Menperin Gugup Hadapi MEA 2015
Laporan: Redaksi
BANDUNG, (TubasMedia.Com) – Untuk mewujudkan kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2013, seluruh pejabat eselon satu dan dua telah menandatangani kontrak kinerja berupa dokumen penetapan kinerja 2013. Isi kontrak kerja berupa target-target yang harus dicapai masing-masing pejabat termasuk Menteri Perindustrian.
Hal diutarakan Menteri Perindustrian MS Hidayat dalam acara Workshop Pendalaman Kebijakan Industri untuk Wartawan di Bandung, Kamis. ‘’Kalau kinerja tidak dipenuhi dan isi kontrak gagal, pasti ada konsekwensinya,’’ kata menteri tanpa menjelaskan konsekwensi dimaksud.
Penetapan kinerja Kementerian Perindustrian dilakukan Menteri Perindustrian dan disampaikan kepada presiden sementara penetapan kinerja eselon satu yang ditandatangani para Dirjen/Irjen dan Kepala BPKIMI dan diketahui Menteri Perindustrian dan penetapan kinerja eselon dua yang ditandatangani para pejabat eselon dua, diketahui para pejabat eselon satu masing-masing.
Kontrak kinerja tersebut dipandang amat penting untuk menghadapi persaingan di pasar global yang semakin ketat. Hidayat memberi contoh memasuki pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, butuh persiapan yang sangat super.
MEA bertujuan menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, dimana terjadi free flow atas barang-barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antarnegara ASEAN.
Hidayat mengakui dengan dibukanya MEA 2015 akan menciptakan peluang integrasi ekonomi, menciptakan peluang pasar, mendorong investasi dan membentuk joint venture untuk memudahkan akses bahan baku. Namun demikian tantangan yang ditimbulkan MEA juga tidak kalah berat seperti pengawasan barang impor, perlindungan terhadap unfair trade serta infrastruktur dan biaya logistik.
Saat ditanya posisi daya saing produk Indonesia dibanding negara-negara ASEAN lainnya pada saat MEA 2015 diberlakukan, Hidayat mengatakan dirinya gugup.
‘’Inilah yang membuat saya gugup. Apakah kita sudah siap memasuki MEA 2015. Saya masih gugup sebab masih banyak yang harus kita lakukan untuk memenangkan pertarungan itu,’’ tegas Hidayat.
Menghadapi kompetisi di pasar global tersebut, lanjut Hidayat, Indonesia harus benar-benar melakukan terobosan-terobosan yang sangat spektakuler. Dia memberi contoh persaingan untuk menghadapi tender sebuah pekerjaan dari Kementerian PU misalnya.
‘’Anda nanti jangan kaget kalau tiba-tiba di samping kiri kanan anda ada kontraktor asing dari Thailand atau Singapura yang lebih siap dan lebih kompetitif dari perusahaan anda. Tingkat suku bunga perbankan mereka hanya enam persen sementara Indonesia 10 persen dari sisi itu saja, kita kalah, belum lagi kita bicara kemampuan secara teknik, mereka lebih unggul,’’ katanya.
Karena itu, tambah Hidayat bicara tentang kesiapan daya saing Indonesia memasuki MEA 2015, harus dibahas secara lintas sektoral. Daya saing dimaksud tidak lagi hanya terbatas pada daya saing produk, tapi juga kebijakan Indonesia secara umum, menyangkut infrastruktur, tingkat syuku bunga dan semuanya. ‘’Terus terang saya gugup,’’ tegasnya. (sabar)