Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi
BAGI yang belajar ilmu ekonomi, persamaan seperti itu langsung dapat dimengerti maknanya. Y adalah total output ekonomi nasional yang dihasilkan oleh suatu bangsa. Sedang yang lain adalah unsur-unsur pembentuknya, dimana C adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga. I adalah investasi, G adalah pengeluaran/belanja pemerintah, X adalah Ekspor (barang dan jasa) dan M adalah Impor (barang dan jasa).
Menjadi tugas dan tanggungjawab kita bersama, yaitu pemerintah (pusat/daerah), dunia usaha dan masyarakat untuk menghasilkan total output ekonomi yang besar dari waktu ke waktu. Total output ekonomi yang ideal dan berkualitas adalah bilamana pertumbuhannya digerakkan oleh besarnya sumbangan investasi dan ekspor, baru disusul oleh sumbangan dari pengeluaran konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah serta impor.
Di tahun 2012, output ekonomi nasional diproyeksikan tumbuh antara 6,2-6,7% dimana konsumsi rumah tangga diproyeksikan tumbuh antara 4,7-5,1%, konsumsi pemerintah antara 7,4-7,8%, Investasi fisik/PMTDB tumbuh antara 9,7-10,1%, ekspor barang dan jasa antara 11,7-12,1% dan impor barang dan jasa antara 6,3-6,7%.
Dari angka-angka proyeksi tersebut nampak bahwa pertumbuhan tertinggi diharapkan terjadi di sektor investasi dan ekspor barang dan jasa, baru disusul yang lain. Mengapa investasi dan ekspor yang diutamakan karena kalau investasi berkembang maka pengangguran akan berkurang, multiplier effect-nya juga meluas terutama bila investasi yang tumbuh adalah investasi di sektor riil/sektor tradable.
Sementara itu kalau kegiatan ekspor meningkat dan terus tumbuh, terutama juga berasal dari ekspor produk olahan dan menghasilkan surplus devisa yang besar, maka cadangan devisa nasional akan kuat dan ini berguna untuk membiayai pembangunan. Dunia manapun obsesinya sama yaitu sangat memimpikan agar kekuatan ekonominya ditopang oleh tingginya pertumbuhan investasi PMTDB dan ekspornya.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah dan impor tetap diperlukan tapi tidak dapat difungsikan sebagai penghela utamanya karena multiplier efeknya tidak seluas kalau sektor investasi dan ekspor yang tumbuh fantastik. Negara seperti Indonesia yang penduduknya besar sangat memerlukan pertumbuhan ekonominya lebih ditopang oleh adanya pertumbuhan investasi, ekspor dan konsumsi domestik.
Impor tetap diperlukan untuk hal-hal yang sangat kita perlukan saja, terutama untuk produk dan jasa yang belum dibuat di dalam negeri. Investasi di sektor finansial dan pasar modal tetap diperlukan tapi fungsi utamanya hanya sebatas sebagai unsur penopang bagi bertumbuhnya investasi di sektor riil. Dalam pengertian ini adalah sebagai alternatif pembiayaan investasi manakala sumber pendanaan dari sektor perbankan masih relatif mahal.
Investasi di sektor finansial (pasar uang dan pasar modal) meskipun hal itu penting untuk berkontribusi menghasilkan pertumbuhan ekonomi, tetapi mengingat ketimpangan pendapatan masyarakat masih relatif tinggi, maka investasi di pasar uang bisa berpotensi kontra produktif bagi golongan kelas menengah yang baru mekar.
Artinya dapat berpotensi mendistorsi semangat untuk berwirausaha di sektor produktif, apalagi kalau gainnya sangat menarik dan resikonya relatif rendah jika dibandingkan dengan berinvestasi di sektor riil yang returnnya tidak instan diperolehnya. Di ranah policy hal yang semacam harus bisa diantisipasi dan diperhitungkan agar dampaknya tidak negatif bagi pengembangan kreatifitas dan inovasi yang berkembang di masyarakat.
Faktanya adalah meskipun proses recovery pertumbuhan ekonomi nasional mulai membaik, yang sampai dengan triwulan-III 2011 bisa tumbuh 6,5%, tetapi secara agregat rata-rata pertumbuhannya masih lebih besar ditopang oleh pertumbuhan sektor non tradable (sekitar 7%) dan yang ditopang oleh sektor tradable hanya sekitar 3%.
Kalau sistem perekonomian seperti diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 33 dan 34 harus dapat menjamin sekaligus pemeliharaan terhadap fakir miskin dan anak-anak terlantar, mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, serta dapat menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan umum yang layak, maka pertumbuhan ekonominya harus bisa ditopang oleh tumbuhnya sektor tradable yang tinggi dimasa depan.
Penopangnya adalah sektor industri pengolahan non migas, pertanian dalam arti luas dan pertambangan. Sampai dengan triwulan III 2011, industri pengolahan non migas tumbuh 6,49%, pertanian dalam arti luas tumbuh 3,40%, pertambangan dan penggalian hanya tumbuh 1,70%. Berdasarkan fakta tadi, maka kalau harapan kita ke depan adalah menghasilkan pertumbuhan yang lebih berkualitas, maka format kebijakan ekonomi yang harus dibangun adalah
1) Menyiapkan kebijakan dan stratregi investasi yang berorientasi kepada tumbuhnya investasi disektor tradable yang misi utamanya adalah pelipatgandaan nilai tambah di dalam negeri. Demikian pula kebijakan dan strategi investasi yang memberikan peluang bagi kebangkitan wirausahawan nasional termasuk IKM yang tangguh (sebagai usaha ekonomi formal)
2) Membangun kebijakan dan strategi ekspor untuk memasarkan produk-produk yang bernilai tambah termasuk produk-produk IKM.
3) Menyiapkan kebijakan dan strategi untuk mengarahkan agar konsumsi domestik dapat tumbuh secara sehat untuk menopang tumbuhnya investasi dan ekspor.
4) Kebijakan dan strategi pengendalian impor. Sebagai kebijakan dan strategi pendukungnya adalah kebijakan di bidang infrastruktur (hard dan soft infrastruktur). Kebijakan dan strategi pengembangan SDM, teknologi dan standardisasi dan terakhir adalah kebijakan di bidang pembiayaan.
Sekunsinya harus seperti itu, lengkap dan komprehensif (tidak parsial) kalau negara ini akan dibangun dengan orientasi untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. One pacakge policy for economic development, with rewriting the rules. Ini jawabannya.
Agenda pembangunan hakekatnya adalah mengubah kehidupan masyarakat, bukan hanya sekedar mengubah perekonomian karena dalam UUD 1945 Bab perekonomian digabungkan sekaligus dengan kesejahteraan sosial. Keberhasilan dari sebuah proses pembangunan harus mengandung makna kesinambungan dan kepantasan dan pembangunan demokrasi ekonomi yang mengedepankan peningkatan taraf hidup, bukan hanya ukuran PDB saja, tetapi juga Gross National Happiness (GNH). ***