Kepercayaan Vs Ketakutan
Bayangan yang menakutkan seperti itu dari hari ke hari semakin bertambah dan membuatnya takut minum, takut tidur, takut berjalan-jalan di tempat terbuka ketika langit mendung. Hidupnya selalu gelisah, hatinya tidak pernah tenteram. Badannya semakin hari semakin kurus. Dan, tepat hari ketigapuluh, disaksikan seisi hutan, singa itu kedapatan mati di depan goa rumahnya. Dia mati karena kelaparan, kehausan dan kurang tidur. Atau lebih tepat sesungguhnya, dia mati karena ketakutan akan bayangan yang dia buat sendiri.
Pasien kanker stadium awal tidak jarang se-analog dengan ceritera itu. Dia yang sesungguhnya dapat sembuh total apabila rajin berobat dan menjaga staminanya, malah putus asa ketika mengetahui dirinya kena penyakit yang kabarnya belum ada obatnya. Kalau saja kepercayaan manusia bulat bahwa kematian sesungguhnya menjadi otoritas Tuhan untuk menentukan, maka kejadian mati dalam ketakutan tidak akan pernah terlaksana.
Banyak ceritera pernah kita dengar bagaimana vonis dokter pada seorang pasien ternyata tidak terbukti karena pasien memiliki kepercayaan bulat bahwa kematian hanya Tuhan yang mengetahui, sedang penyakit masih ada kemungkinan sembuh karena diobati. Ibu teman saya pernah diramalkan dokter yang mengoperasinya, bahwa beliau akan meninggal dalam waktu 3 bulan, dan tidak akan kuat menjalani chemotherapi sampai 6 kali. Saat itu usia beliau 65. Namun kepercayaan beliau kepada Sang Guru Sejati begitu kukuh kuat. Hatinya tidak pernah tergoyahkan.
Beliau menjalani hari-harinya seperti biasa: tetap minum obat, rajin ber-olah raga, mengkonsumsi makanan sehat, tetap berdoa memuliakan Tuhan, serta menghibur diri dengan hal-hal yang membuatnya gembira. Alhasil, beliau kuat menyelesaikan chemotherapy-nya, penyakitnya hilang. Beliau masih hidup sehat, sampai saat ini usianya 92 masih suka menyaksikan pertandingan sepak bola dari TV dan mengisi TTS.