Melanjutkan “Kemesraan”

Loading

Oleh: Enderson Tambunan

Enderson Tambunan

Enderson Tambunan

WAKIL Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tampaknya menyimpan banyak “isu” yang dapat menjadi berita hangat. Misalnya, kala berkunjung ke redaksi Kompas di Jakarta, Jumat (10/5/2013), Basuki melontarkan pernyataan yang inspiratif, yakni Jokowi berniat memimpin Jakarta selama dua periode.

“Jadi, Pak Gubernur tidak berpikir pencapresan 2014. Justru beliau berpikir mau menyelesaikan pimpin Jakarta selama dua periode bersama saya,” kata Basuki, seperti disiarkan Tribunnews.com.

Basuki mengatakan, program-program unggulan Pemerintah Provinsi DKI tidak dapat dituntaskan dan direalisasikan hanya dalam jangka waktu satu periode atau lima tahun. Kinerja Jokowi-Basuki baru akan terlihat pada 15 tahun mendatang. Kendati demikian, Basuki memastikan, dia bersama Jokowi terus mengejar realisasi program-program unggulan itu, misalnya, normalisasi sungai dan waduk. Ia berjanji untuk menyelesaikannya maksimal dalam jangka waktu dua tahun. Sebab bila dalam setahun masyarakat Jakarta tidak mendapatkan pengaruh baik dari kepemimpinan mereka, masyarakat akan kecewa dan tak lagi percaya.

Dua Pesan

Pesan apa yang dapat ditangkap dari pernyataan Ahok, sapaan akrab Wakil Gubernur DKI Jakarta, itu, yang disampaikan saat bertamu ke redaksi salah satu harian di Ibukota? Pernyataan itu paling tidak menyebarkan dua pesan istimewa. Pertama, Jokowi tidak tergiur pada hasil berbagai survei, yang menempatkannya sebagai calon presiden favorit pada Pemilu 2014.

Kedua, pasangan Jokowi — Ahok, yang mulai memimpin Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta pada 15 Oktober 2012, setelah dilantik dalam Sidang Paripurna Istimewa DPRD DKI Jakarta, berniat melanjutkan “kemesraan” sebagai pasangan kepala daerah ke periode berikut (2017-2022), di tengah banyak pasangan serupa, baik gubernur maupun bupati dan wali kota, yang berpisah di pengujung masa bakti pertama. Kata kemesraan antara kepala daerah dan wakilnya pernah populer sekitar dua tahun lalu.

Harus diakui, pernyataan-pernyataan Jokowi dan Basuki, sejak dilantik sebagai pemimpin Jakarta, mampu menarik perhatian kalangan masyarakat Jakarta dan Tanah Air. Pernyataan mereka, yang tidak disuarakan secara “bombastis”, bahkan terkesan sederhana, menjadi berita hangat, yang ramai dikomentari di dunia maya. Tapi, khusus menyangkut pencapresan untuk 2014, Jokowi “rada segan” memberikan jawaban panjang. Jawaban yang dia berikan kepada wartawan paling “mau urus Jakarta dulu”.

Maka, ketika Basuki menyatakan, Jokowi berniat memimpin Jakarta selama dua periode, itu menjadi pertanyaan baru, yang termasuk lengkap. Kepemimpinan itu, dengan penekanan bersama dia (Basuki), adalah untuk meneruskan perjuangan mewujudkan “Jakarta Baru”. Frasa “Jakarta Baru” adalah slogan pasangan Jokowi – Basuki pada musim kampanye 2012, yang kemudian mengantarkan mereka ke kursi pimpinan puncak DKI.

Bagi kalangan lain, pernyataan keinginan Jokowi – Basuki untuk memimpin Jakarta ke masa bakti kedua mungkin terlalu dini, mengingat masa jabatan pertama mereka (2012-2017) masih lama. Pandangan demikian wajar. Tapi, pernyataan dini itu dapat pula dijadikan sebagai isyarat akan tekad bulat untuk melayani Jakarta ke periode lima tahun kedua. Tentu tekad itu masih harus diuji oleh waktu, dalam kepemimpinan hingga tahun 2017.

Di tengah banyaknya pasangan kepala daerah yang tidak mampu melanjutkan “kemesraan” ke periode kepemimpinan kedua, apa yang disampaikan oleh Basuki itu dapat menjadi “jendela” bahwa masih ada harapan munculnya pasangan-pasangan lain yang tidak ingin retak demi rakyat daerah yang dipimpinnya.

Masih segar dalam ingatan pernyataan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, dua tahun lalu, yang menyebutkan, hanya sekitar 6 persen pasangan kepala daerah yang harmonis hingga akhir jabatan. “Kami mencatat kemesraan pasangan kepala daerah berlalu begitu cepat dan hanya terjadi pada masa awal kepemimpinan,” kata Mendagri.

Menurut catatan Kemendagri, dari 244 kali pemilu kada pada 2010 dan 67 kali pada 2011, hampir 94 persen pasangan pecah kongsi. Ketidaksejalanan pasangan kepala daerah itu terlihat dari berbagai kebijakan yang dibuat oleh daerah yang bersangkutan. Banyak pula yang ikut bertarung memperebutkan posisi kepala daerah pada pemilu kada selanjutnya.

Suara Pemilih

Persoalannya, dalam urusan kepemimpinan, baik nasional maupun daerah, yang menentukan terpilih atau tidak bukanlah calon, tapi rakyat yang punya hak suara, sesuai undang-undang. Itulah arti pemilihan langsung oleh rakyat, yang kita anut sejak memasuki era Reformasi, sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jika pemilih tidak mematrikan legitimasi, dengan memberikan suara terbanyak, maka sebesar dan sekuat apa pun keinginan untuk memimpin lagi, tidak akan berhasil.

Oleh karena itu, Jokowi dan Basuki kudu merealisasikan program kerjanya, demi Jakarta yang baru, sekalipun menemui banyak hambatan. Merealisasikan janji pada masa kampanye dan menyerap aspirasi rakyat secara langsung dan kemudian menindaklanjutinya, merupakah salah satu penentu, dipilih atau tidak pada pemilu kada, yang untuk Jakarta masih jauh di depan.

Terkait dengan itu, pasangan pemimpin Jakarta tersebut diharapkan konsisten pada program dan ucapan-ucapannya. Jangan pernah lelah dan khawatir membenahi Jakarta, walaupun tantangan yang dihadapi begitu besar. Problem Jakarta sebagai kota banyak peran, yang sungguh kompleks, sudah diketahui sedari awal. Masih tersedia ruang, waktu, dan dana untuk mewujudkan program-program unggulan itu. Langkah awal sudah diayunkan dan simpati dari banyak warga sudah mengalir. Tinggal merealisasikan program terbaik untuk Jakarta. ***

CATEGORIES
TAGS