Kejagung Punya “Hak Angket” Usut “Dana Siluman”

Loading

dprd

JAKARTA, (tubasmedia.com)– Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama dikenal dengan panggilan akrab Ahok meminta agar penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) segera mengusut “kegilaan” anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Masalahnya sinyalemen dana “siluman” sebesar Rp 12,1 triliun dimasukkan sebagai dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Tekad Ahok sudah bulat untuk melaporkan beberapa anggota DPRD DKI Jakarta ke Kejagung terkait indikasi terjadinya penyalahgunaan dana APBD dimaksud.

“Saya tahu anggota DPRD itu akan mengajukan hak angket untuk menyelidiki kesalahan saya. Namun sebagai orang biasa yang tidak punya hak angket tentu saya tidak bodoh-bodoh amat,” ujar Ahok. Terobosan yang dilakukan Ahok untuk mengimbangi hak angket yang diajukan DPRD DKI Jakarta didelegasikan lewat kewenangan penegak hukum. Sebab menurut Ahok, aparat penegak hukum seperti Kejagung, Kabareskrim Mabes Polri lebih-lebih penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga punya hak angket untuk menyelidiki “kegilaan” DPRD DKI Jakarta terindikasi memasukkan dana “siluman” APBD.

Ditegaskan Ahok, dia akan terus menelusuri kekacauan pembahasan APBD itu kepada aparat berwenang apalagi ketika ditemukan adanya dana anggaran “siluman” sebesar Rp 12,1 triliun yang diajukan oleh oknum DPRD DKI Jakarta setelah APBD disahkan dalam paripurna pada 27 Januari 2015 lalu. Menurut mantan Bupati Bangka Belitung ini, ada wakil ketua komisi yang meng-crop (memotong) 10-15 persen anggaran program unggulan yang telah disusun dan disahkan di paripurna, kemudian potongan anggaran itu dialokasikan untuk program bukan prioritas dengan total mencapai Rp 12,1 triliun.

Sebagai misal, dialokasikan buat pembelian perangkat uninterruptible power supply (UPS) di seluruh kantor kecamatan dan kelurahan di Jakarta Barat. Perangkat itu berfungsi sebagai penyedia listrik cadangan atau tambahan pada bagian tertentu, seperti komputer, pusat data atau bagian lain yang penting untuk mendapat asupan listrik secara terus menerus pada waktu tertentu.

Langkah yang dilakukan, selesai pengesahan APBD, Pemprov DKI Jakarta langsung mengajukan dokumen APBD kepada Kemendagri dan tak lagi melakukan pembahasan. Pemprov DKI Jakarta mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 35 PUU-XI Tahun 2013 perihal pembahasan APBD pasca putusan MK dan penghematan anggaran belanja.

Namun, berbeda dengan pandangan DPRD DKI Jakarta yang beranggapan komisi masih berhak membahas anggaran bersama SKPD setelah pengesahan. Hal ini yang membuat DPRD DKI Jakarta terkejut karena Pemprov DKI telah menyerahkan APBD tanpa pembahasan lebih lanjut dengan komisi setelah paripurna pengesahan. Sebab DPRD DKI Jakarta juga memiliki dokumen APBD yang sudah direvisi oleh komisi. Saat Kemendagri mengembalikan dokumen APBD, Pemrov DKI Jakarta mencoba mencocokkan APBD yang telah disahkan dan APBD yang melalui pembahasan komisi di DPRD DKI Jakarta. Hasilnya ditemukan anggaran “siluman” sebesar Rp 12,1 triliun.

Pengusutan atas dana anggaran “siluman” inilah yang dimintakan Ahok agar direspon oleh Kejagung, Bareskrim Mabes Polri atau KPK, bongkar adanya “permainan” APBD oleh anggota DPRD DKI Jakarta ? Sedangkan langkah antisipasi hindari penyalahgunaan yang dilakukan, Ahok tetap menggunakan system e-budgeting dalam penyusunan anggaran. Dia menegaskan tidak akan memberi celah bagi anggota DPRD DKI Jakarta mau pun pejabat SKPD yang masih ingin “bermain” dengan APBD.

Ahok menuding, anggota DPRD itu nekad membuat dokumen APBD versi mereka sendiri dan ditandatangani setiap lembar dokumen. “Tinggal kita cocokkan saja sama surat SKPD dan dokumen APBD yang disahkan di paripurna sesuai apa tidak langsung ketahuan. Sebab kalau usulan mereka tanpa surat SKPD berarti anggaran itu anggaran siluman,” jelas Ahok. (marto tobing)

CATEGORIES
TAGS