Mata, Otak, Ginjal dan Jantung TKI Hilang
Laporan: Redaksi

Ilustrasi
JAKARTA, (TubasMedia.Com) – Tiga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) meninggal dunia secara misterius di Negeri Sembilan, Malaysia. Selain itu, juga ditemukan tanda-tanda yang mengarah kepada praktik pencurian organ tubuh ketiga korban dari Lombok, Nusa Tenggara Barat itu.
Adapun pemerintah Indonesia, kembali dinilai bersikap lambat dalam menghadapi kejadian yang menimpa TKI di luar negeri. Reaksi yang lambat ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan reaksi pemerintah ketika menghadapi gelombang protes rakyat atas kebijakan pemerintah yang tidak memuaskan, misalnya dalam rencana menaikkan harga BBM.
“Mestinya, di saat seperti ini Presiden SBY memperlihatkan ketegasannya, memprotes Malaysia, dan kalau perlu menggelar pasukan TNI,” ujar aktivis Adhie Massardi. Di sisi lain, Adhie juga mengatakan, ketidaktegasan atau ketidakpedulian SBY terhadap nasib ketiga TKI itu adalah kado buruk menjelang Hari Buruh pada 1 Mei mendatang.
Kejahatan HAM
Sementara itu Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie menilai kasus pencurian organ tubuh TKI yang tewas di Malaysia adalah kejahatan hak asasi manusia yang luar biasa keji. Menurut dia, pihak Malaysia perlu dilawan lewat jalur resmi.
“Perlu diberi pelajaran tanpa kekerasan. Namun, dengan memanfaatkan hukum internasional,” kata Marzuki di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis silam.
Marzuki dimintai tanggapan tentang hasil otopsi terhadap salah satu dari tiga jenazah TKI yang tewas ditembak Kepolisian Diraja Malaysia. Organ tubuh Herman yang hilang adalah mata, otak, jantung dan ginjal. Otopsi dilakukan tim dokter forensik Rumah Sakit Bhayangkara Polda Nusa Tenggara Barat di pemakaman.
Marzuki mengatakan, Komnas HAM harus ikut membantu keluarga korban untuk menyelesaikan kasus itu. Adapun langkah DPR, kata dia, akan dilakukan oleh komisi terkait nantinya.
Saleh Husein, Sekretaris Fraksi Partai Hanura, mengatakan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar harus bertanggung jawab atas kejadian itu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kata dia, harus segera bertindak.
“Presiden tidak boleh tutup mata. Bagaimanapun ini warga negara Indonesia. Jangan sampai warga negara banyak disia-siakan,” kata dia.
Pemerintah Gagal
Di tempat terpisah, Pengacara Publik LBH Jakarta, Pratiwi Febry mengatakan pemerintah Indonesia gagal karena tidak mampu melindungi TKI di Malaysia. Menurutnya, selama ini pemerintah tidak benar-benar tuntas dan tegas menyelesaikan kasus TKI di negara tetangga, terutama Malaysia sehingga kejadian penyiksaan dan pembunuhan terhadap TKI masih terus terjadi.
“Pemerintah jangan hanya menjadikan buruh migran Indonesia sebagai komoditas dan penambah devisa semata. Bertindaklah tegas. Lakukan protes keras terhadap Malaysia,” ujar Pratiwi saat jumpa pers bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di kantor LBH Jakarta, Rabu silam.
Selain itu, Pratiwi juga mengungkapkan, pemerintah gagal mencarikan solusi bagaimana mengatasi banyaknya buruh migran yang sering diremehkan dan dilecehkan di Malaysia.
Tak hanya itu, buruh migran juga banyak menghadapi masalah saat bekerja di luar negeri, seperti menjadi korban penyiksaan, pemerkosaan, gaji tak dibayar, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, penyekapan dan pemerasan. Pemerintah dinilai tak mampu memberikan jalan keluar atas masalah-masalah itu.
“Pemerintah harus mendesak Pemerintah Malaysia untuk menindak tegas aparaturnya yang melakukan penembakan itu. Harus diusut tuntas jika memang ada bukti perdagangan organ tubuh juga dalam peristiwa itu,” tandasnya.
Kelewatan
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Taufiq Kiemas mengatakan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dan Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat harus segera menindaklanjuti hasil otopsi terhadap jenazah tenaga kerja Indonesia yang tewas di Malaysia.
Hasil otopsi terhadap salah satu dari tiga jenazah, yakni Herman, dipastikan bahwa organ mata, otak, jantung, dan ginjal hilang. “Itu sudah terlalu, kelewatan. Pak Muhaimin dan Pak Jumhur bertindaklah secepat mungkin. Itu enggak bisa dibiarkan,” kata Taufiq di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis silam.
Taufiq mengatakan, Muhaimin dan Jumhur harus bertindak meskipun belum ada perintah dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kasus itu, kata dia, adalah tanggung jawab keduanya.
Politisi senior PDI Perjuangan itu mendukung jika Pemerintah Indonesia membawa masalah ini ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. “Ini sudah terlalu,” kata dia. (tim)