Landing dan Take Off

Loading

index

Oleh: Fauzi Aziz

PARA penentu kebijakan ekonomi Indonesia yang dipimpin pasangan Jokowi-JK sedang menjalankan aktingnya sebagai pilot dan co-pilot “Indonesia Airline”. Pertanyaannya apakah mereka harus melakukan landing atau take off dulu dalam menuju kebangkitan ekonomi Indonesia.

Keduanya adalah saudagar. Yang satu masih relatif muda, yang satunya lagi tidak bisa dianggap muda lagi. Yang muda menjadi capten dan yang tua dipercaya sebagai co-pilot karena jam terbangnya memang “ditakdir kan” menjadi co-pilot. Mereka berdua punya intiusi berbeda dalam mengelola kebijakan ekonomi Indonesia.

Diberi waktu lima tahun (2015-2019) untuk menjadi pilot dan co-pilot membawa Indonesia berkemajuan di bidang ekonomi. Satu setengah tahun dijalani melaksanakan tugas negara dalam cuaca kurang bersahabat karena lingkungan ekonomi sering mengalami turbulensi. Apapun kondisinya mereka berdua harus bisa jaga stamina dan kompak mengendalikan kebijakan ekonomi.

Tiap tahun mereka melandingkan APBN untuk bangun infrastruktur. Mereka yakin bahwa infrastruktur adalah nyawa bagi kemajuan ekonomi. Infrastruktur yang memadai akan menekan ongkos logistic sehingga inflasi dapat ditekan dan harga-harga barang kebutuhan rakyat menjadi murah. Rp 5.000 triliun disediakan likuiditas untuk bangun infrastruktur fisik dalam lima tahun.

Harapanya investasi masuk, produksi bahan pangan naik, produksi hasil manufaktur meningkat agar bisa meningkatkan ekspor yang selama ini berbasis komoditas akan digeser menjadi semakin berbasis nilai tambah. JKW-JK energinya luar biasa. Jantung dan paru-parunya kuat seperti onderdil buatan Jerman, meskipun adrenalinnya naik turun dalam intensitas yang tinggi karena turbulensinya sering terjadi.

Mereka sangat berani menembus awan tebal yang hitam kelam dengan membuat deregulasi ekonomi secara kolosal, meskipun slogan ekonominya berdikari. Pengampunan pajak akan diberikan kepada para pengemplang pajak dengan tarif harga promo. Kalau hanya deklarasi saja tarifnya adalah 2,3,6% selama masa pengampunan berlangsung. Dan bila disertai repatriasi aset likuid, tarifnya diringankan lagi menjadi 1,2,dan 3% selama masa pengampunan diberikan.

Harapannya pendapatan pajak hasil amnesti akan masuk sekitar Rp 45 triliun dan dari repatriasi minimal bisa mencapai Rp 540 triliun. Timeline dan dead line diberlakukan sangat ketat agar APBN/APBD dan sumber lain yang sah dapat berubah menjadi jalan, jembatan, pelabuhan, listrik, pabrik-pabrik baru sehingga orang nganggur dan miskin menjadi berkurang.

Pertanyaannya apakah waktu lima tahun cukup. Tentu tidak. Karena itu, dalam lima tahun berikutnya harus ada yang meneruskan. Wanti-wantinya jangan mulai dari nol lagi, nanti ekonomi Indonesia tidak berhasil take off dan hanya mutar-mu tar di landasan, akhirnya bukan tinggal landas, tapi tinggal kandas. JKW-JK pada kapasitasnya sekarang ini merangkap banyak posisi, yakni bertindak sebagai arsitek, pada saat yang sama bertindak sebagai “pelaku” pembangunan dan pada saat bersamaan bertindak sebagai mandor atau pengawas pembangunan. Peran ini dilakukan karena mereka berdua tidak ingin pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya terbengkelai dan mangkrak. Mereka butuh prestasi dan legacy karena tidak mau menyandang sebagai CEO yang gagal. Hari ini hasil kerja sebagai arsitek, pelaksana pembangunan dan pengawas pembangunan baru bisa menghasilan pertumbuhan ekonomi 4,92% pada triwulan-1 tahun 2016.

Masih ada waktu 3 triwulan lagi untuk bisa mencapai pertumbuh an 5,2-5,4%. Mudah-mudahan tidak terjadi turbulensi keras seperti dialami Etihad di atas lintasan awan Sumatera. Tiga bulan pertama baru bisa melandingkan pertumbuhan haanya 4,92%. Akselerasi pembangunan akan digenjot, semoga saja crewnya tahan banting dan mampu mengimbangi kerja pilot dan co-pilot yang gila kerja yang tak takut menembus awan tebal karena mereka sedang bertaruh untuk meraih prestasi dan legacy.

Mudah-mudahan tidak takut pula menindak maling- maling APBN/APBD yang selalu beroperasi di sekelilingnya, termasuk yang di Senayan,dan “perompak” proyek reklamasi. Kalau mau take off harusnya seluruh proyek reklamasi dimanapun dilakukan digunakan untuk pembangunan pelabuhan, baik laut maupun udara.

Bukan untuk membangun properti mewah yang bergaya aristokrasi borjuisi hedonis. Ekonomi Indonesia memang harus bisa landing dan take off secara mulus dan tidak banyak kebocoran.Yang penting bisa landing dan take off dengan selamat. Indonesia ekonominya memang perlu naik kelas. Idealnya dilakukan secara gradual, berkelanjutan, berkualitas dan berkeadilan.

Jangan seperti mulai dari 0 lagi di setiap terjadi pergantian rezim. Setiap rezim harus didukung untuk bisa membuat ekonomi Indonesia dapat landing dan take off. Landing berarti karya yang dihasilkan memberi manfaat bagi seluruh rakyat. Take off berarti ekonomi Indonesia makin berkemajuan dan makin berdaya saing tinggi sehingga Indonesia tidak perlu berhutang untuk membangun kedaulatan ekonominya karena tabungannya untuk investasi jauh dari cukup tersedia dalam bentuk cadangan devisa yang makin besar, maupun dalam bentuk cadangan fiskal yang bisa menyediakan ruang fiskal (fiskal space) cukup longgar membiayai pembangunan infrastruktur dan investasi pemerintah. (penulis adalah pemerhati masalah sosial,ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS