JAKARTA, (tubasmedia.com) – Usai pengumuman hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Sekjend Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto kerap melontarkan kritik kepada Presiden Jokowi.
Kritik ini muncul usai Jokowi yang masih menjadi kader PDI-P justru mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Kemenangan telak Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024 pun diyakini tak lepas dari campur tangan Jokowi. Sederet kritik itu pun juga disampaikan dalam acara diskusi bertajuk “Sing Waras Sing Menang”, Sabtu (30/3/2024).
Dalam acara itu, Hasto menyebutkan bahwa PDI-P merasa khilaf karena pernah mencalonkan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai Wali Kota Solo pada Pilkada 2020.
Menurutnya, alasan PDI-P kala itu mengusung Gibran adalah kemajuan Indonesia sejak dipimpin Jokowi.
“Kami jujur saja khilaf ketika dulu ikut mencalonkan Gibran karena di sisi lain memang kami mengakui terhadap kemajuan yang dilakukan Jokowi,” ungkap Hasto.
Ia juga mengungkit Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. Setelah putusan itu, Gibran akhirnya bisa mencalonkan diri sebagai Cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Gibran Belum Dewasa
Padahal, Hasto menilai putra sulung Jokowi itu belum memiliki pengalaman yang cukup untuk memimpin Indonesia dalam berbagai aspek, seperti ekonomi, sosial, dan geopolitik.
“Kemudian di tengah-tengah itu muncul seorang anak presiden yang belum mencukupi batas usia, wali kota juga baru dua tahun, kemudian mendapatkan suatu preferensi,” ungkap Hasto.
Ia menjelaskan, seorang pemimpin seharusnya mempunyai “kedewasaan” dalam menghadapi kompleksnya permasalahan suatu negara. Sebab, ketidakdewasaan dapat menyebabkan hal yang tak diinginkan, seperti kasus kecelakaan Gerbang Tol Halim Perdanakusuma yang terjadi karena sopir belum memenuhi syarat usia mengemudi dan tidak memiliki SIM.
Jokowi Antimeritokrasi
Selain tentang Gibran, Hasto juga mengkritik kebiasaan Jokowi yang kerap menempatkan orang-orang terdekatnya di Solo pada jabatan strategis pemerintahan. Menurutnya, sikap Jokowi tersebut merupakan bentuk dari antimeritokrasi dalam pemerintahan.
“Di dalam penempatan jabatan strategis pun kami melihat untuk menjadi pejabat Indonesia itu harus kenal Jokowi dulu di Solo, ini kan antimeritokrasi, apakah Solo betul-betul menjadi wahana penggemblengan,” ujar Hasto.
Hasto juga menuding Jokowi telah melakukan nepotisme dengan tidak mengedepankan nilai-nilai yang berpedoman pada proses dan perjuangan.
Hal ini dibuktikan dengan munculnya hampir seluruh keluarga terdekat Jokowi yang mengisi jabatan pemerintahan. Adapun beberapa nama pejabat yang mengisi jabatan strategis dan telah mengenal Jokowi ketika masih di Solo atau sering disebut “Geng Solo”, antara lain Menko Polhukam Hadi Tjahjanto, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. (sabar)