Oleh: Marto Tobing

Marto Tobing
DENGAN ditemukannya minimal dua alat bukti terkait tindak kejahatan pidana korupsi yang dipersangkakan terhadap seseorang, itu berarti saatnya Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap yang bersangkutan. Namun pada kenyataannya, sedemikian banyak sudah para pejabat, pengusaha dan politisi yang telah distatuskan sebagai tersangka atas kejahatan yang sangat luar biasa itu, nyatanya tidak juga kemerdekaannya segera dihentikan di balik terali besi ruang tahanan KPK.
Para “rampok” keuangan negara itu baru sekedar dikenakan sanksi cegah tangkal (Cekal) untuk tidak bepergian ke luar negeri. Soal kemerdekaan ruang gerak langkahnya di seantero dalam negeri tetap saja tanpa pembatasan.
Sebagai upaya kita melawan lupa, tentu masih cukup segar dalam ingatan ketika mantan Menpora Andhi Alfian Mallarangeng dan Anas Urbaningrum distatuskan sebagai tersangka korupsi proyek Hambalang, tidak juga segera dijebloskan ke sel tahanan KPK. Perlakuan serupa juga diberikan terhadap politisi Partai Demokrat Angelina Sondakh.
Kendati sudah distatuskan sebagai tersangka korupsi proyek Hambalang, mantan Komisi X DPR ini masih saja berleha-leha di alam bebas seperti halnya tersangka korupsi mantan Gubernur Banten Ratu Atut. Dan masih cukup banyak tanpa harus menyebutkan namanya satu persatu, para tersangka korupsi itu terkesan diperlakukan istimewa.
Bahkan di saat-saat maraknya pesta demokrasi jelang berlangsungnya Pemilihan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden 2014-2019 tiba-tiba jutaan umat dikejutkan tersiar secara meluas di berbagai media massa bahwa Ketua PPP Surya Dharma Ali (SDA) dalam jabatannya sebagai Menteri Agama oleh KPK telah distatuskan sebagai tersangka tindak pidana korupsi terkait dana penyelenggaraan ibahah haji. Perlakuan istimewa itu pun tak luput dari keberadaan seorang SDA yang tentu saja dihadapkan pada sikap kesabaran umat untuk menunggu kapan saatnya mantan menteri agama itu diinapkan di hotel prodeo.
Menanggapi konfirmasi tubasmedia.com, Jum’at (6/6) di gedung KPK Jl. Rasuna Said Jakarta Selatan, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, para tersangka korupsi yang belum ditahan itu bukan berarti diberlakukan secara istimewa. “Siapa saja dan apa pun jabatannya semua sama dimata hukum. Tak ada yang diistimewakan,” ujar Johan Budi seraya menegaskan hingga saat ini tak seorang pun tersangka korupsi yang ditangani KPK berada di luar tahanan. “Kalau pun tersangka SDA belum kita tahan, itu hanya soal waktu saja. Kita tunggu saja hasil pengembangan yang sedang dilakukan penyidik,” jelas Johan Budi.
Apa yang dinyatakan Johan Budi menanggapi konfirmasi tubasmedia.com, benar adanya sebagai fakta. Bahwa tak seorang pun tersangka korupsi yang ditangani KPK bisa luput dari kerangkeng jeruji besi tahanan KPK. Adapun alasan tidak segera menahan para tersangka korupsi, itu adalah salah satu strategi jitu yang dilakukan KPK.
Sebab jika buru-buru melakukan penahanan bersamaan masih berlangsungnya pendalaman modus operandi atas kejahatan berjamaah itu, maka dikhawatirkan masa tahanan bisa saja telah melebihi batas waktu yang telah ditentukan sesuai KUHAP yakni maksimal 20 hari masa tahanan dalam tingkat penyelidikan.
Jika melebihi sehari saja dari 20 hari masa tahanan, tersangka harus dilepas yang berarti harus dibebaskan dari ruang sel jeruji besi maka status tersangka berubah menjadi berstatus tahanan luar. Risiko habis masa tahanan itulah yang tidak ingin dipertaruhkan KPK. Maka begitu ditahan, itu berarti berkas perkara tersangka sudah siap untuk diproses tahap penuntutan (requisitur) berikut sesegera mungkin dilimpahkan ke tahap persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Menurut Johan Budi, penyempurnaan berkas perkara agar selubang jarum pun tidak ada peluang untuk melemahkan dakwaan adalah salah satu penyebab utama untuk menjawab pertanyaan: “Mengapa KPK Tidak Langsung Menahan Tersangka Korupsi?”
Pertanyaan mengapa KPK dst….? Itu tentu saja tidak berlaku bagi tersangka korupsi yang tertangkap tangan. Tersangka korupsi yang tertangkap tangan tidak terlalu rumit karena barang buktinya ditemukan di tangan tersangka bersamaan saat berlangsungnya transaksi atas sejumlah dana siluman yang disepakati kedua pihak. Maka saat itu juga para penjahat si pemberi dan si penerima segera dijebloskan ke sel tahanan KPK.
Itulah sebabnya mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini langsung ditahan senasib dengan mantan Ketua MK tersangka Akil Mochtar. Pemberkasan perkara para tersangka tertangkap tangan ini dipastikan lebih mudah diproses hingga tidak sampai melewati tenggang masa tahanan sebelum diajukan ke meja hijau persidangan Pengadilan Tipikor. ***