Indonesia Terperangkap Demokrasi Liberal
Oleh: Fauzi Aziz
MANUSIA adalah ciptaan Tuhan yang paling lengkap dibekali “instrumen” untuk membangun jati dirinya di sepanjang hidupnya. Akal, pikiran, hati dan perasaannya menyatu dalam satu sistem yang dapat menggerakkan jiwa raganya melaksanakan tugas dan tanggungjawab kemanusiaannya.
Agar dapat menjalankan misi kemanusiaan dengan baik, setiap manusia dibingkai oleh norma, kaidah dan sistem tata nilai, baik bersumber dari ajaran agama maupun dari sistem tata nilai yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Sistem tata nilai dalam konteks bernegara terdapat dalam nilai-nilai Pancasila sebagai landasan idiologis dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional.
Dalam kehidupan pribadi, kelompok atau mayarakat, manusia terbingkai oleh sistem nilai yang hidup di lingkungannya. Umumnya bersumber dari ajaran agama dan adat istiadat serta kebiasaan setempat yang senantiasa dijunjung tinggi dan dihormati. Internalisasi dan aktualisasi sistem nilai tersebut menjadi sangat penting dalam rangka membangun national and character building.
Peristiwa politik, konflik sosial dan peristiwa kemanusiaan yang terjadi akhir-akhir ini di dalam negeri sangat berkaitan dengan kapasitas pribadi seseorang apapun profesi dan kedudukannya di masyarakat untuk melakukan proses internalisasi dan aktualisasi sistem nilai dalam kehidupannya sehari-hari.
Ada yang berhasil, banyak juga yang gagal. Yang gagal biasanya terjadi karena sistem nilai hanya dianggap sekedar simbol-simbol. Karena itu, internalisasi berkaitan dengan aspek pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan dan berulang dan soal keteladan. Sedangkan aktualisasi sistem nilai berhubungan langsung dengan pelaksanaan dan pengamalan atas segala bentuk norma,adat istiadat dan kebiasaan yang dianggap baik dan bersifat positif untuk menuntun manusia dalam menjalankan peran dan fungsinya di keluarganya, di lingkungan masyarakat dan dalam lingkungan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sistem tata nilai dapat menjadi bersifat kompleks dan secara dinamis dapat mempengaruhi jati diri dan kepribadian seseorang manakala sistem tata nilai yang berasal dari luar masuk dan menginternalisasi akibat perkembangan teknologi informasi dan tata pergaulan yang makin berlangsung inten nyaris tanpa ada halangan apapun di antara manusia sejagad.
Budaya asing dari yang kita anggap baik atau buruk menurut ukuran sistem tata nilai lokal masuk dengan derasnya sehingga berhasil mempengaruhi pola berfikir dan bertindak seseorang dalam aktivitasnya sehari-hari.
Ketika proses transformasinya berlangsung pasti terjadi gejolak dan goncangan dan manusia akan mengalami perang batin yang kadar goncangannya bisa dahsyad atau ringan-ringan saja. Kompleksitas pembentukan national and character building ini jika gagal dikelola, maka pilihan-pilihan yang bersifat pragmatis, instan dan bersifat material bisa mempengaruhi pola pikir dan pola tindak seseorang apapun peran dan fungsinya di masyarakat dan negara.
Oleh sebab itu, peran idiologi menjadi penting membendung dan menyelamatkan sistem kohesi sosial dari kerusakan dan kehancuran. Menginternalisasi dan mengaktualisasi idiologi sebagai sistem nilai menjadi penting. Tanpa idiologi, kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara gampang digoyahkan. Tanpa beridiologi sama saja dengan hidup tanpa ada panduan dan pegangan. Tanpa idiologi persatuan dan kesatuan sulit dapat diwujudkan karena masing-masing pihak akan bertindak dan tunduk pada norma yang diyakininya paling baik dan benar menurut pemahamannya.
Dalam konteks berbangsa dan bernegara.kita harus menjunjung tinggi Pancasila sebagai satu-satunya idiologi negara. Seluruh nilai yang terkandung di dalamnya harus menginternalisasi dalam setiap sanubari setiap warga negara dan para penyelenggara negara. Aktualisasinya harus diamalkan dalam kehidupan keseharian,dalam proses pengambilan keputusan penting dan strategis di lingkungan negara, termasuk dalam pembuatan UU dan dalam rangka melaksanakan pergaulan internasional.
Dengan demikian kalau ada kebijakan negara atau UU yang rohnya tidak menjamin terinternalisasinya idiologi Pancasila harus dinyatakan batal demi hukum setelah dievaluasi oleh MK. Meskipun demikian, negara juga bisa menghormati dan melindungi idiologi yang berkembang di masyarakat baik yang berbasis agama maupun yang bersumber dari kebiasan positif yang hidup di tengah masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan idiologi Negara.
Selamatkan negeri ini dengan meneguhkan sikap yang bulat bahwa idiologi Pancasila adalah satu-satunya idiologi yang diyakini dan harus diamalkan agar bangsa dan negara ini tidak terjebak pada gonjang-ganjing globalisasi yang sejatinya tumbuh tanpa basis idiologi. Penegasan ini penting agar manusia Indonesia tidak terperangkap ke dalam sistem global yang menjamin kebebasan individu semata karena dunia barat di balik globalisasi berhasil menyelinap dan menyisipkan sistem demokrasi liberal yang dianggapnya paling benar dan tepat yang pada akhirnya akan membawa akibat manusia Indonesia keluar dari orbit idiologi Pancasila sebagai way of life.
Demokrasi Pancasila “ditenggelamkan” dan demokrasi liberal hendak ditegakkan dan tanpa sadar bangsa dan negara ini sudah masuk dalam perangkap ini. Internalisasi dan aktualisasi sistem nilai menjadi sebuah keharusan dan memang kita butuhkan bersama agar Indonesia berhasil menjadi bangsa dan negara yang bermartabat dan berperadaban tinggi yang berhasil menjunjung tinggi nilai moral dan kemanusiaan. ***