Jika Tim Ekonomi Bukan Orang Parpol
Oleh: Fauzi Aziz

Ilustrasi
HASIL verifikasi KPU menetapkan 10 parpol sebagai peserta pemilu tahun 2014, sembilan pemain lama dan satu pemain baru, yakni partai Nasional Demokrat (Nasdem). Semua punya ambisi yang sama, mau menjadi penguasa di republik ini.
Pada tahun 2014, di Brasil, juga akan berlangsung pertandingan sepakbola antar negara sedunia dan semua kesebelasan yang lolos akan berusaha menjadi pemenang. Untuk event yang satu ini, tanpa mendahului takdir, Indonesia pasti tidak akan sampai ke Brasil karena sudah terlatih menjadi pecundang.
Tahun 2015, Asean FTA akan mulai efektif diberlakukan. Tahun 2016, direncanakan Asean-India FTA, Asean-Korsel FTA, Asean-Autralia dan New Zeland FTA kalau tidak keliru akan juga dimulai. Tahun 2014-2016 sarat dengan perhelatan akbar, politik, bola dan FTA.
Sebagai warga negara hanya bisa berharap bahwa Indonesia mudah-mudahan memiliki tim politik kebangsaan yang kuat, berintegritas, bermartabat dan beradab. Tim Ekonominya harus canggih karena laga FTA butuh otak cerdas, memiliki sikap nasional yang teruji dan berintegritas dan para pengambil keputusan jitu di bidangnya.
Untuk uji nyali, tim ekonomi sebaiknya dicoba dulu dikomandani oleh tokoh-tokoh baru, yang bukan para ahli dari aliran ekonomi mainstream dan jangan pula berasal dari parpol. Sebut saja misalnya, Gubenur BI kita percayakan kepada Faisal Basri, Menko Perekonomian Rizal Ramli, Menkeu, Ichsanuddin Nursi, Menteri ESDM, M Kurtubi, Menteri Bappenas, Anis Baswedan, Menteri Perdagangan Refrizon Bazwir dll.
Tahun 2014-2019 adalah tahun penuh tantangan dan ancaman. Karena itu,diperlukan tim kerja yang kompak, yang tidak saling menyandera di bidang politik dan ekonomi. Bergerak, begegas dan jangan berlama-lama berfikir di atas kertas.
Di bidang politik, hukum dan ekonomi, Indonesia harus naik kelas, berubah menjadi lebih baik, karena sistem politik kebangsaan yang menyehatkan, sistem hukum yang menjamin kepastian dan keadilan adalah unsur-unsur yang dapat menjadi iklim yang baik bagi bergeraknya kegiatan ekonomi.
Ada satu hal yang tak kalah penting, yang selama ini nyaris tidak ditangani dengan baik, yaitu platform negara di bidang pengembangan kebijakan kebudayaan, karena kebudayaan adalah katalisator bagi pembangunan berkelanjutan.
Kita tunggu pikiran besar, gagasan besar dan karya-karya besar dari 10 parpol peserta pemilu 2014 untuk membawa negeri ini bisa naik kelas. Negeri ini tidak butuh lagi para penguasa korup yang hanya akan membawa negeri ini ke jurang kebangkrutan. Negeri ini hanya memerlukan orang-orang yang punya komitmen dan mau kerja keras membangun Indonesia yang beradab dan bemartabat.
Hentikan politik uang, hentikan serangan fajar, karena keduanya adalah merupakan budaya politik korup yang nilai pendidikan politiknya nihil dan destruktif. Ada minimal 5 isu kebijakan yang harus digarap oleh penguasa pada tahun 2014-2019, yakni 1) kebijakan politik kebangsaan, 2) kebijakan ekonomi yang lebih mengedepankan pemanfaatan sumber daya nasional, 3) kebijakan di bidang hukum yang menjamin kepastian dan keadilan yang sesuai UUD 1945, 4) kebijakan di bidang kebudayaan, dan 5) kebijakan sosial yang bertujuan bukan hanya sekedar pengentasan kemiskinan, tetapi cakupannya lebih luas dari itu,yakni meminimalkan kesenjangan, peningkatan jaminan sosial dan akses ke kehidupan yang layak.
Sebagai negara yang demokratis, pembangunan yang dirancang dengan 5 instrumen kebijakan tadi, bemuara kepada pemulihan harkat dan martabat seluruh rakyat agar menjadi manusia Indonesia seutuhnya.
Dimensi keadilan, pemerataan, kemanusiaan dan kemandiran harus nampak secara substansial dalam 5 pilar kebijakan negara tersebut. Kalau tidak, rakyat yang makin cerdas pasti akan “menggugat”. ***