Oleh: Fauzi Azis

SETELAH sebulan lamanya umat Islam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, mereka akan segera merayakan hari raya Idul Fitri 1433 H. Duka cita pasti selalu menyertai kehidupan umat muslim selama menjalani ibadah puasa Ram adhan, sebagaimana juga dialami oleh umat-umat yang lain.
Kembali ke fitroh, kembali ke alam kesucian begitu secara mudah makna Idul Fitri kita fahami. Siklus yang demikian Allah ciptakan agar umat manusia yang diangkat oleh Tuhan sebagai wakil-Nya di bumi selalu mengingat-Nya, selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.
Agar manusia saling mau berbagi, saling bertolong-tolongan dalam kebajikan dan kebaikan. Kegiatan ibadah selama Ram adhan tidak dimaknai sekedar ibadah ritual biasa yang bersifat normatif dan saat Idul Fitri tiba taked for garanted setelah saling bermaaf-maafan semua bersih dan suci. Tentu tidak seperti itu memaknainya.
Secara spiritual dan emosional yang diharapkan adalah terjadinya transformasi yang dahsyat dalam kehidupan setiap manusia agar lebih dapat saling memuliakan sesamanya dan mendapatkan kemuliaan di sisi Allah.
Itu artinya, dalam diri setiap manusia diharapkan terjadi perubahan pola pikir dan pola tindak agar ibadah menjadi lebih bernilai,berguna bagi orang lain dan secara komunal mampu menjadi triger bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih bersih,lebih mengerti arti kehidupan yang paling hakiki, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Hedonisme, konsumerisme dan perilaku korup adalah sebuah manifestasi dari kehidupan manusia yang lebih didorong karya cipta manusia sendiri yang hakekatnya telah “gagal” mengkombinasikan dua kutub kekuatan yang ada pada diri insan yang bersifat duniawi dan uhrowi.
Manusia yang lebih mencintai dunia, mengejar harta dan tahta, tapi nyaris lupa menggunakan kekuatan sepiritualitasnya secara maksimal agar manusia dapat terjaga dan terbebas dari tindakan yang tidak baik dan tidak benar, baik dilihat dari hukum Tuhan maupun hukum negara dalam mendapatkan harta dan tahta.
Akibatnya, banyak manusia yang terhormat terperosok dalam lembah kehidupan yang nista, penuh nafsu angkara murka yang membelenggu jiwa raganya. Mudah-mudahan dengan ibadah Ramadhan yang kita jalani di setiap tahun dan selalu diakhiri dengan Idul Fitri (kembali suci), dapat menjadi bahan renungan kita bersama bahwa saatnya kita harus berubah dan mengubah perilaku untuk membangun negeri ini menjadi lebih baik, negeri yang mampu membebaskan diri setiap pemimpinnya dari perbuatan tidak terpuji di hadapan Tuhan maupun manusia.
Mampu mengubah negeri ini dari segala bentuk kemiskinan, tidak hanya kemiskinan yang bersifat material, tetapi juga kemiskinan yang bersifat spiritual dan intelektual. Tidaklah berlebihan kalau penulis mengajak semua warga bangsa bahwa dengan semangat Ramadhan dan Idul Fitri, momen yang baik ini kita jadikan tonggak untuk mengakhiri segala bentuk sikap dan perilaku yang tidak terpuji untuk menatap kehidupan yang lebih baik dan lebih berkualitas serta bermanfaat bagi kemaslahatan bersama.
Sikap dan perilaku yang senantiasa produktif untuk mengatasi berbagai masalah yang mendera bangsa ini. Sikap produktif yang bernilai ibadah yang penuh dengan nilai kejujuran dan keikhlasan. Yang benar hanyalah kuasa Allah. Kebenaran ciptaan manusia belum tentu benar di mata Allah.
Kapitalisme, liberalisme dan bahkan sosialisme, demokrasi sekalipun adalah doktrin ciptaan manusia yang kebenaran doktrin tersebut bersifat relatif, bahkan bisa dibilang kondisional, karena yang hakiki itu adalah kebenaran miliknya Allah yang wajib kita yakini dengan penuh keimanan.
Mari kita berusaha untuk menjadi wakil Allah di bumi dengan penuh tanggungjawab berdasarkan semangat ibadah mengabdi kepadaNYA. Tanpa kecuali, kita semua akan dimintai pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas “kewalian” yang diamanahkan kepada manusia – para penghuni planet bumi. Semoga bermanfaat.Selamat merayakan Idul Fitri 1433-H, mohon maaf lahir dan batin.***