Menkumham Jelaskan Alasan Rencana Berikan Remisi bagi Napi Koruptor

Loading

images

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menjelaskan alasan di balik rencana pemberian remisi bagi narapidana koruptor. Filosofinya, membina terpidana koruptor. Ini adalah hak narapidana dalam konteks human rights.  “Manusia sejahat apa pun punya hak. Dihukum, tetapi tetap hak fundamentalnya ada,” kata Yasonna kepada wartawan, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/3/2015).

Ia mengatakan, kalau menghukum berat koruptor bisa dilakukan dengan memberatkan hukumannya. Dia tidak whistle blower. Misalnya, ada seorang napi koruptor, tidak kooperatif, bisa menjadi alasan pemberatan hukuman.
“Hakimlah yang menentukan besaran hukumannya. Dan yang lebih baik, buat koruptor itu membayar senilai yang dia korup. Itu yang harus dibayar, disita, dan ditambah pemberatan berapa miliar (dendanya),” katanya, seperti dikutip dari laman Setkab, Jumat malam.

Dikemukakan, hukuman badan tetap jalan, tetapi jangan hilangkan hak dia sebagai narapidana dalam pembinaan. Ini harus dikoreksi sistemnya. “Ini yang mau saya luruskan,” ujarnya. Diakui, rencana pemberian remisi kepada koruptor masih dalam pembahasan secara ilmiah.

Dikatakan, dia akan memperbaiki sistem pemberian remisi dan pembebasan bersyarat dengan sistem online. Untuk itu sudah dialokasikan anggaran. Narapidana yang sudah berhak menurut undang-undang untuk mendapatkan remisi, bisa langsung dimasukkan datanya online, seperti nama, kejahatan yang dilakukan, lama masa tahanan, dan apa yang sudah dilakukan selama menjadi tahanan. Jadi orang-orang bisa melihat secara transparan.

“Saya tidak menutup mata bahwa pada pemberian remisi dan pembebasan bersyarat kerap terjadi aksi suap-menyuap. Kalau tidak ada uangnya tidak dikasih remisi. Itu yang mau kita berantas, dengan sistem online nanti akan bisa, sama seperti ujian CPNS. Dan saya punya akses di kantor saya,” katanya. (ril/ender)

CATEGORIES
TAGS