Koordinasi Harga Mati
Oleh: Fauzi Aziz
MACET, karena koordinasi tidak jalan. Terlambat mengambil keputusan, karena pengambil kebijakan gagal menjalankan fungsi koordinasi. Sistem konektivitas antarwilayah tidak jalan karena lemahnya sistem koordinasi antardaerah. Begitu seterusnya sampai kita bosan mendengar bahwa banyak kegiatan pembangunan tidak berhasil dieksekusi sesuai rencana karena terganjal oleh macetnya koordinasi, baik di pusat maupun daerah.
Koordinasi adalah salah satu alat manajemen yang harus difungsikan pada setiap jenjang pelaksanaan fungsi manajemen. Alat ini harus bekerja, karena fungsinya vital untuk merajut beberapa unsur organisasi yang memang dari awal berbeda misi dan fungsi. Tetapi, bila masing-masing unsur tersebut dapat dikoordinasikan dengan efektif, maka hasilnya akan menjadi sebuah kekuatan penggerak roda organisasi untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, baik pada organisasi pemerintah, organisasi bisnis, maupun dalam lingkungan organisasi politik atau organisasi masyarakat.
Pemanfaatan sumber daya menjadi boros, karena pemimpinnya tidak berhasil menjalankan fungsi koordinasi dengan baik dan efektif. Suka tidak suka fungsi koordinasi dalam situasi apa pun harus bekerja sebagai salah satu alat vital penggerak roda organisasi. Proses komunikasi antarfungsi harus berjalan tanpa hambatan bila fungsi koordinasi akan difungsikan secara optimal. Jika proses komunikasinya hanya berjalan sesaat di kala ada keperluan, dan jika tidak ada kepentingan, komunikasinya tidak dijalankan, maka pemimpin akan membayar mahal dalam pengambilan keputusan, karena banyak waktu yang terbuang percuma untuk menyatukan persepsi dan misi bersama untuk mencapai tujuan besar hanya gara-gara sulit melakukan koordinasi.
Sistem demokrasi dan sistem desentralisasi memerlukan bekerjanya fungsi koordinasi, sehingga karena itu memerlukan kepemimpinan yang kuat, disegani, dan dihormati semua pihak, serta tidak cukup hanya cerdas dan profesional saja. Dalam konteks ke-Indonesia-an yang plural, maka negeri ini memerlukan sosok seorang pemimpin yang memiliki kapasitas yang sanggup menjalankan fungsi koordinasi yang andal di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjunjung tinggi asas demokrasi dan desentralisasi.
Kapasitas itu harus dimiliki oleh pemimpin nasional maupun pemimpin daerah, seperti, gubernur/bupati/wali kota. Pemimpin yang berhasil melakukan perubahan adalah yang mampu menjalankan fungsi koordinasi yang efektif, baik pada tataran pembuatan kebijakan dan program maupun pada saat kebijakan dan program tersebut dilaksanakan. Oleh sebab itu, koordinasi adalah harga mati yang harus dilakukan oleh setiap pemimpin di negeri ini.
Dalam lingkup negara, tentu perlu kemampuan tersendiri agar fungsi koordinasi antarlembaga tinggi negara berjalan baik dan lancar. Tugas mereka adalah menyelenggarakan negara untuk menyejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyatnya. Kepentingan atau misi yang dijalankan oleh lembaga eksekutif pasti berbeda dari misi yang dijalankan oleh lembaga yudikatif dan lembaga legislatif. Tapi, dalam banyak hal, di antara berbagai misi yang diemban harus bisa disinkronisasikan melalui mekanisme koordininasi, misalnya dalam pembuatan undang-undang dan penyusunan APBN agar fungsi regulasi dan fungsi budgeting dapat menjadi instrumen kebijakan yang efektif bagi pelaksanaan pembangunan yang menghasilkan pertumbuhan.
Berjalan Harmonis
Koordinasi antara kebijakan makro dan kebijakan mikro juga harus berjalan, dan peran pemerintah sangat menentukan agar prosesnya dapat berjalan. Koordinasi pada level kebijakan makro (moneter dan fiskal) kita harapkan harmonis bisa saling mengoverlap untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Begitu pula koordinasi di level mikronya sendiri, yaitu antarsektor dan antarwilayah, juga harus bisa berjalan secara harmonis, bukan malah saling “mengunci diri”, karena pesan arogansinya sangat kuat.
Koordinasi kebijakan antara kebijakan makro ekonomi harus berjalan seiring dengan kebijakan sektor pertanian, pertambangan, industri, perdagangan, investasi, infrastruktur, dan sistem kelembagaan. Koordinasi di negeri ini memang menjadi barang mahal, tetapi negeri ini hanya akan bisa tinggal landas kalau koordinasinya dapat berjalan dengan baik. Ekonomi Indonesia akan bisa tumbuh mengesankan di masa depan asalkan koordinasi antarsektor dan antarwilayah tidak diganggu oleh sekat-sekat administrasi yang tidak penting, karena alasan semua urusan di negeri ini sudah ada yang bertanggung jawab, baik di pusat maupun daerah.
Ongkos logistik antarpulau mahal karena persoalan koordinasi. Perekonomian gampang memanas, karena ada masalah koordinasi yang tidak jalan antara kebijakan makro dan kebijakan mikro. Orientasi manajemen pembangunan Indonesia ke depan agar dapat berhasil menjadi bangsa yang maju, kuat, dan berdaya saing perlu diubah dari spirit yang bersifat build of structure menjadi spirit yang bersifat build of conectifity. Regulasi nasional/daerah, kebijakan pusat maupun daerah ke depan harus dikembangkan dengan semangat itu dan koordinasi menjadi kata kuncinya. ***