Hakim Mahkamah Agung Selalu Berpihak Kepada Koruptor
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Indonesia Corruption Watch (ICW) menegaskan pengurangan hukuman para koruptor melalui putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) telah meruntuhkan dan menguburkan rasa keadilan masyarakat sebagai korban korupsi.
Diketahui, hingga saat ini tercatat 23 terpidana korupsi yang hukumannya dikurangi MA melalui putusan PK. Terakhir, MA mengabulkan PK yang diajukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Dalam amar putusannya Majelis PK MA menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara terhadap terpidana kasus korupsi pembangunan Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang dan tindak pidana pencucian uang tersebut.Dengan demikian, hukuman Anas berkurang 6 tahun dibanding putusan Kasasi yang menghukumnya 14 tahun penjara.
“Putusan demi putusan PK yang dijatuhkan Mahkamah Agung, diantaranya Anas Urbaningrum, sudah terang benderang telah meruntuhkan sekaligus mengubur rasa keadilan masyarakat sebagai pihak paling terdampak praktik korupsi,” kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (1/10/2020).
Kurnia menyatakan, putusan PK MA yang kerap menyunat hukuman koruptor memiliki implikasi besar terhadap upaya pemberantasan korupsi. Berkurangnya hukuman koruptor semakin menjauhkan pemberian efek jera yang diharapkan timbul dari proses pemidanaan. “Selain itu, kinerja penegak hukum, dalam hal ini KPK, akan menjadi sia-sia saja,” tegasnya.
Sejak awal, kata Kurnia, ICW sudah meragukan keberpihakan Mahkamah Agung dalam upaya pemberantasan korupsi. Kesimpulan itu bukan tanpa dasar, tren vonis ICW tahun 2019 menunjukkan bahwa rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara.
“Jadi, bagaimana Indonesia bisa bebas dari korupsi jika lembaga kekuasaan kehakiman saja masih menghukum ringan para koruptor?,” tegasnya.
Untuk itu, ICW menuntut Ketua MA mengevaluasi penempatan Hakim-Hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada pelaku korupsi. ICW juga mendorong KPK terus mengawasi persidangan-persidangan PK di masa mendatang.
“ICW juga menuntut Komisi Yudisial untuk turut aktif terlibat melihat potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Hakim yang menyidangkan PK perkara korupsi,” tegasnya.
Fenomena pengurangan hukuman koruptor melalui putusan PK dikhawatirkan masih akan terus berlanjut. Saat ini terdapat lebih dari 35 terpidana korupsi yang ditangani KPK yang sedang mengajukan PK ke MA. (sabar)