lagi diurus dengan cara rangkap jabatan seperti sekarang ini. Menjadi presiden merangkap sebagai Ketum PD. Menjadi Menko Perekonomian merangkap Ketum PAN. Menjadi Menteri Agama merangkap Ketum PPP. Yang demikian pasti akan selalu ada konflik kepentingan. Mengurus bangsa dan negara tidak bisa disambi dengan rangkap jabatan, apalagi keduanya adalah jabatan politis.
Banyak Regulasi
Amat disayangkan dan patut disesali ketika kita setiap saat hanya dijejali dengan berita tentang janji angin surga. Sementara itu, seperangkat sumber daya, yang selalu menyertai mereka agar mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh bangsa ini, gagal didayagunakan. APBN-nya dari tahun ke tahun makin bertambah besar, tetapi masih saja digunakan secara business as usual, ditambah lagi dipakai untuk bancaan dengan cara dijarah/dikorupsi dan sebagainya. Begitu banyak kebijakan/regulasi dibuat, tetapi tidak dapat diimplementasikan di lapangan. Wajar kalau kita memberikan penilaian buruk bagi kinerja pemerintah dan lembaga legislatif yang hanya mampu memproduksi janji dan belum mampu menghasilkan karya yang dapat ditinggalkan sebagai legacy.
Legitimasi mereka, sejatinya bias, karena tidak disertai dengan banyak prestasi. Pemerintah dan lembaga legislatif “gagal menyuplai produk kebijakan dan program yang berkualitas”, akibat proses produksinya buruk, karena banyak diwarnai oleh konflik kepentingan. Fokusnya lebih banyak diwarnai oleh semangat untuk menjaga konflik politik di antara parpol yang tergabung dalam koalisi, ketimbang fokus untuk mengatasi berbagai ragam isu masalah yang mengadang negeri ini.
Contoh yang paling kasatmata adalah pemerintah dan lembaga legislatif belum mampu melahirkan kebijakan di bidang ekonomi yang bisa menjawab masalah efisiensi, produktivitas dan daya saing ekonomi nasional. Hingga kini kita masih hidup dalam lingkungan ekonomi domestik yang serba mahal akibat sistemnya masih high cost.
Program penyesuaian struktural (structural ajusment program) yang bukan konsepnya IMF dan Bank Dunia, tidak kunjung bisa dimunculkan. Akibatnya pertumbuhan sektor pertanian, sektor tambang dan mineral, serta sektor industri pengolahan, kinerjanya kian terpuruk. Lagi-lagi situasi ini terjadi akibat pemerintah dan lembaga legislatif gagal men-dilever kebijakan dan program-programnya untuk memperbaiki keadaan tersebut.
Produktivitas sektor-sektor tersebut sangat rendah dibandingkan dengan negara tetangganya di ASEAN. Padahal, dua tahun lagi akan bergabung dalam “Pasar Bebas ASEAN” yang mempersyaratkan bahwa apa pun kondisinya, daya saing merupakan jawaban satu-satunya yang harus dipenuhi oleh setiap negara yang terlibat langsung. Di situ ada pula kerja sama ekonomi dalam rangka ASEAN-China, ASEAN-Korsel, ASEAN-India, ASEAN-Australia, NewZealand, dan lainnya. Semuanya dibangun dengan semangat perdagangan bebas di kawasan.
Overpromise bukan zamannya lagi. Under deliver adalah yang kita butuhkan, dan salah satu jawaban yang harus dikerjakan adalah menjalankan kebijakan dan program penyesuaian struktural di segala bidang agar bangsa ini dapat segera keluar dari berbagai masalah. ***