Site icon TubasMedia.com

Kepercayaan Vs Ketakutan

Loading

Oleh: SM. Darmastuti – Yogyakarta

131114-pangestu

Di sebuah hutan yang dihuni aneka ragam binatang, hiduplah seekor singa yang congkak. Dia merasa menjadi raja segala binatang yang tidak terkalahkan. Dia sombong dan semena-mena pada semua hewan. Pada suatu hari datanglah seekor tikus menghadap dan menantangnya:
“Hai Raja hutan, sesungguhnya kalau aku mau, aku dapat saja membunuh baginda sekarang ini dengan mudah.”

Raja rimba tertawa terbahak-bahak, karena merasakan hal itu sangat tidak mungkin. Tikus kemudian menantang lagi:
“Aku akan membunuh baginda tigapuluh hari lagi, dan semua isi hutan akan menyaksikan bagaimana paduka mati. Ingat, tigapuluh hari dari sekarang.” Kata tikus dengan yakinnya sebelum meninggalkan raja hutan yang masih saja menyepelekan dia.

Seminggu telah berlalu. Raja hutan berusaha melupakan apa yang pernah dikatakan tikus. Namun pada minggu kedua dia mulai bertanya-tanya dalam hati apa yang sedang dilakukan tikus. Dan, sejak itu setiap hari pikirannya terusik oleh perkataan tikus. Hampir setiap menit pikirannya dipenuhi pertanyaan yang dia rangkai sendiri: kira-kira dengan cara apa tikus akan membunuh dirinya.

Jangan-jangan dengan racun yang akan dimasukkan ke air minumnya? Jangan-jangan dia akan membawa bala tentara tikus yang akan menggeragoti tubuhnya ketika dia sedang tidur? Atau jangan-jangan dia bersekongkol dengan petir dan menyuruhnya menyambar tubuh kekarnya sampai gosong? Atau mungkinkah tikus mengajak binatang-binatang lain untuk menutup goa tempat tinggalnya selagi dia terlelap tidur, dan dia bakal mati karena tercekat tidak dapat bernafas?

Bayangan yang menakutkan seperti itu dari hari ke hari semakin bertambah dan membuatnya takut minum, takut tidur, takut berjalan-jalan di tempat terbuka ketika langit mendung. Hidupnya selalu gelisah, hatinya tidak pernah tenteram. Badannya semakin hari semakin kurus. Dan, tepat hari ketigapuluh, disaksikan seisi hutan, singa itu kedapatan mati di depan goa rumahnya. Dia mati karena kelaparan, kehausan dan kurang tidur. Atau lebih tepat sesungguhnya, dia mati karena ketakutan akan bayangan yang dia buat sendiri.

Pasien kanker stadium awal tidak jarang se-analog dengan ceritera itu. Dia yang sesungguhnya dapat sembuh total apabila rajin berobat dan menjaga staminanya, malah putus asa ketika mengetahui dirinya kena penyakit yang kabarnya belum ada obatnya. Kalau saja kepercayaan manusia bulat bahwa kematian sesungguhnya menjadi otoritas Tuhan untuk menentukan, maka kejadian mati dalam ketakutan tidak akan pernah terlaksana.

Banyak ceritera pernah kita dengar bagaimana vonis dokter pada seorang pasien ternyata tidak terbukti karena pasien memiliki kepercayaan bulat bahwa kematian hanya Tuhan yang mengetahui, sedang penyakit masih ada kemungkinan sembuh karena diobati. Ibu teman saya pernah diramalkan dokter yang mengoperasinya, bahwa beliau akan meninggal dalam waktu 3 bulan, dan tidak akan kuat menjalani chemotherapi sampai 6 kali. Saat itu usia beliau 65. Namun kepercayaan beliau kepada Sang Guru Sejati begitu kukuh kuat. Hatinya tidak pernah tergoyahkan.

Beliau menjalani hari-harinya seperti biasa: tetap minum obat, rajin ber-olah raga, mengkonsumsi makanan sehat, tetap berdoa memuliakan Tuhan, serta menghibur diri dengan hal-hal yang membuatnya gembira. Alhasil, beliau kuat menyelesaikan chemotherapy-nya, penyakitnya hilang. Beliau masih hidup sehat, sampai saat ini usianya 92 masih suka menyaksikan pertandingan sepak bola dari TV dan mengisi TTS.

Manusia sebenarnya diperkenankan oleh-Nya untuk memohon panjang usia. Permohonnan yang disertai dengan cara hidup yang benar berdasarkan Pola Pikir, Pola Makan dan Pola Hidup yang sehat, akan dapat menjadi jalan terkabulnya permintaan si pemohon. Bagaimana kalau ketiga pola sehat itu sudah kita jalankan tetapi Tuhan tetap saja menghendaki kematian terjadi lewat penyakit yang berkepanjangan?

Sebenarnya manusia juga sudah memiliki garis kehidupannya sendiri-sendiri sesuai dengan kodratnya, jika permohonan dan kodratnya sesuai pasti permohonan itu dikabulkan.

Tuhan memberi keleluasaan kepada manusia untuk berusaha dan berikhtiar, tidak lumpuh aktivitas ketika mencari kebaikan untuk hidupnya. Tuhan mengharapkan semua umat rajin berusaha, karena usaha adalah cermin dari kepercayaan kepada-Nya. Manusia seperti ini akan diberi pinjaman kekuasaan-Nya. Dia akan dapat membuktikan bagaimana aliran kasih sayang Tuhan akan mengucur, karena semangat kepercayaan yang bulat kepada-Nya dia lakukan juga dengan kepasrahan dan kerelaan yang total.

Memang akan tiba waktunya kematian menjemput kita, karena hanya kematianlah sesuatu yang ‘pasti’ dialami semua manusia. Namun, kita tidak perlu menghabiskan waktu mengkhawatirkan kapan, bagaimana dan dengan cara apa kematian datang pada kita nantinya. Waktu untuk berangan-angan akan lebih berguna apabila kita manfaatkan untuk berbuat kebaikan kepada sesama, karena hanya perbuatan baiklah yang nantinya akan menjadi kenangan manis bagi siapa pun yang mengenal kita.

Singa sombong mati dalam kesia-siaan, karena pikirannya penuh bayangan ketakutan akhir ajalnya. Kemungkinan dia mati sebelum batas umur yang sesungguhnya digariskan, karena jasmaninya dia rusak sendiri. Haruskah kita juga mati karena bayangan ketakutan akan kematian? Sungguh sayang, karena hari-hari yang kita habiskan untuk membayangkan peristiwa yang belum terjadi sesungguhnya dapat lebih berguna apabila kita pakai untuk lebih rajin berbuat baik dan meningkatkan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.***

Exit mobile version