Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz
PRESIDEN sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, begitu pula para gubernur/bupati/wali kota, serta para anggota legislatif dan anggota DPD kehadirannya di singgasana kekuasaan karena rakyat yang memilih. Apa pun alasannya mereka itu secara de jure dan de facto resmi mendapatkan mandat untuk memimpin negara.
Seperti sudah dibahas dalam opini-opini sebelumnya, rakyat sebagai pihak pemberi mandat memiliki hak untuk menyampaikan kehendaknya agar negara dan daerah yang mereka pimpin mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat di segala bidang kehidupan. Karena rakyat ibarat pemegang saham utama dalam pengelolaan negara dan daerah propinsi/kabupaten/kota.
Menjadi kewajiban para CEO di tingkat negara dan para CEO di tingkat daerah untuk mengapitalisasi mandat yang diberikan oleh rakyat sebagai pemegang saham utama. Kehendak rakyat wajib dipenuhi, dan kehendak ini wajib dituangkan dalam kebijakan politik oleh para CEO negara dan para CEO di daerah. Keduanya harus sinkron sebab kalau tidak, pasti bias dan bilamana dibiarkan, akan melahirkan “gugatan” dari rakyat, karena apa yang menjadi kehendaknya tidak dilaksanakan dengan baik.
Hasil dari sebuah proses kapitalisasi mandat itu yang paling diharapkan adalah kehidupan yang sejahtera dan makmur. Tidak ada pengangguran dan kemiskinan. Hukum dan ketertiban berjalan dengan baik, termasuk penegakkannya. Keamanan dapat secara nyata dirasakan dalam kehidupan sehari-hari siang dan malam. Mandat itu berlaku untuk masa 5 tahun dan kalau pada periode pertama, kapitalisasi sudah mulai dirasakan, maka pada periode 5 tahun kedua, para CEO itu berhak untuk dipilih kembali.
Oleh karena itu, selama periode pertama, para CEO yang terpilih harus segera tancap gas melaksanakan tugasnya dengan baik, penuh tanggung jawab dan dedikatif agar para pemberi mandat percaya bahwa para CEO-nya bekerja serius untuk menghasilkan karya-karya besar yang hasilnya nyata dinikmati oleh rakyat. Abaikan dan buang jauh-jauh napsu untuk melakukan kapitalisasi yang tujuannya untuk memperkaya diri sendiri, kepentingan partai, dan golongan. Sibuk melakukan perselingkuhan politik hanya untuk tujuan power sharing yang orientasinya tidak lebih dari agar masing-masing tetap eksis di zona nyaman.
Lupa diri menggerogoti aset negara yang notabene aset miliknya pemberi mandat. Saking keasyikan menikmati “perselingkuhan” kalangan CEO menjadi lupa diri dengan tugas utama yang harus dijalankan, yaitu mengapitalisasi mandat rakyat. Korupsi hanya dibiarkan menjadi buah bibir wacana ketimbang dilakukan penindakan. Pemberi mandat hanya butuh legacy yang berguna bagi masa depan kehidupan.
Butuh Persoalan Tuntas
Pemberi mandat hanya butuh persoalan Century tuntas secara hukum. Begitu pula kasus Hambalang agar segera dapat diungkap siapa saja yang terlibat dan perlu segera diproses. Termasuk kasus dugaan korupsi simulator SIM harus segera dituntaskan. Lembaga Kepolisian harus memberikan contoh sebagai lembaga penegak hukum yang profesional.
Secara objektif kasus tersangka DS memang lebih tepat ditangani KPK, karena kalau ditangani oleh Kepolisian sendiri akan terbentur pada konflik kepentingan, apalagi DS seorang perwira tinggi.
Pemberi mandat 100 persen tidak percaya dengan cara-cara kerja seperti dipertontonkan oleh aksi seronok di KPK minggu ini. Kalau di kampung, peristiwa macam itu namanya “nglabrak”. Benar salah. Urusan belakang.
Semoga penjelasan CEO pemerintah dan negara dalam hal ini presiden akan jelas posisinya, apa yang harus dilakukan sebagai seorang kepala negara. Jangan pernah main-main dengan mandat rakyat yang berdaulat di negeri ini. Mandat adalah amanah dan amanah wajib dilaksanakan dengan penuh pengabdian. Masa pengabdian itu gunakanlah untuk hal-hal yang baik dan benar, menurut kaidah apa pun.
Jangan pernah setitik pun untuk berkhianat kepada pemberi mandat. Para pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya di hadapan Sang Pencipta. Di dunia bisa berkata tidak, lupa, bukan perintah dari saya dan sebagainya. Di akhirat nanti semuanya itu akan diakui tanpa paksaan dan tidak perlu berita acara.
Sebelum terlambat segeralah realisasikan segala macam bentuk janji yang notabene janji adalah utang. Segerakanlah kapitalisasi mandat rakyat, sebelum sempat nasi menjadi bubur. Sayanglah menjadi CEO oleh pemberi mandat dinilai tidak meninggalkan legacy apa-apa, meskipun IMF, World Bank, ADB, WEF memberikan penilaian lain. ***