Hakim Tak Peduli Narkoba Ancam Keselamatan Bangsa

Loading

Oleh:Marto Tobing

Ilustrasi

Ilustrasi

ANCAMAN sindikat pengedar narkoba yang telah menjadikan Indonesia sebagai pasar transaksi terbesar di kawasan Asia, jelas sudah berada pada puncak ancaman serius bagi keselamatan bangsa. Namun ancaman keselamatan bangsa bagi pria berinisial “Hen” yang ditugas abdikan sebagai hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) tampaknya tidak terlalu penting.

Bahkan pernyataan sidang dibuka dan terbuka untuk umum, bagi “Hen” juga tidak lebih hanya sekedar memenuhi ketentuan hukum beracara tanpa memaknai esensinya, bahwa pengunjung sidang sesungguhnya juga adalah “hakim-hakim” yang dapat dan mampu menilai seberapa miringnya persidangan yang skenariokan hakim bersangkutan.

Sebab ketika mengedepankan kepentingan pribadi, “Hen” mulai membuka ruangan kerjanya seluas mungkin untuk melayani jaksa, pengacara mau pun pihak-pihak keluarga terdakwa membicarakan hingga masuk ke materi perkara.

Kesepakatan-kesepakatan terselubung mulai diatur dengan pola keberpihakan. Caranya, antara lain, saat mengajukan pertanyaan, “Hen” akan berusaha menghindari pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya memberatkan terdakwa. Bagaimana menggiring terdakwa agar tidak terbukti sebagai pengedar, pemasok atau sebagai pemilik namun digiring menjadi sebagai pemakai atau pengguna, maka terpenuhilah upah keberpihakan yang sudah diatur sebelumnya. Bila perlu “diatur” sedemikian mulus.

Kemudian skenario yang paling ampuh untuk memenuhi “permintaan”, “Hen” akan menggunakan hak monopolinya yang sedemikian absolut sebagai hakim yakni menilai unsur-unsur yang meringankan bagi terdakwa sedangkan unsur yang memberatkan menjadi tersamar.

Mengamati proses jalannya persidangan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Harold Marisson SH, terdakwa Erna, Tian Gin Un, Andai alias Andi dan Johan terancam hukuman mati sesuai dakwaan JPU sebagai pengedar narkotika.

Para pengedar ini melakukan aksinya Selasa (10/10-2011) di perumahan Vila Kapuk Mas Blok D 7 No.18 Jalan Vila Mas Barat IX Kelurahan Pejagalan Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Tian Gin menelepon Erna diajak ke Vila Mas. Baru saja tiba di Vila Mas, Tian Gin dari lantai 2 berteriak minta Andai alias Andi yang berada di lantai dasar segera membuka pintu rumah karena Aguan dan Johan alias Ahan telah datang untuk mengambil paket.Tian Gin turun ke lantai
dasar dan melihat tiga boks 20 bungkus plastik berisi narkoba jenis ekstasi terletak di atas meja makan.

Dijelaskan Aguan bahwa boks plastik pertama dan boks plastik kedua masing-masing berisi 7 bungkus dan boks ke tiga berisi 6 bungkus. Masing-masing bungkusan berisi 5000 butir pilekstasi sehingga seluruh bungkusan itu berisi 100.000 butir pil ekstasi. Kemudian Erna, Tian Gin dan Johan mengikatnya dengan rapih dan Aguan dengan Andai alias Andi menyimpannya di bawah lemari yang berada di kamar tidur lantai dasar. Tiba pukul 14.00 WIB Tian Gin Un turun ke lantai dasar melihat Aguan sedang di dalam mobil Kijang Silver Emas lalu Tian Gin Un dan Aguan mengangkat 3 boks berisi pil ekstasi ke dalam mobil kijang tersebut.

Para terdakwa ini kemudian melaju dengan tujuan Taman Permata Indah Teluk Gong Jakarta Utara. Setibanya, Aguan menyerahkan mobil kijang itu kepada seseorang. Setelah itu Erna dan Tian Gin bersama Johan naik taksi menuju Hotel Aston Marina Ancol di kamar 2916. Tak lama kemudian Aguan datang dan memberi uang masing-masing Rp 5 juta kepada Johan dan Tian Gin Un. Selanjutnya para terdakwa ditangkap di Mall Taman Angrek kemudian dibawa ke Vila Mas dan ditemukan 20 bungkus plastik berisi 100.000 pil ekatasi.

Pertanyaannya, apakah “Her” selaku ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara ini masih saja tidak perduli maraknya peredaran narkoba hingga mengancam keselamatan bangsa ini…? Kita tunggu saatnya vonis hakim yang mulia mengetukkan palu keadilan demi keselamatan bangsa***.

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS