Site icon TubasMedia.com

Kebiasaan Menjelang Sifat

Loading

Oleh : Saparti AS

Ilustrasi

Ilustrasi

DI dalam mendidik dikenal istilah “Kebiasaan Menjelang Sifat”. Artinya semua perbuatan yang selalu dikerjakan berulang kali atau selalu biasa dikerjakan akan menjadi sifat bagi orang yang melakukannya.

Kebiasaan-kebiasaan dapat ditanamkan pada seseorang sejak kecil, contoh anak yang dibiasakan untuk menabung, akhirnya dia suka menabung. Dikemudian hari dia menjadi anak yang hemat. Jadi, sifat seseorang dapat dibentuk oleh kebiasaan. “Kebiasaan menjelang sifat” ini dapat menjadi siasat bagi para pendidik untuk dapat berhasil dalam usahanya mendidik. Itu sebabnya dahulu diwaktu kita kecil bersekolah, oleh guru kita ditugaskan secara bergilir untuk menyapu kelas, membersihkan kuku, mengatur buku, diberi pekerjaan rumah agar mengulangi pelajaran di rumah dan sebagainya. Hal itu merupakan proses membangun sifat yang positif, agar kita menjadi anak yang rajin, bersih dan sehat. Akhirnya sifat yang positif dapat mendatangkan keselamatan dan manfaat bagi yang melakukan.

Demikian pula halnya dengan tumbuhnya sifat negatif, hal itu dari kebiasaan yang dilakukan secara berulang, atas dasar contoh dari orang yang ada di sekelilingnya, seperti berfoya-foya, nongkrong sambil ngobrol yang tanpa guna dan sebagainya yang negatif. Apabila hal tersebut dibiarkan terjadi terus menerus pada seseorang sejak muda, maka dikemudian hari akan memiliki sifat boros, malas dan sebagainya yang negatif. Sifat buruk yang ada pada seseorang akan menyengsarakan dirinya sendiri, dia pun tidak dapat menjadi bunga bangsa, malah menjadi sampah bangsa.

“Kebiasaan menjelang sifat” dapat diterapkan di dalam lingkuangan apa pun, seperti keluarga, sekolah, kantor, pabrik, organisasi-organisasi kemasyarakatan dan sebagainya untuk membangun sifat. Tentunya untuk mendapat masyarakat yang baik, kebiasaan dengan contoh yang baik harus dibiasakan.

Membangun sifat positif yang diawali dari kebiasaan perlu ditumbuhkan menjadi kesadaran seseorang pada keberadaannya di lingkungannya, contohnya sebagai seorang karyawan atau sebagai seorang pimpinan. Kemudian kesadarannya akan mendorong mendidik diri sendiri. Tanpa kesadaran dan tanggung jawab, seseorang tidak akan berusaha untuk mendidik dirinya sendiri untuk mencapai kemajuan yang bersifat positif.

Demikian pula halnya, seorang pemimpin tidak dapat memimpin dengan baik, apabila ia belum dapat mendidik diri sendiri. Mendidik diri sendiri bagi seorang pemimpin dengan tujuan agar ia menjadi pemimpin yang bijaksana, dapat menjadi teladan bagi orang-orang yang dipimpinnya dan pada saatnya ia akan menyerahkan kepemimpinan pada orang yang dididiknya dengan ketulusan. Ini proses pendidikan dari atasan pada bawahan atau pemimpin pada masyarakat yang dipimpinnya.

Menjadi pemimpin yang bijaksana perlu dilandasi dengan cara berpikir yang jernih, tidak tergesa-gesa mengambil keputusan atau kebijakan tanpa pengamatan yang cermat dan teliti. Hal ini hanya dapat dilakukan pemimpin yang sabar, yang membiasakasn diri mau mendengar dengan baik semua laporan anak buahnya yang didasari kejujuran, sehingga akhirnya ia dapat mengambil kebijakan dengan tepat, karena dapat membedakan mana hal yang benar dan yang salah, yang baik atau yang buruk.

Oleh karena itu, kita perlu membiasakan diri melakukan pekerjaan yang baik-baik, memikirkan yang baik-baik, mencita-citakan yang baik-baik agar dapat memiliki sifat yang baik juga, apabila kita ingin mempunyai masyarakat yang baik. Bukankah kita menginginkan hidup dalam masyarakat baik dengan pemimpin yang baik. Jadi, biasakanlah berbuat yang baik-baik saja, dimulai dari diri sendiri.***

Exit mobile version