Invisible Hand

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

ADAKAH dia? katanya ada, tapi sepertinya dia itu bukan setan atau bahkan malaikat. Yang pasti dia ada tapi tidak pernah menampakkan diri dan perilakunya kadang-kadang bisa mempengaruhi jalan pikiran seseorang dalam proses pengambilan keputusan.

Dari aspek governance, sosok invisible hand hampir pasti tidak pernah bersikap transparan dan hasil kerjanya bisa tidak dapat dipertanggung jawabkan. Seperti setan atau tuyul, dia sanggup beroperasi 24 jam tanpa pernah tidur, fatwanya sering dituruti, soal benar atau salah urusan belakang.

Para dukun klenik bisa disebut sebagai bagian dari anggota gang invisible hand. Demikian pula para pembisik bisa juga masuk dalam kelompok ini. Hal yang semacam ini terjadi dimana-mana di negara manapun.

Dia pada umumnya dipakai oleh para elite penguasa atau yang berkeinginan untuk menjadi penguasa. Ilmunya yang paling dikuasainya adalah tukang intrik, tukang kompor dan boleh jadi dia menguasai disiplin ilmu tertentu untuk menjaga kredibilitasnya. Namanya saja invisible hand, pasti dia tidak berorganisasi atau organisasinya tanpa bentuk.

Kabar yang paling gres yang banyak dilansir oleh media akhir-akhir ini adalah berita tentang Yawadwipa yang berancana mau membeli bank permata dengan harga Rp 6,7 triliin. Siapa dia nggak jelas, wong katanya perusahaan tersebut baru dibentuk kemarin sore.

Duitnya siapa untuk membeli bank tersebut juga belum diketahui persis. Tapi di balik itu ada invisible hand yang bekerja dan persis dia bekerja tidak transparan dan tidak akuntabel. Untuk kepentingan siapa dia bekerja hanya rumput bergoyang yang tahu.

Kerja para invisible hand hampir tidak pernah dapat diverifikasi karena mereka bekerja di luar sistem. Invisible hand bekerja untuk kepentingan pihak yang berkepentingan, karena itu menjadi bersifat subyektif tergantung skenario pihak yg membutuhkannya. Azas hukum dan kepatutan digunakan juga dari prespektif yang bersifat subyektif.

Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan dan kenegaraan banyak terjadi penyimpangan karena bisikan para invisible hand yang dari awal bekerja tidak tunduk pada kaidah-kaidah kepatutan. Celakanya bisikan mautnya lebih banyak didengarkan dan dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan.

Jangan heran kemudian seringkali keputusan yang diambilnya menimbulkan kontraversi. Invisible hand sulit dihapuskan karena manusia bekerja dalam dua kutub yang memandu cara berfikirnya. Kutub pertama, adalah kutub yang bersifat rasional dan kutub yang kedua adalah bersifat irasional termasuk dorongan hawa nafsunya.

Yang paling sulit kalau nasehat-nasehat yang dibisikkan oleh aktor invisible hand tersebut selalu mendatangkan manfaat secara material bagi pihak yang menggunakan, tak segan-segan yang bersangkutan akan berani memberikan honor tinggi dan selanjutnya alam bawah sadarnya akan menuntunnya ke arah proses berfikir dan bertindak di luar sistem.

Ketika sistem mulai tidak berfungsi, maka organ-organ yang ada dalam struktur organisasi makin lama makin mandeg dan mati suri. Bekerja dengan invisible hand adalah ranah yang cukup subur dan potensial melahirkan perilaku KKN. Keasyikan dan kemudian membuahkan kenikmatan, akibatnya menjadi sayang untuk melepaskan kekuasaannya. Kalau boleh seumur hidup, kenapa tidak?

Struktur dan sistem hanyalah sekedar simbol dan tameng. Manusia-manusia yang ada dalam struktur dan sistem tidak lebih hanya boneka pajangan yang makan gaji buta. Sosok invisible hand senang sekali bermain di air keruh. Aktifitasnya sehari-hari lebih banyak dilakukannya di lapangan golf, di tempat-tempat hiburan, loby sana loby sini, main judi, kasino dan permpuan.

Berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, di dalam maupun di luar negeri. Di hampir setiap akan dilakukan penelusuran terhadap aktifitas yang mereka kerjakan, sebelum bisa diketemukan oleh petugas, mereka sudah tahu lebih dahulu karena memang diberitahu juga oleh petugas bahwa kegiatan mereka sedang ditelusuri.

Inilah mengapa aktifitas underground economy sulit sekali diberantas karena invisible hand juga bekerja dengan cara underground yang memiliki jaringan yang kuat baik ke dalam maupun keluar dalam subuah organisasi. Maka dari itu bekerjalah dengan mengedepankan untuk menggunakan nurani dan akal sehatnya, bukan dengan pendekatan tirani dan menggunakan akal tidak sehatnya/irasional.

Invisible hand adalah bukan staf ahli, staf khusus atau bahkan sosok intelejen. Invisible hand tidak pernah ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK). Invisible hand bekerja atas dasar kepercayaan saja antara dua pihak. Besarnya imbalan yang diterimanya juga tidak ditetapkan dengan SK. Semua serba di bawah tangan.

Hasil kerjanya juga tidak bisa diukur dan tidak ada Key Performent Indicatornya (KPInya). Kalau mau membangun sebuah peradaban, maka yang paling baik adalah bekerja di bawah kendali struktur dan sistem yang solid dan dilingkupi oleh standar hidup dan perilaku yang tunduk dan patuh pada nilai etika dan moral/agama.

Invisible hand adalah ada dan tiada. Dia ada karena ada yang membutuhkan dan senang menggunakannya. Dia menjadi tiada kalau struktur dan sistem bekerja di bawah naungan nilai etika dan moral/agama. Tuhan tidak pernah menciptakan invisible hand kecuali hanya yang visible hand.***

CATEGORIES

COMMENTS