Karya Indonesia Butuh Ruang Publik yang Memadai
Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi
KATA para ahli marketing, memasarkan produk di pasar memerlukan tempat (place) yang representatif dan mudah diakses masyarakat. Tempat, kita sebut dalam hal ini adalah ruang publik karena spektrumnya lebih luas pemahamannya, yakni bukan hanya tempat dalam arti pisik berupa bangunan permanen berupa pasar swalayan, gedung pertunjukan dll.
Tetapi meliputi pula ruang terbuka bagi kepentingan para perupa, seniman musik, seniman teatrikal untuk dapat menngekspresikan secara langsung kepada masyarakat tentang karya-karya mereka di setiap waktu atau pada hari-hari tertentu. Ruang publik memang penting. Di banyak negara seperti Thailand atau Vietnam di Asia Tenggara, pemerintahnya menyiapkan tempat khusus untuk menjajakan karya lokalnya kepada masyarakat, termasuk masyarakat internasional yang datang berkunjung sebagai turis.
Kepedulian pemerintah baik di pusat maupun daerah, harus tinggi terhadap penyediaan ruang publik ini karena memang menjadi tanggungjawabnya. Secara eksklusif sebaiknya harus ada ruang publik yang secara khusus dirancang untuk keperluan promosi yang bersifat permanen maupun untuk keperluan pemasaran.
Dengan cara ini, masyarakat akan dengan mudah mengakses ke tempat-tempat tersebut. Apa yang ada di tempat itu semuanya harus produk atau jasa Karya Indonesia. Sekarang ini sudah tempatnya terbatas, barangnya lebih banyak diisi barang impor, baik yang masuk secara ilegal maupun legal. Lihat saja di Mangga Dua ,tempat itu dibangun hanya menjadi outletnya barang dari China.
Kita usulkan kepada Gubernur DKI agar Pasar Tanah Abang atau Thamrin City menjadi tempat perdagangan barang-barang hasil produksi dalam negeri, khususnya produk tekstil dan produk tekstil (TPT). Posisinya sangat menguntungkan karena tempat tersebut sudah dikenal dan pengunjungnya sangat banyak bukan hanya dari masyarakat di Jabodetabek maupun dari kota-kota lain di Indonesia, tetapi juga dari mancanegara.
Meng-Indonesia -kan karya Indonesia di dalam negeri memang harus dirancang secara by design. Tidak bisa dilepas dengan cara mekanisme pasar. Mendidik masyarakat agar sadar bahwa di dalam negeri banyak produk yang baik karya asli Indonesia harus dilakukan upaya yang sungguh-sungguh dan butuh special effort atau memerlukan langkah afirmasi dari pemerintah pusat dan daerah.
Langkah ini terutama untuk menangkap pertumbuhan pengeluaran belanja konsumsi rumah tangga yang dalam sepuluh tahun terakhir tumbuh rata rata 5% dan berkontribusi terhadap PDB ekonomi nasional di atas 50% setiap tahun. Pendapatan per kapita dari PDB tahun 2012 mencapai Rp 33 juta. Realitas ekonomi yang seperti itu, kemampuan produksi nasional harus diberikan tempat yang memadai agar kapasitas produksi nasionalnya bisa optimal.
Tahun 2012 silam, belanja konsumsi rumah tangga secara nominal mencapai Rp 4.000 triliun. Idealnya 80% lebih harus disuplai oleh produksi nasional, kalau kita mau mengangkat Karya Indonesia menjadi tuan di negeri sendiri. Pusat-pusat destinasi wisata di Indonesia harus ada pusat penjualan produk made in Indonesia yang tempatnya representatif.nyaman, bersih dan berwawasan lingkungan.
Kalau kita lihat pameran di JCC, Kemayoran dan tempat lain di Indonesia, pengunjung cukup banyak, tetapi sesudah pameran usai, masyarakat kesulitan mencari lokasi tempat produk yang dipamerkan, utamanya produk yang dihasilkan UKM/IKM. Ketemunya lagi pada saat pameran digelar pada waktu yang berbeda. Fungsi pameran akhirnya berubah menjadi tempat penjualan ritel barang yang dipamerkan. Salah kaprah jadinya.
Fenomena ini menjadi indikasi penyediaan ruang publik untuk keperluan pemasaran produk made in Indonesia semakin mendesak untuk dibangun. Yang dijual tidak harus dari produk yang dihasilkan di daerah bersangkutan, tetapi dapat diisi juga oleh produk yang berasal dari daerah lain. Kita sering mendengar pasar dalam negeri potensinya sangat besar. Namun bagaiamana menggarapnya tidak ada perencanaan mikro yang dilakukan secara komprehensif. Yang ada hanya kebijakan makro.
Pemerintah sejatinya hanya menghabiskan waktu untuk mengelola kebijakan makro dalam mengelola perekonomian nasional. Urusan yang bersifat mikro kurang mendapat perhatian maksimal. Progam pemerintah untuk mengoptimalkan penggunaan produksi dalam negeri sudah ada cukup lama,namun pada dasarnya lebih fokus ke arah optimalisasi penggunaan belanja pemerintah melalui mekanisme pengadaan barang/jasa yang dananya menggunakan APBN/APBD.
Singapura atau Thailand selalu menarik dikunjungi para konsumen Indonesia karena konsep memarketingi kota dan produk/jasa yang ditawarkan selalu menarik siapa saja yang datang. Daya tarik Indonesia di mata masyarakat internasional yang cukup tinggi untuk berinvestasi dan berwisata sudah seharusnya juga diberangi oleh adanya kemauan masyarakat Indonesia sendiri untuk mencintai dan menikmati sepuas-puasnya untuk selalu memakai produk karya Indonesia,seperti kita mencintai kuliner daerah di Indonesia dimana-mana.
Pasar dalam negeri memang harus digarap dengan sunggung-sungguh dan dirancang dengan konsep-konsep mikro yang lebih terukur, termasuk penyediaan ruang publik yang representative. ***