Integrasi Sistem Ekonomi Nasional Bersifat Mandatory
Oleh: Fauzi Aziz
SEPENTING apakah konsep tentang pentingnya “mematenkan” kalimat pamungkas berjudul integrasi sistem ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan kesatuan ekonomi nasional sebagaimana dikehendaki azas demokrasi ekonomi yang dituliskan dalam pasal 33 UUD 1945.
Penulis memandangnya sebagai perintah konstitusi, terkait dengan pentingnya mengintegrasikan sistem ekonomi nasional. Perintah ini secara politik bersifat mengikat kepada seluruh pemangku kepentingan ekonomi. Konsep integrasi sistem ekonomi nasional, secara tersirat dapat menjamin adanya keterkaitan antar sektor, antar daerah, antar komoditas dengan tujuan agar tercapai efisiensi produksi dan distribusi pada titik yang paling optimum.
Globalisasi dan kemajuan di bidang teknologi informasi membawa sebuah konsekwensi bahwa sistem keterkaitan harus dijamin lancar dan bebas hambatan. Integrasi sistem ekonomi nasional menjadi sebuah keniscayaan seperti integrasi ekonomi regional dan global.
Menjadi aneh dan tidak masuk akal, ketika Indonesia yang mengintegrasikan diri ke dalam sistem ekonomi regional dan global, sistem ekonomi nasionalnya masih terkotak-ko tak dan tersekat-sekat sehingga gerak tumbuhnya menjadi lamban dan banyak menguras bahan bakar/energi untuk menggerakkan mesin ekonomi di dalam negeri.
Kita belum terlambat menciptakan konsep integrasi sistem ekonomi nasional. Rasanya perubahan secara fundamental kebijakan yang sering dikumandangkan para pakar ekonomi dimaksud kan untuk “membongkar” sistem yang terkotak-kotak.
Integrasi sistem ekonomi sama pentingnya dengan integrasi bangsa. Dan ancaman terjadinya dis-integrasi sistem ekonomi nasional sama mengerikannya dengan adanya ancaman dis-integrasi bangsa karena pada akhirnya bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang merugi ketika pengkotak-kotakan itu menjadikan sistem ekonomi bekerja dengan banyak sumbatan, distorsi dan akhirnya stuck in the middle.
Jika ingin hadir di pentas ekonomi regional dan global, tidak cukup hanya dengan ungkapan siap atau tidak siap. Ini sama saja dengan ungkapan bondo nekad (bonek).
Contoh sederhana adalah Jawa Timur dan Jawa Tengah secara fisik terintegrasi dalam koridor jawa, seperti halnya dengan DIY, Jabar, DKI Jakarta dan Banten. Namun kita tahu dalam konsep sistem ekonomi “tidak terintegrasi” atau belum terintegrasi sepenuhnya.
Kita tahu jawabannya mengapa tidak terintegrasi. Disebabkan adanya sistem lain yang bekerja, yakni sistem politik yang mengandalkan bekerjanya kekuasaan politik, misalnya terkait dengan soal desentralisasi dan otonomi kekuasaan. Padahal ada keputusan politik yang lebih tinggi mengatakan integrasi bangsa dan kesatuan ekonomi nasional adalah perintah konstitusi. Posisinya clear and clean dilihat dari ke putusan politik nasional.
Pandangan ini boleh jadi bersifat subyektif, tetapi juga dapat dipandang logis karena bangsa ini membutuhkan jawaban yang clear and clean atas fenomena ekonomi nasional yang tak kunjung bisa membebaskan diri dari banyaknya sumbatan, distorsi dan selalu berbiaya mahal.
Akibatnya, ketika berlaga dengan jargon “siap tidak siap”, daya saing Indonesia di pasar internasional, rendah. Situasi ini membuat pada saat neracanya dipublikasikan, baik debet dan kreditnya mengalami ancaman defisit.
Pandangan ini tidak bermaksud mengatakan sistem ekonomi nasional lebih penting dari sistem politik kekuasaan. Pandangan ini hanya ingin mengingatkan kembali pada para pembuat kebijakan politik dan kebijakan ekonomi bahwa sistem ekonomi bekerja tunduk pada mekanisme pasar.
Bolehdiintervesi oleh kekuasaan, manakala pasar mengalami kegagalan bekerja menjaga keseimbangan antara sisi penawaran dan permintaan. Sistem ekonomi selalu mendambakan efisiensi, produktifitas, skala ekonomi dan keterkaitan, sehingga mengintegrasikan masing-masing sub sistem ke dalam sistem yang lebih utuh menjadi arus utamanya dan niscaya.
Pembangunan ekonomi di negara manapun tidak bisa menafikkan sama sekali peran politik/kekuasaan/pemerintah, baik pusat maupun daerah. Namun peran tersebut tidak dimaksudkan untuk membuat sekat-sekat atau pengkotak-kotakan sub sistem ekonomi menjadi “terisolasi” oleh sistem administrasi publik yang kaku dan arogan sehingga sub sistem ekonomi menjadi “kerdil” tidak pernah bisa mencapai skala ekonomi yang optimal.
Sekat-sekat kekuasaan menjadi gagal mengantarkan bangsa ini membangun kesatuan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan konstitusi negara. Fenomena ini harus diakhiri.
Terkait dengan serangkaian pandangan tersebut, pemerintah sebagai pembuka dan pemberi jalan bagi terciptanya integrasi sistem ekonomi nasional secara politik perlu segera diputuskan. Tanggungjawab pusat adalah pembuat kebijakan. Raja-raja kecil yang lahir di daerah perannya juga dilakukan penataan ulang berdasarkan pendekatan manajemen strategik.(penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).