Catat Tubuh Tidak Menghalangi Nino Menggapai Harapan
Laporan: Redaksi

BERHASIL - Puluhan medali dan piagam penghargaan (kanan) yang berhasil diraih Nino (duduk di kursi roda-kiri). (tubasmedia.com/jhon h)
CILACAP, (TubasMedia.Com) – Nama lengkapnya Guruh Supriyono Handono, panggilan akrabnya Nino. Pria ini sederhana, tenang dan ramah. Namun dari sorot matanya tersirat kedisiplinan yang tinggi. Begitulan kesan yang diperoleh tubasmedia.com ketika pekan lalu berkunjung ke rumahnya di jalan Slamet No.12 RT 04/RW 03 Cilacap, Jawa Tengah.
Berawal dari informasi seorang nelayan Wukir (50), di tempat pelelangan ikan (TPI) Cilacap. Wukir merasa prihatin melihat kenyataan yang dialami tetangga sekaligus sahabatnya. Betapa tidak, Nino menyandang cacat tapi segudang prestasi telah dia raih di bidang olahraga tenis meja di tingkat nasional maupun internasional. Ternyata prestasi yang mengharumkan daerah dan negara, tidak memberikan keharuman bagi kesejahteraan hidup keluarganya.
Mengawali pembicaraan Nino yang tinggal di Jalan Slamet No.12 RT 04/RW 03 ini mengungkapkan sejak tahun 1980 dia telah menjuarai tenis meja kursi roda tingkat nasional sebagai juara pertama. Gelar tersebut mampu dia pertahankan hingga tahun 2004. Artinya, dalam kurun waktu 24 tahun tidak seorangpun yang mampu merebut gelar tersebut dari genggaman tanganya.
Kesuksesan tersebut menurut Nino dicapai dengan segala daya dan upaya, mengerahkan segala kemampuan yang dimilikinya dengan semangat pantang menyerah dan disiplin tinggi. Ayah dari seorang putra bernama Gusti Abadi Pangestu mengatakan selain prestasi itu, ternyata beberapa event tingkat internasional pun sering dia ikuti dan memperoleh gelar juara. Salah satu contohnya ASEAN PARAGAMES maupun Far East and South Pacific (FESPIC), Games for the Disable. Nino berulang kali meraih gelar juara. Nino mengaku tiga kali meraih sukses, lolos seleksi olympiade. Namun pemerintah Indonesia tidak mengikut sertakan dirinya.
Nino agak sedikit enggan, ketika tubasmedia.com menanyakan medali kejuaraan yang telah diraihnya, karena medali yang telah diperolehnya tidak mempunyai arti apa-apa bagi kesejahteraan hidup keluarganya. Bagi Nino yang terpenting saat ini adalah berjuang untuk kemandirian guna meningkatkan kesejahteran hidup. Namun karena didorong oleh sahabatnya Wukir yang pada saat itu mendampinginya, dia pun mempersilahkan sahabatnya bersama Tubas untuk mengumpulkan sisa medali yang sebagian besar sudah hilang.
Medali itu bukti keberhasilan pada berbagai kejuaraan nasional maupun internasional. Sebagian medali ada yang berserakan di kolong tempat tidurnya. Sebagian besar medali tersebut sudah kusam, kecuali tiga medali yang diperolehnya belum lama ini pada kejuaraan Paralimpik Nasional XIV tahun 2012 di Provinsi Riau.
Pada kejuaraan Paralimpik Nasional XIV tahun 2012 itu, Nino memperoleh informasi dari berbagai sumber yang mengatakan, setiap peserta yang memperoleh medali akan mendapatkan bonus. Padahal pengalaman dirinya mengikuti begitu banyak perhelatan dan meraih gelar juara, nyaris tidak pernah mendapatkan bonus kecuali pada perhelatan Far East and South Pacific (FESPIC), Games for the Disable 1989 Kobe’Japan, pemerintah melalui Bupati Cilacap Muhhamad Supardi pernah memberi bonus sebesar Rp 7,5 juta.
Atas dasar informasi mendapatkan bonus tersebut, Duda yang telah ditinggal istri serta masih menumpang di satu kamar bersama putranya di rumah orang tuanya tetap berlatih kembali guna mengikuti kejuaraan Paralimpik Nasional XIV tahun 2012 Provinsi Riau dengan harapan memperoleh medali dan akan mendapatkan bonus yang berguna untuk memenuhi kebutuhan dan biaya pendidikan putranya. Ternyata hingga saat ini, meski dia telah berhasil meraih medali pada kejuaraan tersebut, bonus itu tak juga diperolehnya.
Jumlah penyandang cacat seperti dirinya di Kabupaten Cilacap cukup banyak dan memiliki berbagai potensi. Namun, karena faktor psikologis banyak di antara mereka yang merasa minder, butuh perhatian agar memiliki keberanian dan menunjukkan serta mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Masyarakat penyandang cacat pada era kemajuan teknologi saat ini telah banyak mengukir prestasi gemilang di berbagai profesi. Namun, kekurang pedulian terhadap penyandang cacat akan menimbulkan kerugian besar, bukan saja terhadap penyandang cacat, namun juga terhadap masyarakat luas. Potensi yang dimiliki para penyandang cacat yang seharusnya digali dan diarahkan agar menjadi manusia yang kreatif dan produktif serta berguna bagi sesamanya, tidak akan tercapai.
Hingga saat ini, Nino putra ke-4 dari 6 bersaudara bekerja serabutan. Dia tetap berjuang dan bekerja keras untuk menghidupi dan memberikan pendidikan bagi putra tunggalnya yang kini telah duduk di bangku kelas dua STM Dr. Sutomo Cilacap. Nino mengaku, dirinya pernah meminta keringanan pelunasan pembayaran biaya pendidikan bagi putranya, namun ditolak oleh pihak sekolah. Harapan Nino ? Mampu memberikan pendidikan setinggi-tingginya kepada putra tunggal yang merupakan buah hati, nafas hidup, motivasi dan inspirasi bagi dirinya. (jhon h)