Kantong Plastik Berbayar, Langkah Keliru…
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Memberlakukan kebijakan kantong plastik berbayar dengan tujuan mengurangi sampah, adalah langkah keliru dan sama sekali tidak benar. Tidak tepat sasaran.
Hal itu diutarakan Direktur Industri Kimia Hilir, Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Taufiq Bawazier kepada wartawan di kantornya kemarin.
‘’Logikanya tidak masuk, malah dari kaca mata ekonomi, kebijakan ini tidak bagus sebab hanya menghasilkan biaya ekonomi tinggi. Bahkan kebijakan ini menambah hambatan bagi dunia usaha.
Sebagaimana diketahui, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia ( Aprindo) sejak 01Maret 2019 memberlakukan kebijakan pembayaran plastik Rp 200 dengan harapan bisa mengurangi penggunaa kantong plastik.
Akan tetapi Taufiq menyatakan kebijakan plastik berbayar tersebut tidak akan mengurangi niat konsumen untuk penggunaan plastik secara signifikan.
Penggunaan plastik oleh konsumen dari pusat-pusat perbelanjaan tidak akan bisa dihentikan karena kantong itu sangat dibutuhkan. Karena itu berapa rupiahpun harga kantong plastik, pasti dibayar konsumen untuk membungkus barang belanjaannya.
Untuk itu agar tujuan bersih dan ramah lingkungan serta sehat, yang perlu dibenahi adalah manajemen pengolahan sampah. Pasalnya, kantong plastik yang disebut-sebut sebagai sampah itu, sejatinya adalah bahan baku industri plastik.Semakin banyak kantong plastik diguakan masyarakat, maka semakin banyak pula sumber bahan baku industri plastik.
‘’Artinya, sebanyak apapun kantong plastik yang digunakan kosumen, tidak akan mengotori lingkungan sebab seketika itu juga kantong plastik bekas akan dipungut pemulung untuk kemudian dirupiahkan kepada para pengumpul. Seterusnya masuk ke industri daur ulang untuk dijadikan bahan baku industri plastik,’’ jelas Taufiq.
Saat ini kebutuhan bahan baku industri plastik di Indonesia mencapai 5,6 juta ton per tahun sementara industri nasional (virgin) yang memproduksi bahan baku industri plastik hanya mampu memasok 1,7 juta ton dan industri daur ulang memasok hanya 1,1 juta ton. Recycle industry ini menurut Taufiq adalah sesuatu yang harus dilakukan guna menjamin pengadaan bahan baku industri plastik.
‘’Konsep pemerintah adalah bagaimana agar pengadaan bahan baku itu tetap substain. Jadi tidak perlu khawatir,” katanya.
Dalam kesempatan ini, Taufiq mencoba meluruskan sebutan terhadap kantong-kantong plastik bekas, bahwa kantong-kantong plastik itu sebenanya bukan sampah, melainkan bahan baku industri.
Bahan baku industri tersebut menurut Taufiq bagaikan tambang emas yang berserakan di muka bmi, tinggal dikumpulkan dan jadilah emas seterusnya lingkungan akan menajdi bersih dan sehat.
‘’Jadi yang tepat, kantong-kantong plastik bekas tersebut bukan sampah, tapi lebih tepat disebut scrap,’’ tegasya, (sabar)