NTB dan NTT Jawaban akan Gonjang-ganjing Garam di Indonesia

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com)  – Gonjang ganjing impor garam diperkirakan akan terselesaikan setelah pengembangan ladang baru garam di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB), rampung.

Direktur Industri Kimia Hulu, Kementerian Perindustrian, Muhammad Khayam kepada wartawan di ruang kerjanya kemarin mengatakan, sebenarnya sejak akhir tahun 1990, pemerintah sudah memberi izin kepada PT Panggung untuk membuka ladang garam di Kabupaten Teluk Kupang, NTB. Namun entah kenapa pembangunan ladang garam itu tidak terjadi.

Padahal katanya, jika ladang garam tersebut dibuka sejak 1990, Indonesia saat ini sudah swasembada garam.

Pasalnya katanya, luas lahan yang tersedia di wilayah NTB dan NTT cukup luas dan memenuhi syarata untuk menjadikan produksi garam d dalam negeri menjadi surplus.

Sesuai data, lahan ladang garam yang sudah tersedia dan siap diolah di  wilayah NTB dan NTT  seluas 15.000 hektar dimana 7.000 hektare milik Ketua DPR Setya Novanto dengan bendera PT Panggung dan sisanya milik banyak nama.

Diperkirakan jika dimanfaatkan maksimal, NTB dan NTT dapat memproduksi sekitar 150 ton garam per hektar/tahun sementara yang ada saat ini Indonesia, hanya memproduksi 70.000ton garam/hektar/tahun.

Diakui oleh Khayam kalau air laut di Pulau Jawa sebagai bahan baku garam umumnya sudah tercemar logam berat sehingga untuk diolah jadi garam harus dilakukan pembersihan yang maksimal dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, agar garam resebut aman dikonsumsi. Biaya operasionalnya-pun menjadi tinggi membuat harga garam Indonenesia lebih tinggi disbanding garam impor dari Australia.

Tapi air laut di NTB dan NTT katanya, aman dari polusi sehingga biaya produksi untuk pembersihan logam menjadi nihil dan akhirnya harga garam produksi NTB dan NTT sangat bisa menyaningi garam impor.

Di tempat terpisah, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan komoditi garam telah menjadi masalah yang bertahun-tahun terbengkalai. Dia mengatakan, Pemerintah Kabinet Kerja kini berusaha membereskan masalah tersebut.

Dia  menargetkan, dua tahun lagi tidak akan ada impor garam lagi dengan mengatur pasokan garam konsumsi dan industri.

“Kita lihat dalam dua tahun ke depan kita tidak perlu impor lagi. Garam konsumsi kita berlebihan, pengelolaannya tidak efisien,” ujar Luhut di kantor bidang Kemaritiman, Jakarta, kemarin.

Luhut bilang, saat ini Kantor Menko Kemaritiman sedang membangun sebuah sistem agar kelangkaan garam tidak terjadi lagi. Salah satu caranya dengan mendirikan koperasi garam.

“Rakyat yang kerjakan, airnya disiapkan pemerintah. Saya sudah lapor bertahap ke Presiden bahwa ini akan dilakukan,” ungkap Luhut.

Dia melihat progresnya di sentra-sentra produksi garam seperti Madura, NTT, Rantepao dan Jeneponto. “Jadi saya pikir dengan begini semua bisa berjalan.” (sabar)

CATEGORIES
TAGS