JAKARTA, (tubasmedia.com) – Program 3 juta unit rumah per tahun yang menjadi salah satu janji utama Presiden Prabowo Subianto kembali menjadi sorotan. Dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI pada 19 Mei 2025, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, yang akrab disapa Ara, mendapat kritik tajam.
Anggota DPR menilai peta jalan program tersebut masih sangat kabur, baik dari segi anggaran, pelaksanaan, maupun strategi pencapaian. Bahkan, program ini disebut hanya “omon-omon” alias omong kosong tanpa kejelasan. Apa saja poin kritik DPR dan bagaimana tanggapan Menteri Ara?
Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Yanuar Arif Wibowo, menjadi salah satu yang paling vokal dalam rapat tersebut. Ia menyoroti bahwa hingga Mei 2025, program 3 juta rumah masih belum memiliki kejelasan anggaran dan pelaksanaan.
“Ini belum ada anggarannya, belum ada pelaksanaannya. Ini sudah bulan Mei, target 2.247.088 rumah masih entah di mana,” tegas Yanuar, Senin (19/5/2025).
Hanya Omon-omon
Ia bahkan menyebut program ini hanya “omon-omon”, mengindikasikan bahwa janji tersebut terkesan tidak realistis dan hanya sebatas wacana tanpa aksi nyata.
Senada dengan Yanuar, Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP, Haryanto, juga mempertanyakan kematangan perencanaan. Menurutnya, target 3 juta rumah belum didukung peta jalan yang rinci, terutama terkait skema pembiayaan.
“Belum jelas yang dibiayai pemerintah berapa, tanggung jawab investor berapa, dan bagaimana mitigasi jika target tidak tercapai,” ujar Haryanto.
Ia mencontohkan, jika menggunakan skema Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) sebesar Rp20 juta per unit, maka diperlukan tambahan dana hingga Rp 60 triliun. Ini merupakan jumlah yang jauh dari anggaran Kementerian PKP 2025 yang hanya Rp 5,078 triliun, bahkan turun drastis dari Rp 14,3 triliun pada 2024.
Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, juga menegaskan bahwa backlog perumahan tidak berkurang signifikan meskipun program serupa telah digulirkan sebelumnya. Ia menghitung bahwa untuk mencapai 3 juta rumah per tahun, pemerintah harus membangun 8.220 unit per hari, angka yang dinilai sulit dicapai dengan anggaran terbatas dan tanpa strategi yang jelas.
Masih Sangat Mentah
Dalam rapat tersebut, Ara memaparkan sejumlah tantangan yang dihadapi, termasuk masalah lahan, pembiayaan, dan koordinasi dengan berbagai pihak. Ia mengakui bahwa penyediaan lahan sering kali menuai persoalan hukum, terutama terkait status tanah yang dihibahkan. Selain itu, keterbatasan anggaran menjadi kendala utama, di mana Ara berharap adanya dukungan likuiditas dari perbankan dan investor swasta.
Namun, paparan ini justru menuai lebih banyak pertanyaan. Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, menilai bahwa peta jalan yang disusun Kementerian PKP masih sangat mentah.
“Roadmap-nya belum memenuhi kriteria untuk program sebesar ini. Harusnya ada indikator target, sumber pembiayaan, dampak, keberlanjutan, dan model pengawasan,” kritik Syaiful.
Ia juga menyoroti bahwa tanpa kejelasan ini, banyak masyarakat yang membatalkan pembelian rumah karena berharap mendapat rumah gratis dari program tersebut.
Menanggapi kritik pedas tersebut, Ara menegaskan bahwa ia tidak memiliki visi misi pribadi, tetapi hanya menjalankan visi misi Presiden Prabowo.
Ara Siap Direshuffle
“Tidak ada visi misi menteri, yang ada hanya visi misi presiden. Saya siap di-reshuffle jika tak mampu menjalankan tugas dengan baik,” ungkapnya.
Ara juga menyebut bahwa pihaknya telah berupaya melibatkan berbagai pihak, termasuk perusahaan swasta, untuk mendukung program ini. Hingga kini, enam perusahaan besar diklaim telah berkomitmen, meskipun detailnya belum dijelaskan secara terperinci.
Ara juga menyampaikan masih membuka ruang untuk masukan, termasuk dari DPR. Ia mengaku telah menyiapkan peta jalan sejak lama dan siap mempresentasikannya, meskipun hingga rapat tersebut dokumen tersebut masih belum memberikan kepastian yang diharapkan DPR.
“Kami terbuka untuk koreksi, nanti kita sepakati bersama dengan skala prioritas,” tambahnya.
Skeptisisme
Kritik DPR terhadap program 3 juta rumah bukan tanpa alasan. Sejak digulirkan pada Oktober 2024, program ini terus menuai keraguan dari berbagai pihak, termasuk asosiasi pengembang seperti REI, Apersi, dan Himperra. Mereka mengeluhkan ketidakjelasan regulasi dan peta jalan, yang membuat mereka bingung menentukan peran dalam ekosistem perumahan.
Selain itu, capaian pembangunan rumah di era sebelumnya yang hanya sekitar 150.000 unit per tahun, jauh dari target 3 juta, menambah skeptisisme terhadap program ini.
Di sisi lain, kondisi ekonomi global yang tengah dilanda ketidakpastian, ditambah anggaran Kementerian PKP yang minim, menjadi tantangan tersendiri. Beberapa pengamat menilai bahwa pemerintah perlu lebih realistis dengan menurunkan target atau memperjelas strategi gotong royong yang melibatkan swasta, perbankan, dan pemerintah daerah. Tanpa perencanaan yang matang, program ini berisiko menjadi “mimpi indah” yang sulit terwujud, sebagaimana disindir oleh Anggota Komisi V DPR, Yasti Soepredjo. (sabar)