Golput Diberi Sanksi Hukum? Arbi Sanit: Langgar HAM

Loading

Laporan: Redaksi

Arbie Sanit

Arbie Sanit

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Anggota DPR ramai-ramai mengkritik masyarakat yang tidak mau memberikan suaranya pada Pemilu 9 April 2014 dengan mengusulkan agar yang golongan putih (golput) termasuk pendukungnya diberi sanksi hukum.

Namun menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbie Sanit, usulan itu jelas tidak masuk akal dan melanggar hak manusia. Sebab menurutnya, di negara manapun tidak ada hukuman bagi yang tidak mau memilih para calon legeslatif ataupun presiden.

“Ini menunjukkan betapa lemahnya para calon legeslatif ini. Seharusnya, merekalah yang berupaya maksimal agar masyarakat mau memilih dengan cara yang elegan, jujur dan bertanggung jawab,” katanya.

Sebab menurutnya, apabila para calon legeslatif ini berkualitas dan betul-betul memperhatikan konstituennya, tidak akan mungkin masyarakat golput. “Buktinya, janji-janji para anggota DPR ini semasa kampanye sangat luar biasa, tetapi faktanya, jauh panggang dari api sehingga kondisi masyarakat tidak berubah dan malah terpuruk,” katanya.

Seperti diketahui, Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Abdul Hakam Naja mendukung wacana pemberian sanksi bagi kelompok golput. Namun, Hakam menilai sanksi sebaiknya dijatuhkan kepada kelompok yang menggerakkan golput, bukan pemilih golput.

“Bisa saja diberikan sanksi, tapi kalau ajak orang untuk mendeligitimasi proses demokrasi yang sudah diwajibkan. Bukan orang yang golput,” ungkap Hakam di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (13/2/2014).

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengungkapkan, sanksi terhadap kelompok golput sudah diterapkan di Australia. Di Negeri Kanguru itu, kata Hakam, setiap warga negara diwajibkan untuk menggunakan hak pilihnya. Jika tidak mau memilih, maka warga negara itu harus memberikan surat keterangan.

“Sedangkan di Indonesia, memilih adalah hak. Jadi tidak bisa dijatuhi sanksi. Kalau mau diberi sanksi, ke yang ajak golput,” tutur Hakam.

Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Tantowi Yahya juga mengusulkan agar pemilih golput diatur dalam undang-undang sehingga bisa dijatuhi sanksi. Menurut Tantowi, sanksi terhadap kelompok golput perlu mulai dipikirkan lantaran ancaman golput di Indonesia cukup memprihatinkan.

“Sebenarnya kita bisa memberlakukan undang-undang yang sama dengan di negara lain bahwa memilih sifatnya wajib. Kalau tidak, dia akan dikenakan sanksi tertentu,” ujar Tantowi.

Anggota Komisi I DPR itu menjelaskan, kelompok golput ini mengancam legitimasi para pemenang pemilu nantinya. Jika suara golput lebih banyak daripada suara dari caleg terpilih, sebut Tantowi, bisa jadi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga parlemen akan semakin pudar. Selain itu, Tantowi berpendapat suara golput yang tak terpakai ini bisa dimanfaatkan untuk kecurangan.

“Suaranya bisa jadi akan dipergunakan oleh tangan-tangan nakal mengonversi itu menjadi suara dari caleg-caleg tertentu,” ucap Tantowi.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Tantowi Yahya mengusulkan agar pemilih golput diatur dalam undang-undang sehingga bisa dijatuhi sanksi. Menurut Tantowi, sanksi terhadap kelompok golput perlu mulai dipikirkan lantaran ancaman golput di Indonesia cukup memprihatinkan.

Seperti diketahui, sejak era reformasi, masyarakat pemilih enggan memberikan suaranya dengan berbagai alasan. Puncaknya, terjadi pada pemilu 2009 hingga pada pilkada-pilkada yang ada di Inonesia yang selalu menunjukkan golput selalu menang.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU),termasuk pada pilkada Jokowi, partai Golput mencapai suara hampir 40 persen. Begitu juga pilkada-pilkada lainnya termasuk Pilgub di Sumatera Utara yang melebihi 38 persen sementara pemenangnya hanya 35 persen lebih. (ben)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS