Negara Tidak Punya Kepemimpinan
Laporan: Redaksi
JAKARTA, (Tubas) – Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syafii Maarif mengatakan, kendati negeri ini memiliki tokoh atau pemimpin formal seperti Presiden dan Gubernur, tapi nyatanya negara ini tidak punya kepemimpinan. Buktinya, baik pejabat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memiliki kelakuan yang sama yakni antara mulut dan hati sudah lama tidak bersahabat.
Syafii mengatakan hal itu saat berorasi pada Peringatan Ulang Tahun Ketua Umum Ormas Nasional Demokrat Surya Paloh di Gedung Perintis Kemerdekaan, Sabtu 16 Juli 2011. Untuk itu Syafii meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebaiknya introspeksi diri dalam menjalankan mandat rakyat.
Menurut Syafii, masalah kepemimpinan sudah sangat krusial bagi bangsa ini. “Saya sudah bosan bicara seperti ini. Keadaan semakin memburuk dan meluncur,” ujarnya memberi komentar sekitar pernyataan Presiden SBY soal capaian program pemerintah di sejumlah kementerian yang tidak mencapai 50 persen pada tahun kedua pemerintahan. “Jangan mengeluh dong, apa perintahnya tidak masuk akal atau anak buah tidak patuh?”, katanya.
Dalam sidang kabinet dua pekan lalu, SBY mengungkapkan kekecewaannya soal laporan pelaksanaan instruksi Presiden yang capaiannya kurang dari 50 persen. Menurut Syafii, jika memang para pembantu Presiden sudah tidak patuh lagi, maka kepemimpinan itu telah berakhir meskipun pemilihan umum sudah memberikan mandat kepadanya sesuai konstitusi.
Di bagian lain uraiannya, Syafii menyebut kendati pemimpin negara telah menyatakan menghunuskan pedang untuk memerangi korupsi, tetapi sang pemimpin tidak pernah beraksi. Misalnya dalam hal mendatangkan tersangka kasus Wisma Atlet SEA Games, Muhammad Nazaruddin. Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu dikabarkan berada di Singapura, tetapi pemerintah tidak mampu menggapainya. “Negara telah gagal menghadapi Nazaruddin,” ujarnya.
Rp 100 Juta
Sementara itu, Muhammad Nazaruddin yang kini menjadi buronan interpol dihargai Rp 100 juta. Ada delapan alasan yang diajukan Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) menyiapkan dana sedemikian besar agar bekas Bendahara Demokrat itu bisa segera ditangkap.
“Kami punya sejumlah alasan kenapa Nazaruddin pantas dihargai Rp 100 juta,” kata Presiden LIRA, Jusuf Rizal di Jakarta Sabtu 16 Juli 2011.
Alasan pertama, menurut Jusuf adalah pemerintah Indonesia saat ini menyatakan perang terhadap berbagai tindak pidana korupsi. Karena tindakan korupsi memberikan efek multiplyer negatif bagi kemajuan bangsa.
Kedua, LIRA dan Federasi LSM Indonesia memandang koruptor sebagai “Penjahat Negara”. “Para koruptor adalah warga negara yang tidak Pancasilais dan merusak ketahanan bangsa,” ujarnya.
Ketiga, LIRA menilai Nazaruddin diduga banyak terlibat dalam praktek korupsi yang banyak merugikan negara. Selain itu, tersangka suap Kemenpora itu dinilai menyimpan banyak kartu As berbagai pihak yang ikut terlibat dalam berbagai kasus korupsi yang kini diusut penegak hukum. “Nazaruddin adalah saksi kunci yang perlu segera ditangkap untuk membeberkan secara terang benderang penikmat uang haram bangsa Indonesia itu,” jelasnya.
Alasan keempat, menurut Jusuf, Presiden SBY sebelumnya telah memberikan komitmen pemberantasan korupsi dan mengatakan akan memimpin di garda depan pemberantasan korupsi. SBY juga memberikan statement tidak akan pandang bulu dan tebang pilih, siapa pun yang melakukan tindak pidana korupsi harus diproses hukum. Termasuk keluarganya, partai politiknya maupun masyarakat umum.
Kelima, kepolisian dan KPK telah bekerja dan berusaha keras untuk menangkap Nazaruddin agar berbagai kasus yang dituduhkan serta berbagai nama yang disebut ikut terlibat bisa diproses secara hukum. Bahkan Kepolisian telah mengeluarkan Red Notice ke 188 negara untuk menangkap Nazaruddin. “Namun sampai saat ini hasilnya belum menunjukkan harapan yang memuaskan bagi masyarakat dan pemerintah,” ujarnya.
Alasan keenam, lanjut Jusuf, LIRA melihat upaya pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat yang acuh akan mempersulit upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. “Kita perlu kembangkan pengawasan melekat agar berbagai tindak kejahatan atau kerawanan sosial sedini mungkin dapat dicegah,” ujarnya.
Selanjutnya, menurut Jusuf, Nazaruddin perlu lebih cepat ditangkap agar jangan sampai dihabisi lebih dulu oleh kelompok-kelompok yang gelisah dan ketakutan dengan nyanyiannya. Karena itu masyarakat harus ikut mengawasi dan mengawal agar proses hukum Nazaruddin berjalan transparan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
LIRA, lanjut Jusuf, meyakini Nazaruddin pun akan pulang ke Indonesia karena asetnya lebih banyak ditanam di dalam negeri. Namun Nazarudin diduga turut dibantu dan disembunyikan oleh jaringan politikus busuk. “Untuk itu kami akan ikut bergerak membantu kepolisian dan KPK untuk menangkap Nazaruddin yang sudah masuk daftar buronan,” ujarnya.
Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, tidak mempersoalkan sayembara yang digelar untuk Nazaruddin. “Oh, ada sayembara seperti itu ya? Saya kira itu inisiatif masyarakat. Saya kira hal itu baik,” kata Anas di Lapangan Senayan, Jakarta Selatan, Jumat.
Namun Anas mengingatkan, aparat penegak hukumlah yang mengemban tanggung jawab resmi untuk memburu dan memulangkan Nazaruddin, rekan separtainya yang kini hilang tak tentu rimbanya itu. “KPK sedang bekerja, kepolisian juga sedang bekerja, pemerintah atas instruksi Presiden juga sedang bekerja,” ujar Anas. (sabar)