Menghancurkan Industri Dalam Negeri, Susi; Bubarkan Kementerian Perdagangan
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, kembali melontarkan kritik tajam terhadap tata niaga di Indonesia, kali ini terkait polemik Minyakita.
Dikatakan, kebijakan perdagangan yang berbasis kuota hanya merugikan industri dalam negeri dan petani.
“Dari dulu sampai sekarang pendapat saya sama, bubarkan Kementerian Perdagangan!,” ujar Susi di X @susipudjiastuti, dikutip, Kamis, (13/3/2025).
Ia menilai, sistem kuota yang diterapkan dalam tata niaga berbagai komoditas justru menghancurkan sektor produksi dalam negeri, termasuk petani dan penambak garam.
“Tata niaga yang segala bisa diatur (quota) menghancurkan industri dalam negeri, merugikan petani, penambak garam, dll,” lanjutnya.
Susi mengaku pernah menyampaikan gagasan ini kepada Presiden Jokowi dan kini kembali mengusulkannya kepada Presiden Prabowo Subianto.
“Saya pernah usulkan hal ini kepada Pak Jokowi, sekarang saya usulkan kembali ke Pak Presiden Prabowo,” Susi menuturkan.
Sebagai solusi, Susi mengusulkan pembentukan kementerian khusus ekspor yang bertugas membantu produk-produk Indonesia menembus pasar internasional.
“Buat kementerian khusus ekspor, membantu produk Indonesia jual ke luar negeri,” usulnya.
Susi bilang, tugas terkait kuota perdagangan seharusnya cukup dikelola oleh Direktorat Jenderal di Kementerian Luar Negeri (Depdaglu), tanpa perlu menjadi beban Kementerian Perdagangan.
“Bikin kuota-kuota cukup kerjaan Dirjen di Depdaglu,” kuncinya.
Pernyataan Susi ini kembali memicu perdebatan tentang efektivitas tata niaga di Indonesia, terutama dalam mendukung kesejahteraan pelaku usaha dalam negeri.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menggelar inspeksi mendadak (sidak) di Pasar Lenteng Agung, Jakarta Selatan, dan menemukan minyak goreng kemasan MinyaKita yang tak sesuai dengan takaran yang tertera pada kemasan.
Saat berkeliling pasar pada Sabtu (7/3/2025), Mentan juga mendapati MinyaKita dijual dengan harga lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET), yang seharusnya Rp15.700 per liter, namun ditemukan dijual dengan harga Rp18.000.
Tak hanya itu, ia menemukan fakta bahwa volume minyak goreng dalam kemasan tidak mencapai 1 liter seperti yang tertulis pada label, melainkan hanya sekitar 750 hingga 800 mililiter. (sabar)