Kebijakan “Mengubah Mulut Tangki LCGC”
Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi
INI fakta yang kita catat dalam sejarah pengembangan industri berbasis low cost and green car (LCGC). Karena pelaksanaannya terus ditekan berbagai pihak, maka semua langkah yang ditempuh oleh pemerintah akhir-akhir ini sangat disayangkan justru “merusak” konsep dasar pengembangan sektor otomotif berbasis LCGC. Kita nilai “merusak” konsep dasarnya, karena LCGC itu sendiri sejatinya lebih mencerminkan penerapan semangat prinsip demokrasi ekonomi, yang salah satunya dalam rangka mewujudkan efisiensi yang berkeadilan dan berwawasan lingkungan.
Konsep low cost sangat beririsan dengan semangat efisiensi berkeadilan, sedangkan green car bersinggungan langsung dengan komitmen pemerintah untuk mengembangkan industri hijau yang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dijadikan arus utamanya. Dilihat dari kepentingan pemerintah dan kepentingan bangsa Indonesia secara keseluruhan, kebijakan LCGC sejatinya sudah sesuai dengan semangat konstitusi dan spirit yang dibangun dalam UU tentang Perindustrian.
Namun, sayang ketika pelaksanaan kebijakan tersebut “digoyang”, karena dipandang menimbulkan dampak kemacetan di berbagai kota besar di Indonesia, dan dinilai oleh sementara kalangan tetap sebagai pemboros penggunaan BBM premium yang harganya disubsidi oleh negara, sikap pemerintah terkesan goyang dan tidak kompak untuk mengamankan pelaksanaan pengembangan otomotif LCGC, yang sudah benar konsep dasarnya.
Dalam situasi yang demikian, tampak jelas bahwa kerja politik justru malah bersifat kontraproduktif dan menekan bekerjanya sistem industri yang arus utama pengembangannya sudah sesuai dengan semangat konstitusi dan kebijakan negara yang dibangun bersama antara pemerintah dan DPR, yang produk hukumnya tertuang dalam UU tentang Perindustrian.
Kebijakan pemerintah akhir-akhir ini mengambil sikap “mengalah” dengan melakukan upaya baru agar mulut tangki bansiun mobil LCGC diubah agar hanya bisa diisi dengan pertamax, menjadi terkesan “akal-akalan”. Padahal, setiap perubahan yang dilakukan pada skala besar maupun kecil pada sistem produksi pasti akan menimbulkan tambahan biaya bagi produsen pembuatnya.
Inovasi dan Teknologi
Langkah ini hampir pasti tidak akan efektif dan dapat mengatasi masalah pokok dalam pelaksanaan kebijakan subsidi BBM dan mengurangi kemacetan di DKI Jakarta atau kota-kota besar lainnya di Indonesia. LCGC adalah proses inovasi dan proses teknologi dalam industri otomotif, bukan konsep kejar tayang.
Setiap produk yang dihasilkan melalui proses tersebut dan hasilnya diterima oleh konsumen, sikap politik yang muncul harusnya bersifat produktif untuk program mobil LCGC, karena mendatangkan manfaat ekonomi (dilihat dari kepentingan produsen dan konsumen) dan lingkungan (dilihat dari kepentingan seluruh pemangku kepentingan).
Terus terang, “brand” LCGC akibat salah kaprah ini menjadi terdistorsi. Kondisi ini cukup mengganggu dalam proses pembangunan industri otomotif di Indonesia yang berbasis LCGC dan pembangunan industri pada umumnya. Fenomena ini kemudian memberikan kesan seakan kebijakan/program pemerintah dalam mengembangkan industri otomotif berbasis LCGC dianggap tidak tepat manakala harus dihadapkan dengan persoalan kemacetan dan masalah penggunaan BBM bersubsidi. Padahal, kalau dikaji lebih mendalam, sejatinya masalah kemacetan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia terjadi karena penyediaan infrastruktur jalan yang tidak memadai lagi, baik jumlah maupun kualitasnya.
Akuntabilitas publik seharusnya dialamatkan kepada persoalan mengapa infrastruktur gagal dibangun, dan di lain pihak, kita mengharapkan pertumbuhan ekonomi tinggi lebih berkualitas dan berkelanjutan.
Sementara itu, kita juga bangga manakala akibat pertumbuhan ekonomi tinggi juga menimbulkan dampak meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat, dan seiring dengan itu seharusnya kebijakan subsidi BBM yang harus ditinjau dengan cara menaikkan harga BBM bersubsidi. Bukan malah “mengorbankan” kebijakan/program yang platform-nya sudah benar seperti dalam pengembangan kendaraan roda empat LCGC. Industri dimana pun akan tumbuh selaras dengan perkembangan kemajuan ekonomi suatu negara, apalagi ditopang oleh kebijakan yang tepat.
Ke depan fenomena kebijakan yang seperti itu tidak boleh terjadi lagi, karena pasti merugikan berbagai pihak yang berkepentingan langsung ataupun tidak langsung. Apalagi, jika sudah banyak investasi yang ditanamkan oleh para produsen otomotif di dalam negeri, maka hal itu pasti berdampak negatif bagi produsen.
Iklim investasi menjadi tidak kondusif akibat kebijakan publik di bidang industri otomotif dinilai kurang tepat. Sesudah ini diharapkan tidak lagi terjadi distorsi terhadap kebijakan /program dalam pengembangan industri otomotif maupun sektor industri lainnya, yang justru diciptakan oleh komponen pemerintah, baik di pusat maupun daerah.
Ke depan, kita harapkan pemerintah yang baru mempunyai prioritas yang lebih terukur dalam melaksanakan pembangunan industri otomotif di dalam negeri. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian telah memberikan panduan hukum/regulasi bagi pengembangan industri di masa yang akan datang. Semoga kebijakan yang bersifat “kejar tayang” di bidang apa pun tidak dilakukan oleh pemerintah yang baru. Semua harus tunduk dan taat asas kepada regulasi dan kebijakan, agar kepastian hukum dan kepastian berusaha lebih terjamin. ***