Kampung Naga, Perkampungan Adat yang Unik
Laporan: Redaksi
TASIKMALAYA, (TubasMedia.Com) – Kampung Naga di wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, merupakan perkampungan adat tradisional yang unik. Hingar bingar kehidupan modern dianggap tabu diterapkan di masyarakat Kampung Naga. Sikap itu membuat tradisi masyarakat Kampung Naga sangat dikagumi para wisatawan yang berkunjung ke daerah itu.
Masyarakat Kampung Naga masih tetap memegang teguh adat istiadat leluhur, meskipun berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat modern saat ini. Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, berjarak sekitar 30 km dari pusat Kota Tasikmalaya dan 26 km dari Kota Garut dan sekitar 90 km dari Bandung.
Keunikan masyarakat Kampung Naga diantaranya setiap rumah memiliki bentuk yang sama, yakni beratapkan ijuk atau rumbia dengan dinding terbuat dari seret-seret rotan yang disusun menyerupai tikar besar atau terbuat dari bilik bambu. Di atas daun pintu terdapat sejenis anyaman yang disebut tanda angin.
Ke-khasan adat istiadat masyarakat Kampung Naga diantaranya jumlah rumah tidak lebih dari 113 bangunan dengan jumlah penduduk tidak lebih dari 312 jiwa atau sekitar 108 KK (data kuncen th 2010). Di kampung ini selain terdapat bangunan rumah terdapat pula bangunan khas lain, yakni Bale Patemon (gedung pertemuan), Leuit (lumbung padi), dan Masigit (masdjid) serta Bumi Ageung (rumah adat).
Upacara ritual khas Kampung Naga diantaranya Pedaran, yakni upacara sakral yang dilaksanakan sewindu sekali setiap bulan Mauluid tahun Alif, syukuran tengah bulan Sya’ban, Lebaran atau Idul Fitri dan Idul Qurban. Uniknya sudah turun menurun setiap bangunan dan rumah tabu (dilarang) untuk dicat dengan cat umum kecuali memakai cat terbuat dari kapur sirih. Begitu pula memasak masih memakai kayu bakar dan kompor minyak tanah, karena masyarakat tabu menggunakan gas elpiji.
Sistim pemerintahan desa yang ada di Kampung Naga adalah sistem formal dan sisitem nonformal. Sistem formal sama yang terdapat luar Kampung Naga, yaitu kelurahan, rukun tetangga (RT) an rukun warga (RW), sedangkan sistem non formal Kampung Naga diketuai (dipimpim) “Kuncen” sebagai penanggung jawab dan pemimpin adat.
Kawasan budaya Kampung Naga ditetapkan sebagai kawasan pariswisata berdasar Perda No. 2 tahun 2005, tentang rencana tata ruang wialayah Kabupaten Tasikmalaya menjadi kawasan wiasata andalan. Menurut catatan sejarah Kampung Naga, berasal pada masa Kewalian Seikh Syarif Hidayatulloh atau Sunan Gunung Jati. Seorang abdi Singaparana yang ditugasi untuk menyebarkan agama Islam di daerah Priangan Timur. Kampung Naga pernah dibumi hanguskan oleh pemberontakan DI/TII sehingga benda-benda bersejarah seperti pusaka, pakaian, tombak, keris musnah dilalap api.
Tradisi yang masih melekat turun menurun pada masyarakat Kampung Naga, yakni setiap hari Rabu dan Sabtu sebagai hari tabu, seluruh masyarakat dilarang melakukan upacara adat dan ziarah serta tabu menceritakan rahasia adat istiadat masyarakat setempat ke orang luar.
Kampung Naga merupakan daerah perbukitan dengan produktivitas tanah cukup subur dengan luas sekitar 1,5 hektar, terdiri dari pemukiman dan pertanian sawah. (hakri)