Libur Panjang Pantura Macet
Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi
INI adalah fenomena kehidupan yang selalu terjadi dan berulang. Fenomena ini tentu sangat positif secara ekonomi. Nilai positifnya paling tidak dapat dicatat sebagai berikut: 1) Uang yang berputar selama masa liburan pasti besar bisa ratusan miliar rupiah.
2) Sekian juta manusia yang menikmati liburan pasti yang secara riil tergolong sejumlah kelompok anggota masyarakat yang berpenghasilan cukup, meskipun kita tidak bisa menutup mata sebagian dari saudara kita masih tergolong dalam kelompok masyarakat yang penghasilannya rendah, atau yang masih tergolong hidup dalam garis kemiskinan.
3) Berapapun nilai uang yang berputar, dari pengeluaran yang dibelanjakan oleh masyarakat yang sedang menikmati liburannya tersebut pasti berdampak pada pertumbuhan ekonomi dilihat dari sisi belanja konsumsi rumah tangga.
4) Penggunaan BBM bersubsidi maupun non subsidi pasti meningkat baik yang dipakai oleh kendaraan pribadi (roda 4 dan roda 2) maupun yang dipakai oleh angkutan umum (bus, KA dan pesawat udara). Semua tiket yang terjual rata-rata mencapai batas atas dari harga tiket yang terjual.
5) Semua pedagang, pusat-pusat pembelanjaan, hotel, losmen, pusat kuliner dan pusat oleh-oleh pasti juga ikut ketiban rezki dari hiruk-pikuk ramainya masyarakat menikmati liburannya. Jakarta memang tidak terlalu ramai, tapi coba kita lihat di Bandung, Jogja,Bali dan kota-kota besar lainnya di Indonesia semuanya ikut bergerak.
6) Pertanda positif bagi kegiatan ekonomi di negeri ini, ekonomi kerakyatan yang digerakkan oleh masyarakat tetap bekerja sesuai dengan dinamikanya. Itulah enam pertanda baik/positif untuk bisa secara nyata kita melihat bahwa ekonomi domestik bergerak begitu rupa dengan dinamika sendiri.
Sangat paradoks ketika soal belanja negara (belanja modal) yang tahun ini dalam APBN angkanya mencapai Rp 300 triliun lebih tertatih-tatih alias seret dipergunakan. Realisasinya s/d bulan April 2012 belum sampai 10 persen. Padahal belanja pembangunan tersebut menjadi salah satu mesin pertumbuhan ekonomi, seperti belanja konsumsi rumah tangga.
Pemerintah tersandera oleh aturan yang dibuatnya sendiri, yaitu Perpres 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa. Rumit dan ruwet prosedurnya. Pusing membacanya karena saking tebalnya peraturan tersebut. Perpres itu harusnya bisa di sederhanakan, yang penting governancenya dipenuhi dari tiga syarat utama yaitu harga yang wajar (price list), transparan dan akuntabel.
Tidak usah banyak syarat yang harus dipenuhi, karena begitu makin rumit syaratnya makin dicoba dihindari. Pengadaan barang dan jasa pemerintah hanya bisa dipasok oleh pabrikan minimal sampai ring satunya yaitu distributornya yang ditunjuk, bukan oleh pedagang, seperti yang sekarang banyak terjadi.
Semangat perpres tersebut-kan ingin meningkatkan hasil produksi nasional. Beli mobil toyota langsung berhubungan dengan pabrik perakitannya atau distributornya yang ditunjuk, seperti yang sekarang berlaku. Harganya sudah tertentu, specnya jelas dan hampir sulit di mark up.
Harusnya semuanya diberlakukan seperti itu untuk barang-barang modal yang dibeli pemerintah, misal komputer, laptop semua sudah ada spec dan price listnya. Hal ini disampaikan untuk memberikan gambaran bahwa mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang kita inginkan melalui sumbangan pengeluaran belanja khususnya belanja pemerintah kalau prsedurnya bikin mumet mana mungkin bisa menyumbang pertumbuhan sesuai yang diharapkan.
Paradoks berikutnya, kenapa pemerintah menjadi ruwet sendiri ketika berencana menaikkan harga BBM subsidi? Kalau berpegang pada realitas ekonomi yang bergerak selama musim liburan seharusnya tidak ada alasan untuk tidak menaikkan BBM. Coba yang memadati jalan selama liburan bukankah sebagian besar adalah kendaraanaraan pribadi dari cc kecil sampai cc besar.
Dengan begitu berarti kalau boleh jujur dikemukakan yang menyandera atau menghambat pertumbuhan ekonomi domestik itu sebenarnya siapa? Silahkan anda jawab sendiri, tapi secara persentase posisinya yang paling dominan menjadi penghambat peertumbuhan adalah pemerintah sendiri.
Izin usaha dipersulit, biaya siluman masih terjadi dimana-mana, sogok suap juga masih berlansung, peraturan tumpang tindih dibiarkan saja, hanya diomongkan dan bukannya diselesaikan. Insentif dijannjikan tapi realisasinya tidak mudah, bunga bank masih tinggi, biaya logistik mahal karena infrastruktur buruk. Ini realiatas yang kita hadapi.
Kesimpulannya adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi berikan peran yang sebesar-besar kepada masyarakat. Dinamika pertumbuhan ekonomi pada parakteknya membutuhkan relaksasi aturan main, memerlukan kepastian hukum dan berusaha. Pertumbuhan ekonomi memerlukan dukungan sistem yang efisien agar bisa menghasilkan produktifitas tinggi bagi masyarakat yang melakukan kegiatan ekonomi.
Pemerintah kembali saja melaksanakan fungsi utamanya menjadi regulator dan wasit yang baik agar terjadi fair play dimana masyarakat adalah sebagai pemain utamanya. Tugasnya yang lain efisienkan pelayanan kepada masyarakat tanpa embel-embel apapun. Dana APBN alokasikan saja untuk membangun infrastruktur ekonomi infrastruktur pendidikan dan kesehatan serta infrastruktur iptek.
Jangan lagi semua kementrian/lembaga mendapatkan dana APBN yang progamnya dirancang untuk mendukung pembangunan tapi kalau dilihat nilainya sebenarnya tidak mempunyai daya ungkit sama sekali bagi pertumbuhan kecuali pemborosan. Reformasi birokrasi fokus utamanya bukan soal remunasi tapi seharusnya menata kembali seluruh sistem dan struktur kelembagaan birokrasi jauh lebih penting (di pusat/di daerah).
Setelah itu baru berbicara tentang sistem pengganjiannya dan pola karirnya. Ekonomi domestik memang tumbuh dan bergerak dinamis. Tapi harus diakui penggeraknya adalah masyarakat. Maraknya kegiatan masyarakat di saat liburan seperti yang telah terjadi berulang-ulang, pertanda bahwa kegiatan ekonomi masyarakat di dalam negeri memang tumbuh dan berkembang. ***