Hai Masalah, Aku Punya Tuhan Yang Besar

Loading

Seorang teman yang tengah menghadapi cobaan besar karena uang yang ditanam di saham ternyata ludes, dan dia pulang ke rumah ibunya karena rumahnya dijual untuk menutup hutangnya, pada suatu hari datang menemui saya. Wajahnya yang dahulu ayu, sekarang berubah menjadi layu. Satu-satunya anaknya diikutkan adiknya karena dia tidak sanggup membiayai. Suaminya meninggalkannya. Aneh sekali rasanya melihat wanita yang dahulu selalu berdandan rapih dan wangi, berkendaraan mahal, memiliki condominium, villa dan rumah tinggal yang nyaman, sekarang tampil memelas. Kulit mukanya kusam, rambutnya tidak terawat, dan pakaiannya tidak lagi menampakkan wanita yang dahulu suka barang-barang ‘branded.’ Teman itu pun berceritera bahwa deritanya dimulai ketika dia tergoda untuk meletakkan seluruh uangnya pada bisnis saham. Pada mulanya dia selalu mendapatkan keuntungan yang fantastis. Nafsunya menggelora, dia mulai meminjam uang dari bank guna menambah modalnya untuk bisnis yang sebenarnya tidak dimengertinya seratus persen. Setelah beberapa tahun menikmati keuntungan dan kekayaan yang melimpah, tiba-tiba saja harga saham anjlok dan dengan sangat cepat uangnya habis. Dia dililit hutang, dan satu persatu mobil dan rumahnya dijual untuk menutup kekalahannya.

“Bisnis seperti itu ternyata seperti judi. Tetapi, pekerjaan apa sih yang tidak beresiko?” dia mengaku sekaligus membela diri. Sementara saya hanya diam sambil me-recall saat-saat kejayaannya yang ternyata hanya berjalan singkat dibanding kesulitan yang harus dia hadapi entah sampai kapan. “Teman-temanku ‘hang-out’ dahulu, sekarang tidak lagi pernah muncul. Aku dikeluarkan dari arisan, karena memang sudah tidak layak lagi bergaul dengan mereka.” Demikian teman yang lagi menderita itu berceritera lebih lanjut.

“Sekarang kesibukanmu apa?” pelan-pelan saya bertanya.

“Aku membantu kakak di jasa katering …” dia menjawab tidak kalah pelannya. “Kamu pasti heran kan? Aku dulu paling tidak suka memasak, sekarang harus membantu kakak memasak.” Katanya lagi kali ini dengan tersenyum pahit. “Hidup di dunia ini tenyata menjanjikan kemungkinan yang unlimited sayang aku salah memilih jalan berbisnis. Kini aku harus memulainya lagi dari awal tanpa modal apa pun kecuali tenaga yang masih tersisa,” katanya, “aku juga rajin berdoa pada Tuhan semoga uangku yang hilang dapat kembali lagi dan aku dapat hidup layak tanpa merepotkan saudara-saudara dekat,” sambungnya lagi.

Berdoa memohon rejeki pada Tuhan memang sah-sah saja, karena memang Tuhan Mahabesar, Mahakaya, sumber segala ilmu dan harapan. Semakin kita mendekat pada-Nya dan percaya kepada-Nya, semakin mudah Tuhan menolong apa yang menjadi kerepotan kita. Namun, kita harus ingat bahwa Tuhan, jauh lebih mengetahui apa yang sebenarnya kita butuhkan, dan Beliau akan selalu mencukupinya dengan cara yang kadang tidak kita pahami. Tugas kita hanyalah menanamkan rasa percaya tanpa reserve bahwa tidak ada kejadian di dunia ini yang bukan atas kebijaksanaan-Nya. Kepercayaan ini seharusnya kita sikapi dengan serius. ***

1
2
CATEGORIES
TAGS