Jika Berhasil atau Jika Gagal, Maka ?

Loading

download-jpg2

Oleh: Fauzi Aziz

 

KEBAHAGIAN dan kegembiraan serta kemurungan dan kegundahan selalu akan muncul bila dalam segala aspek kehidupan dihadapkan pada dua kondisi, saat menghadapi keberhasilan dan di waktu menghadapi kegagalan.

Pilihan kondisi yang membentuknya secara umum memang hanya dua, jika berhasil,  akan mendatangkan kebahagian dan bila gagal, maka kesusahanlah yang akan kita peroleh.

Fenomena ini jika pilihannya hanya ada dua, panduan yang penuh kearifan adalah banyaklah mengingat dan minta pertolongan kepada Tuhan sambil berdoa dan berusaha.

Semangatnya adalah optimisme karena Tuhan mempunyai konsep sendiri untuk memberikan dukungan bagi setiap manusia yang beriman kepada-Nya. Itulah mengapa negeri ini ber-Pancasila sebagai way of life dan menempatkan pada nomor urut pertama, Ke-Tuhanan YME.

Jadi jika keimanan kepada Tuhan hanya menjadi kosa kata saja, tidak diamalkan dalam pikiran dan tindakan, maka sulit rasanya kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara akan mendatangkan kebahagiaan.

Tak ada maknanya apa-apa semangat optimisme dibangun, jika kita melupakan Tuhan di dalam setiap kita merencanakan sesuatu dan melangkah untuk berbuat sesuatu, apalagi jika keburukan ada di balik itu semua.

Berbangsa dan bernegara adalah hal ihwal tentang kesuksesan sebab jika gagal, kita sama saja menjemput ketidak bahagiaan dan kesusahan. Sangat tidak enak  menjabat apa saja kalau kita selalu mendapat rapor merah dan “diputuskan” gagal melaksanakan tugas kepemimpinan, apalagi manusia menyandang gelar yang amat tinggi dan mulia sebagai wakil Tuhan di muka bumi.

Gagal menjaga dan menyelamatkan bumi akan membuat sia-sia dalam melaksanakan amanah sebagai wakilnya Tuhan mengurus bumi seisinya. Menjadi presiden, anggota dewan, pemimpin daerah menjadi ulama, pendeta dan biksu atau mnjadi apa saja, akan sangat bahagia jika berhasil menjaga menciptakan dan memelihara perdamaian dan mampu mengantarkan warganya menjadi hidup lebih sejahtera dan makmur.

Namun sebaliknya jika gagal, ia akan mendapatkan rapor merah dan arga menjadi tidak percaya atas segala ucapan dan tindakannya. Mereka akan dinilai sebagai pemimpin yang gagal total alias “gatot”.

Apa enaknya menjadi pemimpin yang gatot. Kata orang kebanyakan lebih baik mundur kalau memang dinilai gagal. Disini budaya malu harusnya muncul dan terlahir menjadi sistem sosial baru yang harus ditradisikan agar negeri ini terpimpin dan dipimpin oleh orang-orang yang berhasil dalam satu sistem sosial yang lengkap, antara lain beriman kepada Tuhan-NYa dan selalu menyertakan campur tangan TuhanNya dalam setiap melangkah, sejak direncanakan sampai akhirnya berbagai prestasi gemilang diraih.

Lakon Indonesia judulnya hanya satu kalimat pendek, yakni “Indonesia yang berhasil, atau Indonesia yang gagal”. Pemimpin Indonesia harus membuat skenario tentang Indonesia yang berhasil dan melakoninya bersama seluruh tahapan-tahapan menuju keberhasilan yang akan dituju.

Jika gagal menurut ukuran apapun, harus tunduk dan patuh pada nilai sosial baru, yakni bersedia mundur tanpa harus susah payah dimundurkan yang ongkosnya tidak murah dan prosedurnya berbelit.

Melihat lakon Indonesia yang seperti itu, pemimpin Indonesia harus melaksanakan kepemimpinan yang baik, amanah dan bertanggungjawab agar Indonesia menjadi negara yang berhasil.

Lakonnya  menjadi yang berhasil sehingga jurus-jurus manajemen yang tepat harus diterapkan karena keberhasilan selalu memerlukan dukungan sistem yang baik dan tepat sesuai kebutuhan. Jika belum berhasil, katakan kepada rakyat sambil mengucapkan permohonan maaf kepada rakyat dan katakan sejujurnya bahwa saya ternyata bukan sosok pemimpin yang berhasil membawa rakyat keluar dari kebodohan dan kemiskinan.

Pemimpin seperti ini bisa dikatakan gagal, tetapi ia membawa keberhasilan yang luar biasa karena sukses menyampaikan kejujuran yang tulus dengan mengatakan dirinya bukan pemimpin yang berhasil. Inilah tokoh seorang pemimpin perubahan yang sejatinya, yakni mentradisikan sistem sosial baru dengan menerapkan budaya mundur secara mandiri karena gagal menjalankan tugas kepemimpinannya.

Kita sedang melangkah menuju lakon Indonesia yang berhasil tampil di panggung nasional, regional dan global penuh percaya diri karena bangsa ini telah kokoh dan kuat dalam segala hal.

Patut dipantaskan menjadi pemenang dan tidak pantas menjadi pecundang karena telah berhasil membangun dirinya sebagai bangsa besar. Mari bergerak dan melangkah ke arah yang sama meraih keberhasilan dan kemenangan untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Bersatu padu membangun negeri meraih keberhasilan dan kemenangan. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme adalah jalan yang salah. Hampir semua negara di dunia menjadi negara gagal karena KKN-nya tumbuh seperti buah chuldi yang jika dimakan akan menyebabkan rakyatnya teracuni perbuatan iblis yang menyesatkan sehingga Indonesia menjadi negara gagal.

Jika kita berhasil membangun peradaban bangsa, Indonesia akan menjadi bangsa beradab. Sebaliknya jika bangsa ini gagal membangun peradabannya, maka bangsa Indonesia akan menjadi bar-bar seperti di zaman lampau. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi).

CATEGORIES
TAGS