Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi
INDONESIA sudah hampir 70 tahun merdeka dan telah menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Dengan segala perkembangannya, kebebasan telah banyak memberikan warna tersendiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bangga menjadi bangsa Indonesia pasti ada di sanubari kita.
Namun rasa cemaspun menjadi bangsa Indonesia harus diakui pasti muncul dalam perasaan kita. Bangga dan cemas bercampur aduk menjadi satu. Di satu sisi ada keyakinan bahwa kita punya modal untuk menjadi bangsa besar dan maju di masa mendatang. Di sisi lain ada kecemasan yang mendalam dan ketidakpercayaan setelah hampir 15 tahun menjadi negara demokrasi, negeri ini hanya dipakai buat bancaan oleh para elit politik yang hanya befikir kekuasaan, tanpa pernah berfikir tentang peradaban Indonesia.
Boro-boro memikirkan peradaban. Perilaku politik sebagian besar elit politiknya saja tidak beradab. Mereka masih banyak yang hanya bertindak sebagai pekerja politik. Berpolitik dengan cara menumpuk kekayaan dan kemudian hidup bermewah-mewah tanpa pernah memikirkan nasib dan masa depan bangsa dan negara.
Semua yang bersinggungan dengan ranah kekuasaannya hampir tidak ada yang luput untuk dikapitalisasi menjadi kekayaan pribadi dan kelompoknya. Ada “kebohongan” dan “kecurangan” yang mereka ciptakan hanya sekedar untuk membentuk opini dan persepsi bahwa seakan mereka adalah golongan para penegak kebenaran dan keadilan serta dengan lantang mengatakan bahwa elit politik yang lain salah, tidak beretika dan sebagainya.
Proses politik, proses legislasi dan proses penyusunan anggaran di parlemen banyak diwarnai “perselingkuhan” yang berujung hanya untuk memperkuat basis kekuasaan di parlemen dan menciptakan politik anggaran yang sebagian di antaranya didesain untuk kepentingan mereka dalam rangka kapitalisasi aset, baik untuk keperluannya sendiri maupun kelompoknya.
Hampir sulit menemukan legacy para elit politik di negeri ini, baik di pusat maupun di daerah, kecuali hanya kita temukan perilaku politik mereka yang murahan, picisan, tercela dan rendah kualitas keberadabannya. Yang halal dimakan dan yang tidak halalpun dilibasnya karena mereka beranggapan kapan lagi kalau tidak sekarang mumpung lagi berkuasa.
Semua bisa diatur, inilah logika dan fatsun politik yang dianutnya. Tahu sama tahu logika murahan lain yang banyak dilakukan, meskipun sulit dibuktikan, tetapi publik merasakannya. Bayangkan lima tahun atau bahkan lebih menjadi anggota parlemen, tetapi akhirnya hanya merana hidup di balik jeruji besi menjadi pesakitan karena menjadi tersangka/terdakwa perkara korupsi.
Legacy ini yang ditinggalkan mereka para elit politik yang hidupnya tersesat kepada keluarganya dan kepada bangsanya. Indonesia tidak akan pernah menjadi hebat di mata rakyatnya dan di mata dunia kalau negerinya dikelola oleh para elit politik yang tidak beradab.
Indonesia akan hancur dan proses kehancurannya justru akan dimulai dari dalam karena negeri ini diurus dan dikendalikan oleh elit politik yang ugal-ugalan, yang nyaris tidak pernah berfikir dan bertindak untuk kemajuan bangsanya. Jelang pileg dan pilpres tahun ini, sepertinya kalau kita bersikap pesimis, Indonesia tidak akan mengalami perubahan yang sangat berarti karena hampir 80% calon anggota ligeslatif adalah muka-muka lama yang lebih banyak berprofesi sebagai pekerja politik, yang hidup mengandalkan gaji dan “obyekan”. Calon presidennyapun sama, yaitu stok lama yang nilai jualnya rendah. Namun orang bijak mengatakan bahwa kita tidak boleh besikap pesimis dalam menyikapi proses dan perkembangan yang sedang terjadi di negeri ini.
Hanya manusia gila yang nalarnya tidak waras yang tidak menginginkan terjadinya peubahan untuk membawa negeri ini menjadi lebih baik, lebih bersih dan bebas dari lingkungan kehidupan berbangsa dan benegara yang kumuh yang bisa menenggelamkan keadaban Indonesia.
Karena itu, kita menjadi bersikap optimis, sebab masih banyak tokoh di negeri ini yang cara bepolitiknya beradab karena mereka punya keyakinan dan kepercayaan bahwa negeri akan menjadi lebih baik kalau kita sendiri jujur dan tulus untuk mengubahnya.
Yang jelas negeri ini hanya pantas dipimpin elit politik yang beradab yang bisa memimpin bangsanya menuju jalan yang benar menurut norma apapun dan tidak menjerumuskan ke arah jalan yang sesat dan menyesatkan. Kita akan memberikan kepercayaan penuh kalau nakhoda yang terpilih adalah jujur, amanah dan bertanggungjawab. ***