Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi
UNTUK antisipasi tapering, Bank Dunia menyarankan agar Indonesia menggandakan basis inward investasi asing langsung sebagai solusi untuk menangkal dampak pengurangan stimulus moneter Federal Reserve tahun depan (Bisnis Indonesia,17 Desember 2013).
Pernyataan semacam itu bukan hal yang baru dan memang sudah menjadi kewajiban lembaga tersebut untuk membuat economic outlook tentang kondisi perekonomian global pada umumnya dan atensinya terhadap negara tertentu seperti Indonesia sebagai emerging economy.
Ada atau tidak ada catatan yang disampaikan oleh IMF atau Bank Dunia, Indonesia memang harus berbenah agar ekonominya tetap dapat tumbuh. Berikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada pengusaha nasional dan UMKM/IKM agar menjadi basis pertumbuhan ekonomi nasional dalam rangka melaksanakan amanat konstitusi, Tap MPR no XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi dan amanat UU no 17/2007 tentang Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional yang masa lakunya masih 10 tahun lebih dari sekarang.
Kalau rekomendasi IMF dan Bank Dunia sudah pasti permintaannya agar pemerintah melakukan relaksasi regulasi atau deregulasi ekonomi agar investor asing bercocok tanam di Indonesia. Yang memberi mandat kepada pemerintah untuk mengurus negeri ini adalah rakyat pemilik kedaulatan, sehingga tidak salah kalau pemerintah sudah sewajarnya harus memberikan kemudahan dan fasilitas kepada pengusaha nasional dan UMKM/IKM untuk mengembangkan usahanya di negerinya sendiri.
Reformasi ekonomi Indonesia yang paling tepat adalah kembali ke pendalaman atas pelaksanaan pasal 33 UUD 1945 dan pelaksanaan Tap MPR no XVI/MPR/1998 tersebut. Yang paling berkepentingan dengan maju mundurnya ekonomi nasional adalah bangsa Indonesia. Karena itu, menata kembali struktur ekonomi yang sesuai dengan kehendak rakyat adalah kembali kepada amanat konstitusi dan Tap MPR.
Kehendak IMF dan Bank Dunia boleh didengar tetapi tidak harus dilaksanakan. Kebijakan ekonomi yang disusun oleh pemerintah dan DPR hakekatnya harus mencerminkan kehendak rakyat, bukan kehendak investor asing.
Indonesia merdeka bukan untuk dijajah kembali dalam bentuknya yang lain. Kemerdekaan yang kita raih dengan susah payah adalah agar seluruh potensi kekayaan bangsa yang ada di darat, di laut bahkan di udara harus dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pendidikan dan kesehatan serta iptek dibangun agar bangsa Indonesia dapat mengurus rumah tangga ekonominya secara mandiri tanpa harus bergantung kepada bangsa lain.
Kemajuan peradaban Indonesia yang akan kita wujudkan adalah hasil kerja keras penuh disiplin dari seluruh komponen bangsa. Dan yang berhak menikmati kemajuan peradaban tersebut adalah seluruh bangsa Indonesia. Para pembuat kebijakan ekonomi Indonesia di masa yang datang agar tidak mengabaikan faktor-faktor kritis bagi kesehatan jangka panjang perekonomian,yakni sumber daya alam yang biasa disebut sebagai modal alami,modal fisik berupa infrastruktur ekonomi dan infrastruktur teknologi, modal manusia, yaitu nilai produktif penduduk dan modal sosial, yakni nilai keluarga, komunitas dan berbagai institusi yang menyatukan.
Empat faktor tersebut di sepanjang perjalanan pembangunan ekonomi dilaksanakan tidak boleh dinafikkan satu sama lain karena semuanya penting. Pembangunan ekonomi suatu negara tidak bisa diselenggarakan dengan pertimbangan yang bersifat pragmatis, misal jika peran investor asing diberi kebebasan menanamkan modalnya di negeri ini semua akan menjadi beres.
Selama beberapa tahun terakhir cara penyelenggaraan kebijakan ekonomi Indonesia lebih banyak dilakukan dengan pendekatan yang bersifat pragmatis, yang terkesan abai terhadap apa itu pasal 33 UUD 1945 dan lupa bahwa masih ada Tap MPR no XVI tahun 1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi. Akhirnya kembali ke pertanyaan semula,i apakah requestnya IMF dan Bank Dunia agar Indonesia perlu melakukan reformasi ekonomi perlu direspon.
Nasehatnya tidak ada salahnya didengar. Tapi tidak harus menelan pil pahit yang resepnya dibuat IMF dan Bank Dunia sehingga pasca krisis 1998, struktur ekonomi Indonesia bukan tambah kuat, tapi makin bergantung pada asing karena sistem liberal yang dianut oleh para pengambil kebijakan ekonomi tunduk dan patuh melaksanakan nasehat IMF dan Bank Dunia. Parahnya lagi sistemnya membuat perburuan rente ekonomi tumbuh subur yang mengalir searah dengan perkembangan sistem politik kepartaian yang sangat korup, dan melahirkan kegiatan ekonomi permakelaran. ***