JAKARTA, (tubasmedia.com) – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, industri tekstil, produk tekstil (TPT) dan alas kaki tetap menjadi sektor strategis bagi ketahanan ekonomi dan sosial Indonesia.
Di tengah tantangan global dan kabar pemutusan hubungan kerja (PHK), sektor ini justru memiliki potensi besar untuk berkembang dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Banyak yang pesimis terhadap industri ini, menganggapnya sebagai industri sunset. Namun, kami di DEN melihatnya sebagai sektor strategis yang menyerap hampir 4 juta tenaga kerja, dengan pakaian jadi menyerap 2,9 juta di antaranya. Industri ini juga berperan penting dalam mendukung sektor usaha kecil dan mikro, terutama makanan dan minuman,” ujar Luhut dalam forum Retreat Kepala Daerah yang berlangsung di Magelang, Rabu (26/2/2025).
Dalam satu tahun terakhir, ungkap Luhut, Indonesia telah menjadi target relokasi industri tekstil dan alas kaki, didorong oleh perubahan global seperti perang dagang antara AS dan Tiongkok serta kejenuhan industri di Vietnam.
Hal ini tercermin dari meningkatnya Foreign Direct Investment (FDI) ke sektor TPT, yang pada 2024 mencapai US$ 903 juta-naik 107% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) untuk sektor ini mencapai Rp 7 triliun.
Investasi ini menunjukkan dampak positif terhadap penciptaan lapangan kerja. Hasil kajian DEN mengungkapkan bahwa investasi sebesar US$ 20-30 juta di pabrik pakaian jadi dapat menyerap hingga 9.000 tenaga kerja.
Tingkatkan Order
Selain itu, dalam pertemuan DEN dengan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) dan perwakilan global apparel seperti Adidas dan Nike beberapa waktu lalu, terungkap bahwa salah satu merek global akan meningkatkan ordernya di Indonesia hingga tiga kali lipat dalam tiga tahun ke depan, yang berpotensi menciptakan tambahan 100.000 lapangan kerja.
Meski demikian, Luhut mengakui bahwa masih terdapat berbagai tantangan yang dihadapi investor di sektor ini, seperti masalah pembebasan lahan, perizinan amdal dan kebijakan upah.
Namun, ia optimistis bahwa dengan koordinasi yang baik, kendala-kendala tersebut dapat diselesaikan. Di sisi lain, perlindungan pasar dalam negeri dari impor ilegal juga menjadi perhatian utama.
“Kapasitas produksi berlebih di Tiongkok akibat tarif AS telah mendorong mereka mengalihkan ekspor ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Ini perlu diwaspadai. Namun, jangan sampai kemudian impor bahan baku atau material yang dipakai untuk produksi juga malah ikut terhambat,” tegas Luhut.(sabar)