Habis Gelap Terbitlah Terang
Oleh: Fauzi Aziz

Ilustrasi
SECARA natural, siklus kehidupan harus berproses seperti itu jika spiritnya agar selalu menjadi lebih baik dan bercita-cita selalu naik kelas dengan cara beradab. Siapa pun, kalau di sepanjang hidupnya berada dalam lorong kegelapan, pasti tidak betah, gerah, frustrasi, bodoh, terbelakang, tertindas, depresif, dan pada akhirnya akan berpotensi melahirkan tindakan yang bersifat destruktif, karena berontak.
Kondisi kehidupan yang seperti itu harus diubah, karena hidup di lorong kegelapan pertanda bahwa peradaban manusia “tersandera”. Hidup manusia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus dibebaskan dari sandera kehidupan di lorong gelap, karena sangat membahayakan bagi manusia dan kemanusiaan. Bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bisa seperti menapaki kehidupan pada zaman batu, hidup seperti bangsa bar-bar. Oleh karena itu, kemerdekaan yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia dimaksudkan agar manusia bisa keluar dari kehidupan di lorong gelap menuju kehidupan yang mencerahkan, sehingga mampu membangun peradabannya.
Prosesnya harus seperti itu. Iman, nalar, dan perasaannya harus manunggal dan menyatu dalam bangun infrakultural agar secara konstruktif manusia mampu mengelola kehidupannya secara positif dan produktif. Iman, nalar, dan perasaan yang menyatu begitu kuat dalam satu sistem nilai akan menjadi sumber inspirasi, motivasi, dan sekaligus mesin penggerak utama kehidupan.
Bangsa Indonesia yang telah menikmati kemerdekaannya selama 68 tahun harus berhasil membangun peradaban dan keadabannya. Kalau tidak berhasil, maka Indonesia akan menjadi bangsa dan negara yang gagal. Oleh sebab itu, secara konstruktif, infrakultural harus menjadi pijakan pendukung sistem politik, sistem ekonomi, sistem social, dan budaya guna membebaskan bangsa dan negara ini dari lorong kehidupan gelap menuju lorong kehidupan yang terang, penuh keadaban, karena bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa besar, baik dilihat dari prespektif geopolitik, geoekonomi dan geostrategik.
Dari sekarang harus dimulai dan never ending, kecuali jika kiamat datang. Tujuannya agar seluruh warga bangsa selalu dapat menikmati kemerdekaannya dalam suasana yang penuh kedamaian dan ketenteraman yang hakiki serta hidup sejahtera berdasarkan takaran nilai kemanusiaan yang selalu mengimani Tuhan dan friendly dengan alam dan lingkungan.
Pilihan Paling Baik
Saling menghidupi, saling menyelamatkan, dan tidak saling merusak yang akan berujung pada robohnya peradaban. Dalam hubungan ini, berarti kita harus memilih dan bersikap. Pilihannya hanya ada dua, yakni tetap dalam kegelapan atau keluar agar kita bisa hidup lebih terang dan cerah-mencerahkan. Yang paling baik dan paling bijaksana, menurut ukuran iman, nalar, dan perasaan adalah memilih kehidupan yang terang, cerah, dan mencerahkan.
Kalau keduanya dipilih berarti manusia akan terperangkap atau memperangkapkan diri dalam kehidupan yang berstandar ganda. Kalau sudah masuk dalam jebakan ini, maka manusia bisa menjadi bersikap tidak objektif, jujur dan adil. Titik keseimbangan, keserasian, dan keselarasan infra-kultural kehidupan manusia yang dibangun atas dasar iman, nalar dan perasaannya menjadi terganggu dan jika gagal diperbaiki pasti akan rusak.
Akhirnya, kita memang harus berkontemplasi, rela, dan tulus melakukan koreksi bersama agar kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ini tidak membawa kita terperosok dalam kehidupan yang gelap, yang notabene sama dengan “membunuh” semangat membangun peradaban.
Masyarakat, bangsa, dan negara harus dipimpin dan terpimpin, serta disuluh oleh obor penerang kehidupan yang mencerahkan, serta diajak dan dipandu agar selalu berlomba-lomba dalam kebajikan. Peran pendidikan dalam arti luas menjadi penting. Output pendidikan yang paling paripurna dan mulya adalah ketika manusia berhasil memanunggalkan keimanannya kepada Tuhan, nalar, dan perasaannya ke dalam satu sistem nilai menjadi infrakultural kehidupan manusia yang kokoh dan kuat.
Kekokohan dan kekuatan bangun infrakultural akan menjadi modal sosial yang akan menjadi landasan utama untuk membangun modal fisik yang berupa infrastruktur. Apakah itu infrastruktur ekonomi atau yang lain, yang benar-benar berkualitas dan bebas dari KKN yang selama ini terbentuk pada saat manusia terbelenggu dan tersandera dalam kehidupan di lorong kegelapan.
Indonesia akan berhasil menjadi negara dengan kekuatan ekonomi besar ketujuh atau bahkan ke satu atau ke dua atau ke tiga pada tahun 2030, jika bangsa dan negara ini sukses membangun infrakulttur sebagai modal sosial dan infrastruktur sebagai modal fisik. Semoga menyadarkan. ***