Kota Banjar Masuk Zona Kerentanan Gerakan Tanah
Laporan: Redaksi

RETAK - Ny Rusmini (70) menunjukkan lantai di dalam rumahnya yang retak. Belakangan ini retakan tanah semakin bertambah lebar, hingga mengancam posisi rumah. Sedikitnya 26 bangunan di wilayah Cipadung RT 03 RW 08 Kelurahan/Kecamatan Purwaharja, Kota Banjar retak-retak. (tubas/mamay)
BANJAR, (Tubas) – Tim peneliti dari Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Jumat (1/7), mendatangi lokasi bencana tanah retak di Dusun Cipadung Barat Kelurahan/Kecamatan Purwaharja Kota Banjar.
Tim yang beranggotakan tiga orang itu langsung melakukan penelitian ke lapangan didampingi oleh sejumlah pegawai Dinas PU Tamben Kota Banjar. Dengan dibekali peralatan khusus, mereka meneliti setiap retakan tanah yang terjadi, termasuk lokasi yang disebut-sebut sebagai pusat retakan tanah di sebuah bukit yang ada di kampung tersebut. Selain itu mereka juga mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab dengan masyarakat.
Usai melakukan penelitian, Dr. Rahman, salah seorang peneliti menyimpulkan bahwa retakan tanah di kampung tersebut dianggap berbahaya alias bisa membahayakan keselamatan warga. “Kesimpulan kami sementara memang berbahaya, namun untuk lebih pastinya kami akan melakukan pengkajian dulu. Kesimpulan resminya bisa kami sampaikan kepada Pemkot Banjar,” kata Rahman.
Tim peneliti juga mengatakan bahwa kejadian di Cipadung tersebut merupakan gerakan tanah tipe rayapan yang bisa berdampak parah. Selain itu menurut mereka, secara umum wilayah Kota Banjar masuk pada zona kerentanan gerakan tanah dengan kategori menengah sampai tinggi.
Seperti diketahui ratusan warga Dusun Cipadung Barat, Kecamatan Purwaharja, Kota Banjar belakangan ini dirundung keresahan. Hal itu menyusul musibah tanah retak yang terjadi di kampung mereka. Fenomena alam tersebut telah menyebabkan sedikitnya 26 bangunan rumah dan fasilitas umum rusak, satu di antaranya rusak parah.
Ny. Rusmini (70), pemilik rumah yang mengalami kerusakan cukup parah menuturkan, kejadian retakan tanah itu terjadi sejak empat bulan lalu dan puncaknya terjadi sekitar dua bulan lalu. “Ketika itu hujan turun tak henti, tiba-tiba tanah tempat rumah saya berdiri ini terasa labil,” kata janda tua yang tinggal seorang diri di rumahnya itu. (mamay)